“Del…!” teriakan Laras langsung mengembalikan Adel kembali ke alam nyata.
Rupanya beberapa detik yang lalu pikiran Adel terbang melayang entah kemana. Suara ponsel yang menandakan sebuah SMS (=short message service) masuk ternyata cukup menyita perhatiannya tadi. Memang sejak munculnya Prasetyo dalam kehidupan Adel, membuat gadis cantik tersebut selalu berada dalam bayang-bayang ketakutan. Walaupun ia terus berusaha untuk tetap menjalankan hidupnya dengan normal, namun bayang-bayang laki-laki tersebut selalu menghantui kehidupannya.
“Beberapa hari lagi aku akan menelpon…”, kata-kata laki-laki itu selalu terngiang-ngiang dalam benak Adel. Rasa takut, cemas dan was-was hampir selalu mengisi keseharian Adel setiap kali mendengar suara ponselnya sendiri.
“Eh… iya kenapa Ras?”, Adel meletakkan kembali ponselnya diatas meja. Nampaknya isi SMS tersebut bukanlah dari orang yang ia takuti, karena melihat ekspresi wajah Adel yang nampak kembali tenang.
“Gue perhatiin akhir-akhir ini lu kebanyakan bengong deh Del, lu kenapa sih?”.
“Nggak apa-apa kok, mungkin kecapean kali”, sebuah kebohongan kembali harus terucap dari mulut Adel.
“Bener lu nggak apa-apa?”.
“Udah ah Ras, tadi sampai mana ya?”, Adel langsung mengalihkan pembicaraan.
“Makanya jangan kebanyakan bengong, tadi gue nanya dari dua kain ini yang mana yang lu mau kirim ke desainer?”, Laras nampak berdiri sambil memegang dua kain berwarna kuning dan putih bercorak brokat.
Dari balik meja kerjanya Adel nampak mengerutkan keningnya beberapa saat. “Yang kuning aja deh, tema fashion show depan kan “Bright Summer” jadi warna itu kayaknya cocok”.
“Hhmm… Lu yakin?”.
Adel mengangguk.
“Ya sudah, kalau gitu gue bawa yang ini sekarang”, Laras meletakkan kembali kain berwarna putih diatas meja. Ia lalu beranjak keluar ruangan. “Eh, lu jangan lupa ngubungin model-model yang mau kita seleksi besok”, Laras kembali melongokkan kepala dari balik pintu, setelah beberapa saat tadi sempat menghilang dari baliknya.
Adel kembali mengangguk. Laras pun akhirnya kembali menghilang dari balik pintu.
Sepeninggal Laras, kembali Adel termenung. Pikiran-pikiran yang beberapa hari ini terus memenuhi kepalanya kembali muncul satu per satu. Kejadian demi kejadian yang berusaha ia lupakan justru semakin hari semakin kuat membayangi dirinya. Wajah penuh tawa mesum laki-laki bernama Prasetyo itu seolah-olah menjadi mimpi buruk yang tak bisa ia hilangkan dari pikirannya. Adel menggigit bibir bawahnya dan mengepal kencang kedua telapak tangannya, berusaha untuk tidak kembali menangis. Ingin sekali ia membagi beban ini dengan seseorang, namun ia tahu itu tidak mungkin ia lakukan. Semua kejadian ini terlalu memalukan untuk diceritakan dengan orang lain, bahkan dengan Laras sahabat baiknya sekalipun. Bayang-bayang wajah sangar Prasetyo ketika menyetubuhi dirinya dan bayang-bayang wajah Abi yang tersenyum manis kepada dirinya bergantian muncul di dalam pikirannya. Kedua bayangan ini seolah-olah menimbulkan peperangan batin dalam diri Adel. Ketika semua bayang-bayang tersebut semakin kuat menguasai otaknya, suara telepon di atas meja menarik dirinya kembali ke alam nyata. Adel mengangkat gagang telepon tersebut dan terdengar suara Mita yang mengatakan Jenni, ketua panitia acara fashion show yang akan diselenggarakan oleh perusahaan tempat Adel bekerja ingin bertemu.
“Suruh masuk saja Mit”.
Adel meletakkan kembali gagang telepon dan menarik nafas panjang. Beberapa hari ini memang belum terdengar kabar dari Prasetyo, namun Adel tahu pertemuan kembali dengan laki-laki maniak tersebut cepat atau lambat pasti akan segera terjadi. Hal ini jelas tidak mungkin bisa ia hindari. Saat ini Adel hanya berusaha untuk mengisi hari-harinya dengan kesibukan sehingga rasa takut, cemas dan was-was tidak sepenuhnya bisa menguasai dirinya. Karena kesendirian hanya akan menambah berat beban pikirannya yang kini memang sudah terasa sangat berat. Jika boleh meminta, Adel ingin sekali Abi bisa berada di sisinya saat ini untuk memeluk dan melindunginya.
##########################
Empat orang wanita dan dua orang pria sedang berdiri di depan sebuahcatwalk dimana satu persatu model terlihat sedang berjalan melenggak-lenggok diatasnya. Wanita itu adalah Adel, Laras, Mita dan Jenni, sedang kedua pria tersebut adalah Heri dan Steve, sang desainer yang dikontrak sebagai penasehat mode. Mereka berenam nampak serius memperhatikan setiap gerakan dari model-model yang sedang melaksanakan gladi kotor dalam rangka acara fashion show yang akan segera diselenggarakan dua minggu lagi.
“Gimana Ibu Adel, koreografi yang saya susun?”.
“Sudah bagus sih Pak Steve, tapi bagaimana kalau tata lampunya dibuat lebih sedikit terang jadi kesan bright akan lebih terasa”.
“Tidak masalah sih Bu, nanti saya sampaikan kepada petugas penata lampu”, laki-laki bertubuh tambun dengan rambut dicat kuning muda pada beberapa bagian itu pun nampak sibuk mencatat sesuatu di buku tebal yang dipegangnya. “Kalau masalah koreografinya Bu?”.
“Sudah bagus kok Pak, tinggal lebih dimantapkan lagi saja latihannya”.
Adel lalu membuka-buka buku agendanya, seperti hendak mencari beberapa catatan penting di dalamnya.
“Untuk kontrak kerja sama dengan agensi sudah clear Jen?”, Adel mengalihkan pandangannya ke arah Jenni.
“Pada dasarnya agensi sudah deal dengan proposal yang kita ajukan, mereka cuma minta sponsor dari luar daerah bisa terus diintensifkan jadi dananya bisa di konversi dengan biaya sewa gedung, sehingga nanti beban keuangan Perusahaan bisa sedikit berkurang”.
“Memang belum ada kabar dari sponsor luar?”.
“Beberapa sudah confirm sih, tapi calon-calon sponsor yang diproyeksikan bisa memberi dana yang cukup besar belum ada yang konfirmasi balik”.
“Coba deh nanti kamu hubungi mereka lagi, tapi jangan sampai menimbulkan kesan kita menekan mereka ya”.
Jenni mengangguk dan mencatat hal tersebut dalam agendanya.
Mereka berenam kembali berjalan pelan menyusuri tempat pelaksanaan latihan dalam rangka rencana pelaksanaan acara fashion show bulan depan. Sesekali mereka nampak berhenti apabila salah satu dari mereka ada melihat beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki. Dalam kegiatan ini Adel memang ditunjuk sebagai SC (=steering committee), dimana ia langsung membawahi lima orang panitia inti OC (=organizing committee) yang diketuai oleh Jenni, salah satu staf bagian operasional. Di tengah pembahasan masalah-masalah teknis acara, terdengar suara ponsel. Mereka semua pun saling menoleh sampai akhirnya diketahui kalau pemilik ponsel yang berbunyi itu adalah Laras.
“Bapak-babak, ibu-ibu, maaf aku menjawab telepon ini dulu”
Laras bergegas meninggalkan rombongan. Di kejauhan Laras terlihat bercakap-cakap dengan seseorang diujung telepon. Dari ekspresi tubuh dan sesekali senyuman manis tersungging dari bibirnya, maka dapat dipastikan kalau si penelpon adalah seorang yang cukup mendapat tempat spesial dihatinya. Sekembalinya Laras, kelima orang lainnya masih nampak serius menyambung pembicaraan mereka tadi. Ketika mereka kembali hendak berjalan guna melakukan inspeksi terhadap jalannya latihan, Laras menarik tangan Adel. Mereka pun terpisah dari rombongan.
“Ada apa Ras?”.
“Del, hari ini gue mau minta ijin pulang cepet, boleh ya?”.
“Emang lu mau kemana?”.
“Tadi yang nelpon itu Glen, hari ini dia ulang tahun jadi dia minta ditemenin nyiapin acara perayaan kecil-kecilan buat ntar malem di rumahnya. Boleh ya gue pulang cepet?”.
“Ya udah deh, lu boleh pulang tapi besok lu datengnya musti pagian”.
“Siap bos…!”, senyuman pun kembali tersungging dari bibir Laras. “Thanks ya Del…”.
Ketika Laras hendak beranjak pergi , Adel iseng menyeletuk, “Cowok lu ulang tahun kok gue perhatiin lu nggak pernah sibuk nyari kado sebelumnya?”.
“Ngapain musti sibuk-sibuk? Kan kadonya gue, nih tinggal di pasangin pita aja hehehe…”.
“Dasar!”, Adel hanya bisa tersenyum penuh arti. Laras pun balik tersenyum, sebelum akhirnya terlihat pergi meninggalkan tempat latihan tersebut. Sedang Adel kembali menyusul rombongan yang kini sudah nampak berdiri di depan petugas penata lampu.
*********
“Kok belanjaannya banyak banget sih say? Emang undangannya berapa orang?”.
“Cuma keluarga sama temen-temen deket aja kok”.
Laras menerima kantong plastik yang dikeluarkan Glen dari dalam bagasi mobilnya. “Bokap nyokap kamu dateng juga?”.
“Ya iyalah, kan sekalian ngenalin kamu hehe…”, Glen kali ini mengeluarkan dus kecil berisi air mineral dari dalam bagasi.
“Aduh say, kok nggak bilang-bilang sih? Aku kan belum siap ketemu bokap nyokap kamu”.
“Terus kapan dong siapnya? Lagian kan ini baru tahap perkenalan aja, nggak usah panik kayak gitu ah…”.
“Iya sih… tapi…”.
Laras dan Glen memang telah cukup lama berpacaran, hampir dua tahun lamanya. Glen adalah seorang kontraktor freelance. Pekerjaan ini membuatnya harus sering berada di luar kota apabila mendapatkan jobproyek. Kesibukannya inilah yang membuat intensitas pertemuan keduanya memang menjadi agak terbatas. Glen sendiri memiliki perawatan tubuh tinggi semampai, lebih tinggi sedikit jika dibandingkan dengan Laras, rambut cepak model eksekutif muda dan beralis lebal. Dilihat dari tingkat kemapanan, mungkin Glen bisa dikatakan cukup mapan. Memiliki rumah sederhana di sebuah perumahan, mobil, tabungan dan sebuah pekerjaan yang cukup menjanjikan. Maka dari itulah setiap kali ada kesempatan ia selalu meminta Laras untuk segera menikahinya. Laras sendiri kerap menolak dan berusaha menghindar apabila pembicaraan mereka mulai membahas topik pernikahan. Gadis manis ini merasa belum siap untuk terikat dalam sebuah tali pernikahan, walaupun dari segi umur dirinya dapat dikatakan telah cukup matang. Usia Laras saat ini adalah 25 tahun, sebuah angka yang bagi beberapa wanita mungkin telah jauh dari cukup untuk segera menikah dan berkeluarga. Gaya hidup Laras yang cenderung bebas dan cuek membuat ikatan pernikahan bak sebuah belenggu kehidupan yang menyiksa dan menakutkan. Apalagi berkeluarga berarti ia juga harus memenuhi kodratnya sebagai wanita untuk hamil dan memiliki anak. Hal ini jelas semakin menakutkan bagi Laras yang masih sangat manja dan kekanak-kananan. Walaupun suatu saat sebagai seorang manusia tentu masa-masa itu akan datang, namun jelas sekali Laras kalau ia tidak ingin memasuki masa-masa itu dalam waktu dekat ini.
“Udah ah, ayo bantuin bawa barang-barang ini ke dalem”,
Glen menutup pintu bagasi. Ia lalu mengangkat satu buah dus air mineral dan satu dus lagi yang berisi barang-barang lain, kemudian beranjak menuju ke dalam rumah. Laras sendiri mengambil tiga buah tas plastik yang tersisa, dan berjalan mengikuti Glen.
“Aku taruh barang-barangnya disini ya?”, Laras meletakkan ketiga tas plastik berisi bahan-bahan makanan tersebut di atas meja makan dekat dapur.
“OK, tapi minuman sodanya langsung masukin lemari es aja”.
“OK deh…”.
Glen meletakkan kedua dus yang dipegangnya di atas meja dapur di dekat wastafel. Kemudian ia menoleh ke arah Laras yang sedang membungkuk guna meletakkan beberapa kaleng minuman ke dalam lemari es. Dalam posisi membungkuk seperti itu, pantat dan paha mulus gadis manis tersebut langsung menjadi santapan empuk bagi mata Glen. Apalagi hari ini Laras menggunakan celana katun ketat berukuran super pendek. Sedangkan untuk atasan gadis manis ini mengenakan tank top berwarna kuning bergambar mini mouse di bagian dada. Dengan menggunakan celana sependek itu tentunya ketika membungkuk maka otomatis bongkahan pantat yang ada di baliknya akan tercetak dengan jelas. Walau celana pendek berwarna coklat itu sedemikian ketatnya, namun mata Glen sama sekali tidak menangkap adanya garis celana dalam tercetakdari baliknya. Ini berarti hanya ada dua kemungkinan, yaitu kekasihnya saat ini mengenakan celana dalam super duper mini atau ia sama sekali tidak mengenakan apa-apa di dalam sana. Selain itu ketika Laras mengambil satu per satu kaleng dari dalam plastik, Glen juga bisa melihat jelas belahan ranum dada kekasihnya. Apalagi tank top yang dikenakan Laras begitu ketat menekan payudaranya, sehingga bukit kembar tersebut menjadi terlihat begitu padat dan menggairahkan. Semua ini tentu mengakibatkan terjadi konsleting antara syaraf-syaraf mata, otak dan selangkangannya. Sebagai seorang laki-laki normal, disuguhi pemandangan indah seperti itu tentu membuat gairah birahi Glen terusik. Ia pun berlahan mendekati sang kekasih yang masih terlihat sibuk memasukkan beberapa kaleng minuman lagi yang masih tersisa di dalam tas plastik. Selesai memasukkan kaleng-kaleng minuman soda tersebut, Laras kembali berdiri dan menutup pintu lemari es. Namun tiba-tiba dari belakang ia merasakan sebuah dekapan mesra dan sebuah ciuman mendarat di pipinya. Laras cukup terkejut dengan tingkah kekasihnya ini.
“Ada apa sih say?”, ia pun segera menoleh kebelakang.
Namun bukan jawaban yang diperoleh Laras tapi sebuah pagutan hangat di bibirnya. Sesaat Laras memang terlihat cukup gelagapan menerima pagutan yang begitu tiba-tiba tersebut di bibirnya. Namun beberapa saat kemudian ia pun mulai bisa mengendalikan dirinya. Ketika pagutan itu berakhir, Glen terlihat tersenyum mesra ke arah sang kekasih. Laras pun lalu membalikkan badannya.
“Ada apa sih?”, Laras kembali mengulangi pertanyaannya.
“Nggak apa-apa, aku kok baru sadar ya kalau cewekku ternyata sexy banget hehehe…”.
“Ih, mulai deh gombal”.
“Siapa yang gombal? Orang kenyataan kok”, Glen kembali memeluk tubuh Laras, kemudian mencium kembali bibir kekasihnya tersebut.
Di antara pagutannya, Glen pun mulai merabai sekujur tubuh Laras.
“Sayang, geli tau nggak!”, Laras melepaskan pagutan mereka dan bergelinjang berusaha menghentikan rabaan tangan Glen di pinggangnya.
Bukannya menghentikan rabaannya, Glen malah semakin gencar merabai pinggang Laras sehingga gadis manis itu kian bergelinjang sambil terus cekikikan menahan geli.
“Aow… aow… udah dong say… serius geli nih…”.
“Geli tapi enak kan? Hehehe…”.
Laras akhirnya berhasil melepaskan diri dari pelukan Glen. Gadis manis itu kemudian berlari keluar dapur agar bisa terlepas dari rabaan-rabaan nakal kekasihnya. Namun di belakangnya, Glen terus mengejar sambil tetap berusaha menyentuh tubuh molek tersebut.
“Aow… ampun… aow… aow… sumpah nggak tahan nih… udah dong…”, Laras terus merengek sambil terus berusaha menepis kedua tangan Glen, sambil membungkukkan tubuhnya agar pinggangnya terlindungi dari rabaan laki-laki tersebut.
Laras dan Glen terus berlarian berkeliling di ruang tamu. Mereka berlarian mengelilingi sofa dan juga meja. Suara tawa keduanya terdengar memenuhi ruangan tersebut. Mereka terus berkejaran sampai akhirnya Laras terjebak di pojok ruangan.
“Hayo… mau kemana sekarang? Hehehe…”.
“Udah dong say…”, rengek Laras lagi.
Glen pun kemudian berhasil mendekap tubuh Laras. Gadis manis itu pun langsung bergelinjang berusaha melepaskan dekapan kekasihnya tersebut. Walaupun terus meronta, bukan masalah sulit bagi Glen yang memang memiliki tubuh lebih besar untuk akhirnya bisa sepenuhnya mengendalikan Laras. Malahan kini ia dengan mudah mengangkat tubuh molek kekasih tersebut dan menggendongnya.
“Aduh say, turunin aku…”.
Seperti sebelumnya, Glen sama sekali tidak menghiraukan rengekan manja Laras. Ia hanya tersenyum mendengar kekasihnya ini terus merengek-rengek minta diturunkan. Sambil menggendong Laras, Glen berjalan berlahan menuju kamar tidurnya. Glen cukup mendorong pintu dengan pundaknya karena memang pintu kamar tersebut telah terbuka sebelumnya. Kini mereka berdua nampak seperti pasangan pengantin baru yang memasuki pelaminan dan tak sabar untuk segera memulai malam pertama mereka.
“Kok ke kamar sih?”, rengek Laras lagi.
Glen tetap tersenyum tanpa memberi jawaban. Di ujung ranjang laki-laki itu menurunkan tubuh Laras dengan berlahan. Ruangan kamar ini terlihat cukup sederhana dan tidak terlalu besar. Tembok kamar dicat warna putih susu tanpa corak tambahan apapun. Sebuah ranjang yang cukup besar, sebuah lemari pakaian, sebuah meja kecil, kaca, AC(=air conditioner) serta sebuah lukisan kecil, hanya itulah furniture yang ada di kamar tersebut. Dari suasana kamar nampak sekali kalau Glen adalah orang yang cukup teliti dan teratur. Mengingat ia tinggal sendiri di rumah tersebut tanpa pembantu, kebersihan dan kerapian kamar tidur serta ruangan-ruangan lainnya di dalam rumah tersebut bisa dikatakan sangat terjaga.
“Sayang, ini masih sore…”, Laras langsung berguling menghindar ketika Glen menaiki ranjang dan meloncat ke arahnya. Laras berusaha menggeser tubuhnya menjauhi Glen yang kini merangkak mendekatinya. Ia seakan-akan bisa membaca apa yang ada di pikiran Glen saat ini. “Say, kita masih harus nyiapin buat ntar malem”, lanjut Laras sambil terus mengeser-geser tubuhnya. Gadis itu bisa melihat ekspresi birahi yang sangat tinggi dari wajah kekasihnya. Ia berusaha menyadarkan Glen kalau saat ini bukan waktu yang tepat untuk bermesraan, namun Glen tetap saja mendekatinya dengan pandangan tajam penuh gairah.
“Bentar aja honey, udah kebelet nih!”.
“Ntar malem aja ya please…”.
“Pengennya sekarang”.
“Ditahan dulu”.
“Nggak bisa honey”, kata-kata Glen kian lama kian terdengar memelas.
Glen dan Laras kini nampak seperti seekor kucing dan seekor tikus yang saling berkejar-kejaran dan bergerak berputar-putar di atas ranjang. Laras tidak sadar kalau gerakan bergeser-geser yang dilakukannya guna menjauhi Glen, justru membuat nafsu laki-laki itu semakin meninggi. Bagaimana tidak, gadis cantik itu terkadang harus mengangkang lebar untuk menghindari terjangan kekasihnya. Dengan hanya tertutupi celana pendek, posisi kaki Laras yang terbuka membuat selangkangannya menjadi tercetak jelas. Pandangan nanar Glen seolah-olah bisa menembus ke dalam celana pendek tersebut, dan melihat langsung sesuatu yang nikmat yang berada di dalamnya. Apalagi gerakan Laras juga mengakibatkan beberapa kali payudaranya bergoyang kencang, seakan-akan menggoda birahi Glen untuk bisa menjamahnya.
“Aaoo…!”, Laras berteriak ketika Glen tiba-tiba melompat dan berhasil menindih tubuhnya.
Lalu keduanya saling berpandangan.
“Honey, you make me turn on…”, laki-laki itu berbisik lirih di telinga Laras.
Sebuah bisikan yang lebih menyerupai sebuah desahan. Desah nafas Glen membuat sekujur tubuh gadis manis tersebut langsung merinding. Apalagi kemudian ciuman mulai dilancarkan Glen di telinga dan leher Laras. Desah nafas kekasihnya ini terasa begitu terasa hangat di setiap jengkal pori-pori kulit Laras yang dijelajahi ciuman. Deru nafas terdengar semakin memburu ketika tak lama kemudian Glen menyerang bibir Laras dengan pagutan demi pagutan panas. Laras sendiri nampak gelagapan menerima serbuan ciuman seperti itu. Nampak sekali kalau tingkat gairah sang kekasih sudah terlalu tinggi untuk bisa dibendung lagi. Belum lagi Laras mampu mengendalikan dirinya, gadis manis itu bisa merasakan kalau lidah Glen mulai menyeruak masuk ke dalam mulutnya. Lidah itu terasa seperti menari-nari di dalam mulut Laras, sehingga mengakibatkan beberapa kali lidah mereka berdua kerap beradu. Cukup lama juga Laras harus beradaptasi untuk akhirnya mulai dapat menikmati frech kissyang sedang mereka lakukan saat ini. Terlihat sekali kalau tubuh Laras mulai bereaksi menerima stimulasi rangsangan yang diberikan oleh sang kekasih.
“Aaahh…!”, masih tetap dalam keadaan tertindih, desahan pelan terdengar dari mulut Laras ketika tangan kanan Glen mulai nakal meremasi payudaranya dari balik tank top yang dikenakannya.
Di tengah pagutan Glen desahan pelan terus terdengar, bahkan terdengar semakin lirih ketika tangan kanan Glen mulai masuk ke dalam tank top Laras dari bagian bawah. Perbuatan Glen ini mengakibatkan tank top yang dikenakan Laras terangkat tinggi, memperlihatkan secara jelas pusar, perut dan pinggangnya yang ramping. Jari-jari tangan Glen dengan perlahan merabai perut rata tersebut sehingga membuat si pemilik semakin bergelinjang dan bergairah. Tak lama kemudian tangan Glen pun sudah berhasil menyingkap kedua cup bra yang dikenakan Laras sehingga mengakibatkan pakaian dalam hitam bertali transparan itu tidak lagi berada pada posisinya semula. Tank topketat itu pun terlihat sudah terangkat diatas payudara Laras, sehingga bukit kembar sempurna tersebut kini terekspos bebas. Keadaan ini jelas membuat tangan Glen dapat dengan bebas pula merasakan padat dan kenyalnya kedua payudara milik kekasihnya ini. Tak hanya meremas, tangan Glen juga sesekali memilin-milin kedua puting mungil payudara Laras. Puting mungil tersebut pun nampak semakin mencuat ditengah gundukan daging bulat padat yang terlihat mulai menjadi semakin padat.
“Hai mungil…”, Glen mengecup puting payudara kiri Laras dan menyapa ramah tonjolan kecil berwarna coklat tersebut.
Laras menggigit bibir bawahnya menahan geli, kemudian tersenyum simpul ketika melihat tingkah aneh kekasihnya itu.
“Kok nggak jawab sih?”, Glen pun kembali menyapa dan memutar-mutar puting payudara Laras. Kali ini pada bagian yang kanan. “Hai mungil…”.
“Hai juga”, ucap Laras lirih kemudian kembali tersenyum simpul. Senyum itu dibalas senyuman pula oleh Glen.
Laki-laki itu lalu menatap wajah Laras dalam-dalam dan berucap, “You’re so hot baby… so… hot…”. Ucapan ini seolah-olah menekankan kalau kekasihnya ini begitu membuatnya tergila-gila. “Thanks God, you give me one of your angels to be my girlfriend”, dan sebuah ciuman pun mendarat mulus di bibir Laras.
Laras hanya tersipu malu mendengar kata-kata kekasihnya tadi. Laras sebenarnya masih berniat untuk menghentikan perbuatan kekasihnya ini. Hal ini karena sejak tiba di rumah tadi mereka sama sekali belum melakukan apa-apa untuk mempersiapkan acara malam nanti, sedangkan saat ini hari sudah mulai beranjak sore. Tentu akan sangat memalukan apabila tamu-tamu mulai datang dan belum ada hidangan apa-apa untuk disiapkan. Walaupun mereka sudah memesan chatering, namun tetap saja masih ada hal-hal lain yang perlu untuk disiapkan. Namun karena melihat Glen sudah begitu terbakar birahi ia pun membatalkan niatnya.
Kini ia pun hanya bisa berpasrah diri, sambil berharap kalau semua ini akan berakhir dengan cepat. Harapan ini tentu akan jauh berbeda seandainya percumbuan ini terjadi di malam hari setelah acara selesai. Kini lidah Glen tak lagi menyeruak di dalam rongga mulut Laras. Lidah liar laki-laki itu kini nampak lincah menjilati puting payudara kanan milik kekasihnya. Dari beberapa bercak-bercak merah bekas cupangan di permukaan payudara Laras, seakan-akan bisa menggambarkan bagaimana bernafsunya Glen saat ini. Sesekali lidah itu menyapu sekujur permukaan bukit kembar tersebut, dan kemudian bergantian menjilati perut dan pusar Laras.
“Aaah… aah… aahh…”, Laras berdesah sambil sesekali nampak bergelinjang menahan rasa geli. Gadis manis tersebut hanya bisa memegang kepala kekasihnya yang masih nampak liar menciumi dan menjilati tubuh atasnya.
Kembali kedua payudara Laras menjadi sasaran Glen. Melihat bagaimana Glen mengulum dan meremas kedua payudara tersebut, benar-benar terlihat sekali kalau kedua bukit kembar tersebut begitu empuk dan padat. Ditengah aksi-aksinya, Glen melepas kaitan bra Laras kemudian meloloskan pakaian dalam tersebut berikut dengan tank top yang masih melekat pada tubuh gadis itu. Rupanya Glen merasa cukup terganggu dengan keberadaan kedua potong pakaian tersebut. Kini dalam keadaan topless seperti ini, tentu tubuh atas Laras akan bisa semakin bebas ia nikmati tanpa penghalang lagi.
“Sebentar say”, Laras menghentikan kuluman dan sedotan Glen pada payudaranya. Glen menurut namun dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya.
Gadis itu lalu menggeser posisi tubuhnya agak mundur sehingga bersandar di ujung ranjang. Dengan begini maka Laras tidak lagi terlentang namun posisinya berubah menjadi terduduk.
“Ayo sini, lanjut lagi”.
Bagai kerbau dicocok hidungnya Glen pun beranjak mendekati Laras. Tak lama ia pun kemudian kembali terhanyut dalam aktifitasnya menciumi dan menjilati payudara Laras. Laras sesekali mendesah lirih apabila Glen terlalu keras menggigit puting payudaranya, selebihnya ia hanya mengusap-usap kepala Glen penuh kasih sayang. Dari jauh mungkin akan terlihat Laras seperti seorang ibu yang sedang menyusui bayi besarnya. Akibat rangsangan demi rangsangan yang diterimanya dari Glen, kini Laras bisa merasakan kalau perlahan cairan kewanitaannya mulai keluar. Selangkangannya mulai terasa gatal dan basah, menandakan kalau dirinya pun mulai terangsang.
Laras mengendurkan sedikit ikatan tali celananya, lalu menggenggam tangan kanan Glen dan tanpa malu-malu mengarahkan tangan tersebut masuk ke dalam celana pendek yang dikenakannya. Glen sempat melirik ke arah Laras ditengah aktifitasnya pada payudara gadis tersebut. Laras pun menatap sayu ke arah Glen. Seakan mengerti maksud kekasihnya, tangan kanan Glen pun mulai merabai daerah selangkangan kekasihnya tersebut. Jari-jari tangan Glen bisa merasakan bulu-bulu lembut dari balik celana dalam Laras. Ini jelas memperlihatkan bagaimana tipisnya bahan celana dalam tersebut. Bahkan setelah beberapa menit, jari-jari Glen bisa merasakan kalau daerah tersebut mulai terasa lembab dan semakin basah.
“Di buka aja”, ucap Laras lirih.
Glen yang sedang menciumi perut kekasihnya, kemudian memegang ujung celana pendek yang dikenakan Laras dan menurunkannya perlahan. Laras sedikit mengangkat pantatnya untuk memudahkan pekerjaan Glen. Kini pakaian yang tersisa di tubuh sintal Laras hanyalah sebuah G-string berwarna hitam. Hidung Glen langsung digoda oleh aroma yang begitu menggairahkan ketika kini ciumannya mendarat di kedua paha mulus kekasihnya dan terus berlahan naik. Laras pun berlahan membuka kedua pahanya lebar-lebar, ketika ciuman Glen akhirnya mencapai daerah selangkangannya.
“Aaah… aah… aahh…”, desahan pun kembali terdengar, ketika Glen sedikit menggeser kain mungil tersebut dan mulai memainkan lidahnya dengan liar.
Bahkan tubuh Laras nampak menegang ketika beberapa kali lidah Glen menyentuh klitorisnya. Sambil menerima permainan lidah Glen di selangkangannya, Laras secara bergantian meremas-remas sendiri kedua payudaranya. Rangsangan kekasihnya membuat Laras merasakan sensasi geli penuh kenikmatan di sekujur tubuhnya. Setelah cukup lama mengoral lubang kenikmatan kekasihnya yang mulai membanjir, Glen kemudian menghentikan aksinya. Ia lalu menggengam tangan Laras dan giliran membawa tangan kanan ke selangkangannya yang sudah nampak menggelembung.
“Honey, giliran isepin dong…”.
Laras menuruti kata-kata kekasihnya. Lalu keduanya pun berganti posisi. Saat ini Glen-lah yang bersandar di ujung ranjang sedangkan Laras nampak bersimpuh di depannya. Dalam keadaan topless seperti ini payudara Laras terlihat begitu menggairahkan dan menggantung sempurna, apalagi setelah mendapatkan rangsangan demi rangsangan beberapa saat yang lalu. Gadis itu membuka kancing dan resleting celana jeans pendek kekasihnya, kemudian melorotkannya turun berikut boxer yang dikenakan Glen.
Begitu kedua pakaian itu melorot maka langsung mencuat sebuah batang tegang dengan diameter yang cukup besar. Laras pun menggenggam batang tegang tersebut dengan jari-jarinya yang lentik kemudian berlahan mengocoknya dengan lembut.
“Oohh…!”, Glen melenguh nikmat menerima kocokan tangan Laras pada penisnya.
Tanpa melepaskan genggaman pada batang penis Glen, Laras kemudian mencium bibir laki-laki tersebut. Mereka pun berciuman panas untuk beberapa saat. Sambil berciuman tangan Glen mengambil kesempatan untuk meremas bukit kembar sang kekasih. Ketika ciuman itu berakhir, Laras kembali bersimpuh di depan kekasihnya, menunduk dan mulai menjilati ujung kepala penis Glen. Dengan telaten gadis manis itu memainkan lidahnya di selangkangan Glen. Lidah itu terus menjilati secara bergiliran batang penis dan buah zakar laki-laki tersebut.
“Enak say?”, Laras mengeluarkan senyuman menggodanya.
“Oooh… enak banget…”.
Gadis itu pun melanjutkan layanan dengan memasukkan batang penis tersebut ke dalam mulutnya. Batang penis itu pun kini mulai terlihat keluar masuk seiring kuluman Laras. Sesekali ditengah kulumannya, Laras juga mengemut buah zakar Glen sehingga membuat laki-laki itu semakin merancau penuh kenikmatan.
“Terus honey… terus… oooh…”, Glen menyeka rambut yang menutupi wajah manis Laras. Laki-laki itu rupanya ingin melihat ekspresi wajah kekasinya ketika mengoral penisnya.
Sesekali juga Laras mengocok batang penis kekasihnya itu dengan tangannya ketika sejenak beristirahat mengambil nafas. Service oral merupakan salah satu andalan Laras dalam bercinta, selain tentu saja goyangan pinggulnya. Goyangan pinggul Laras hampir selalu berhasil menaklukkan setiap laki-laki yang pernah mengarungi kenikmatan ragawi bersamanya. Sebagai seorang gadis yang sudah berpengalaman di dalam percintaan, tentunya Laras sudah pernah bersentuhan dengan berbagai macam bentuk penis sebelumnya. Memang rata-rata laki-laki yang pernah menjadi kekasihnya, pasti pernah merasakan nikmatnya service oral gadis manis ini. Namun diantara mereka hanya sedikit yang cukup beruntung untuk bisa merasakan nikmatnya goyang pinggul gadis manis tersebut. Penis Glen sebenarnya bukanlah penis terbesar yang pernah dirasakan Laras, namun karena mendengar nasehat Adel maka Laras berusaha mengurangi petualangan cintanya dan mencoba setia pada satu pasangan.
“Ooohh… ooohh… ooohh…”, desahan Glen terdengar lirih setiap kali batang penisnya memasuki mulut kekasihnya.
Glen nampak menengadah sambil memejamkan matanya. Terlihat sekali ia begitu menikmati apa yang dilakukan Laras di bawah sana. Sedangkan Laras masih terlihat sibuk melakukan aktifitasnya dalam posisi menungging. Seandainya saja ada laki-laki lain yang berdiri di belakang Laras mungkin tidak akan tahan melihat pemandangan bongkahan pantat yang begitu padat dan montok.
Laras
Kain kecil yang lebih menyerupai tali berwarna hitam yang ada disana terlihat sama sekali tidak berfungsi sebagai penutup wilayah tersebut. Bahkan ketika Laras sedikit menggeserkan tubuhnya lubang kenikmatan yang ditutupi oleh bulu-bulu tipis di baliknya beberapa kali terlihat mengintip, seakan menggoda mata setiap laki-laki yang melihatnya untuk bisa menerobos masuk ke dalamnya. Ketika Glen sedang berkonsentrasi penuh menikmati kocokan, kuluman dan jilatan Laras di daerah selangkangannya, tiba-tiba terdengar suara telepon dari ruang tamu.
“Say, ada telepon”, Laras menghentikan kulumannya.
Glen membuka matanya, “Biarin aja, lagi enak nih”. Terdengar nada protes dari kata-katanya tersebut.
“Ntar penting lo”.
“Udah anggap aja salah sambung”, Glen menekan pelan kepala kekasihnya sebagai isyarat agar gadis tersebut kembali melanjutkan mengoral batang penisnya.
Laras pun mengalah. Batang penis Glen kembali amblas ke dalam mulut gadis manis tersebut. Kembali dengan telaten Laras mengulum dan menjilati penis kekasihnya. Suara telepon di ruang tamu masih terdengar beberapa kali namun kemudian berhenti. Ketenangan tersebut tidak berlangsung lama, karena kemudian kembali telepon di ruang tamu berbunyi. Kali ini Laras tidak bisa lagi menghentikan aktifitasnya mengoral penis Glen, karena kini laki-laki itu memegang kepalanya agar tetap berada di selangkangannya. Suara telepon itu pun akhirnya berhenti. Namun beberapa menit kemudian justru ponsel Glen yang berada di atas meja giliran berbunyi.
“Apaan sih ganggu banget!”, Glen berteriak kesal.
Laras pun akhirnya bisa mengangkat kepalanya kembali, “Udah say, angkat dulu deh”.
Glen menghela nafas panjang dan tanpa mengenakan kembali celananya, ia pun beranjak dari atas ranjang. Laras sendiri kemudian menyambar kaosnya yang tergeletak di atas ranjang untuk menutupi kedua payudaranya.
“Halo Mi…”.
Glen terlihat sedang berbicara dengan seseorang di ujung telepon. Sedangkan Laras terlihat bersimpuh di atas ranjang sambil menyimak pembicaraan kekasihnya.
“Mami sama papi sudah di bandara?”.
Glen terlihat mengerutkan keningnya.
“Ya udah kalau gitu aku jemput deh”
Pembicaraan pun berakhir. Glen kemudian melangkah menuju ranjang.
“Ortu kamu ya?”.
Glen mengangguk. “Mereka dan juga adik-adik aku sudah di bandara sekarang”.
“Ya sudah, kamu jemput dong”.
“Tapi masih belum tuntas nih”, Glen menunjuk ke arah penisnya yang masih mengacung tegak.
Laras tersenyum melihat ekspresi wajah kekasihnya. “Kan nanti bisa dilanjutin lagi?”.
“Lanjutin sekarang aja yuk, tanggung nih dikit lagi”.
“Nggak… ntar malem aja”.
Sebenarnya Laras juga cukup kesal karena percumbuan mereka harus terputus. Beberapa saat yang lalu dirinya pun sebenarnya sudah mulai terbuai dalam gairah. Namun ia juga tahu waktu yang tersisa sudah terlalu mepet, sehingga dengan halus ia pun harus menolak permintaan quicky sex dari kekasihnya ini.
“Ya deh…”, dengan berat hati Glen pun mengalah. Ia lalu mengambil boxerdan jeansnya kemudian mengenakannya kembali.
Laras sendiri juga mengenakan kembali celana pendek dan tank top-nya, namun tanpa bra dibaliknya. Ia lalu beranjak turun dari ranjang dan bergelayut manja di pundak kekasihnya.
“Jangan cemberut gitu dong hehehe…”.
“Habis lagi enak-enaknya eh malah keputus di tengah jalan”, ekspresi kekecewaan jelas sekali tersirat dari wajah Glen.
“Ntar malem dilanjutin lagi deh, pokoknya tonight I’m totally yours”.
“Promise?”.
“Promise…”.
Mereka berdua pun berciuman. Kemudian Laras menggandeng kekasihnya tersebut menuju pintu depan.
“Kamu bawa pakaian ganti kan?”, Glen bertanya dari dalam mobil.
Laras yang berdiri di pintu gerbang kemudian mengangguk, “Udah kok”.
“Kalau gitu nanti dandan yang cantik ya, kan mau ketemu calon mertua hehehe”.
Gadis manis itu pun hanya terlihat tersenyum memaksa. Tak lama keduanya pun saling melambai. Glen pergi menjemput orang tua dan adik-adiknya, sedangkan Laras kembali melanjutkan persiapan untuk acara malam nanti yang sempat terhenti.
*********
Masih di hari yang sama, di tempat yang berbeda.
Adel sedang membereskan barang-barang di atas meja kerjanya. Jam di dinding telah menunjukkan pukul empat sore kurang lima belas menit. Sebentar lagi jam kantor akan berakhir. Di tengah kegiatan beres-beresnya, ponsel Adel berbunyi dari dalam saku blazernya. Seperti biasa Adel hampir selalu tersentak dibuatnya. Mendengar suara ponselnya sendiri, semakin hari semakin menjadi sesuatu yang menakutkan bagi gadis cantik ini. Dering nada ponselnya seakan kini menjadi pemicu dari bayangan-bayangan menakutkan yang beberapa hari ini ia alami. Rupanya kejadian itu cukup menimbulkan trauma yang mendalam bagi Adel. Dengan berlahan ia mengeluarkan ponselnya dan melihat nomor yang tertera di layar. Kali ini Adel tetap masih bisa bernafas lega. Nomor yang tertera adalah nomor kakaknya.
“Sore mbak Ecy”.
“Sore dik, kamu masih di kantor ya? Sorry nih mbak ganggu”.
“Nggak apa-apa mbak, aku juga mau pulang kok, emang ada apa?”.
“Gini lo Del, ntar kamu bisa mampir bentar nggak ke sekolahnya Jos? Soalnya mbak nggak bisa jemput dia, mbak masih belum selesai tutup buku nih di kantor, biasalah akhir bulan kayak gini”.
Wanita yang dipanggil mbak Ecy oleh Adel ini adalah kakak kandungnya. Adel adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Ecy atau lengkapnya Desiany Lestari, adalah kakaknya yang kedua. Kakak pertama Adel yang bernama Fariska Merliana atau Faris tinggal bersama suaminya di Belanda. Kedua orang tua mereka tinggal berbeda kota dengan Adel dan Ecy. Sejak kecil mereka bertiga memang terbiasa dididik untuk tidak tergantung dengan orang tua. Hal ini akhirnya membuat mereka tumbuh menjadi tiga wanita cantik, ulet, mapan dan mandiri. Jos atau Joshua adalah anak semata wayang dari hasil perkawinan Ecy dengan suaminya. Namun keduanya telah bercerai dan Ecy pun kini berstatus sebagai janda dan single parent bagi Jos. Kesibukannya bekerja di salah satu bank swasta di kota itu memang cukup menyita tenaga dan waktu Ecy, sehingga Adel memang kerap diminta bantuan apabila dirinya mulai kerepotan membagi waktu antara bekerja dan mengurus anaknya. Jos baru beberapa bulan ini menginjak bangku SLTP (=Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Adel yang saat ini masih berstatus lajang sama sekali tidak keberatan jika beberapa kali diminta ikut membantu. Pertama kali datang ke kota ini setelah menamatkan bangku kuliah, Adel sempat tinggal di rumah kakaknya ini. Kemudian Adel pindah setelah mendapatkan pekerjaan. Jos sendiri sudah ia anggap lebih dari sekedar keponakan, karena bagaimanapun ia ikut mengasuh Jos sejak dari balita. Melihat kondisi rumah tangga kakaknya inilah yang membuat Adel berpikir untuk tidak segera menikah. Ia tidak mau keadaan seperti yang dialami oleh kakaknya terjadi juga kepada dirinya. Adel akhirnya berprinsip tidak akan menikah sebelum ia menemukan laki-laki yang dinilai tepat untuk dijadikan suami.
“Bisa sih mbak, memang Jos pulang jam berapa?”.
“Jam empat, nanti setelah kamu anter Jos ke rumah, kamu langsung balik aja”.
“Ya udah, kalo gitu abis ini aku langsung ke sekolah Jos deh mbak”.
“Makasi ya Del, sorry lo ngerepotin”.
“Aduh mbak ini kayak sama siapa aja, nggak usah sungkan gitu ah”.
Percakapan berakhir. Adel pun mempercepat kegiatan beres-beresnya. Suasana ruangan tersebut sudah sepi. Begitu pula dengan suasana kantor di luar ruangan. Laras siang tadi sudah meminta ijin untuk pulang cepat. Mita juga beberapa saat yang lalu sudah meninggalkan kantor. Yang nampak di luar hanya beberapa pegawai yang juga sedang terlihat bersiap untuk pulang. Adel mulai bergegas karena sekolah Jos lumayan cukup jauh dari lokasi kantornya ini. Selesai berberes Adel pun segera beranjak meninggalkan kantornya.
********
“Mami lu telat lagi ya bro?”.
“Iya nih kayaknya, jam segini belum juga nongol”.
“Lu ikut gue aja”.
“Nggak ah, gue tunggu bentar lagi”.
“Ya udah, gue temenin lu kalau gitu”.
Suasana gedung sekolah itu sudah nampak lengang. Hanya nampak satu dua murid yang senasib dengan Jos masih menunggu jemputan. Memang hari ini jam sekolah berakhir agak awal dari biasanya, karena ada agenda rapat guru membahas rencana menghadapi UN (=Ujian Nasional) bagi siswa kelas 3.
“Udah deh, gue jadi ikut lu aja”,
Setelah beberapa menit berlalu tanpa ada tanda-tanda kedatangan ibunya, Jos pun memutuskan untuk pulang bersama temannya ini. Anak bertubuh tinggi tapi kerempeng disamping Jos adalah Coki. Mereka memang cukup akrab karena rumah mereka yang berlokasi cukup berdekatan. Baru hendak beranjak dari posisi mereka, sebuah mobil Jazz silver memasuki areal sekolah. Melihat mobil tersebut, Jos dan Coki pun menghentikan langkah mereka. Setelah mobil itu terparkir dengan baik, beberapa saat kemudian terlihat seorang gadis cantik keluar dari dalamnya.
“Itu kan tante gue, kenapa dia kesini ya?”.
“Itu tante lu bro?”.
“Iya… memang kenapa?”.
“Gile bener! Bohay banget tante lu… mantep pisan!”.
“Eh, mulai deh pikiran ngeres lu keluar”.
“Liat yang kayak gini, cowok mana sih yang nggak ngeres bro?”, wajah Coki langsung menampakkan ekspresi kemupengan tingkat tinggi ketika gadis itu mendekati mereka. Gadis cantik itu tak lain dan tak bukan adalah Adel.
“Udah lama nunggu ya Jos? Sorry tante telat jemputnya”.
“Mami yang nyuruh jemput ya tante?”.
Adel tersenyum manis kemudian mengangguk. Coki yang berada di samping Jos masih nampak terkesima melihat gadis cantik di depannya. Seorang gadis cantik yang berbalut blazer hitam dan rok span pendek dengan warna senada. Sosok yang begitu menampakkan keelokan, kefeminiman dan keeleganan seorang wanita dewasa. Adel bak seorang bidadari untuk bocah seusia Coki. Ekspresi mupeng begitu terlihat jelas dari wajahnya. Pikiran mesum Coki membuatnya benar-benar bergairah saat ini. Seolah-olah melihat gadis cantik dan sexy yang biasa ia lihat di dalam bokep-bokep miliknya, kini berdiri nyata di hadapannya.
“Aduh, Jos jadi nggak enak nih ngerepotin tante”.
“Nggak apa-apa kok, yuk tante anter pulang”.
Jos langsung menyikut tubuh Coki yang masih terbengong. Syukur bocah kerempeng itu tidak sampai membuka mulutnya lebar dan mengeluarkan air liur akibat menahan konaknya. Coki pun langsung tersadar dari lamunannya akibat sikutan Jos.
“Cok, gue nggak jadi bareng lu”.
“OK, nggak apa-apa”.
“Yuk dik, mbak duluan”, Adel tersenyum ramah ke arah Coki.
“I… iya mbak”, bocah kerempeng itu hanya bisa terbata.
Coki pun kembali hanya bisa menatap mesum ke arah Adel yang beranjak menjauh diikuti oleh Jos yang berjalan di sampingnya. Gerakan tubuh Adel ketika berjalan benar-benar menyihir mata bocah tersebut. Sungguh pemandangan yang akan selalu melekat dalam otaknya.
“Memang mami bilang kemana tante?”, Jos bertanya sambil terlihat asyik menikmati alunan lagu hip hop yang mengalun dari tape mobil.
“Katanya sih masih sibuk di kantor, soalnya musti lembur”.
“Oh iya, sekarang akhir bulan ya?”, Jos menghembuskan nafas panjang.
“Memang kenapa?”.
“Nggak apa-apa sih, cuma kalau akhir bulan mami memang suka pulang telat”.
Sebagai seorang anak kecil yang baru beranjak dewasa, kehidupan tanpa orang tua yang lengkap kadang dirasa dicukup berat untuk Jos. Disatu sisi ia masih memerlukan kasih sayang dari orang tua sebagai tempat untuk berbagi, sedangkan disisi lain ia juga harus mengerti kalau kedua orang tuanya kini tidak lagi hidup bersama dalam satu rumah. Kadang Jos merasa kesepian ketika ibunya harus disibukkan dengan segala aktifitas pekerjaannya. Memang ayahnya beberapa kali datang untuk menengoknya, namun bagaimanapun ayahnya tetap tidak bisa ia miliki sepenuhnya karena telah memiliki keluarga barunya sendiri.
“Kalau biasanya mami nggak jemput, Jos pulang naik apa?”.
“Kalau nggak naik angkot, ya bareng temen”.
“Jos udah makan?”.
“Udah tante”.
Adel yang sedang mengemudi sama sekali tidak menyadari kalau sambil menanggapi pertanyaan-pertanyaannya Jos sejak tadi mencuri-curi pandang ke arah tubuhnya. Sebagai seorang cowok normal bentuk tubuh sempurna seperti milik Adel tentunya sangat menggoda mata Jos. Apalagi rok span Adel yang berukuran cukup pendek, semakin menambah indah pemandangan yang sesungguhnya sudah sangat indah. Layaknya seorang anak laki-laki ABG (=anak baru gede) yang sedang memasuki masa puber, bagian-bagian sensitif dari tubuh wanita mulai akan menjadi perhatian khusus bagi anak seumuran Jos. Kenakalan-kenalan seperti mencolek dada, meremas pantat atau mengangkat rok menjadi seolah-olah sesuatu yang “wajar”. Namun untuk tantenya yang satu ini tentunya memiliki konteks yang berbeda. Apa yang ada di balik blazer tersebut, tentu berbeda dengan apa yang ada di balik hem putih yang dikenakan perempuan-perempuan di sekolah Jos. Begitu pula yang ada di dalam rok span ketat tersebut, tentu juga berbeda dengan apa yang ada di dalam rok biru perempuan-perempuan di sekolahnya. Tak terasa jantung Jos pun mulai nampak berdetak kencang. Tantenya ini kalau dibandingkan dengan ibu dan juga tantenya yang lain memang memiliki wajah yang paling menarik. Bukan berarti ibu dan tantenya yang di luar negeri tidak cantik, namun kecantikan Tante Adel, begitu panggilan Jos biasanya, terbilang begitu alami. Selain itu karena masih berstatus lajang tentu tubuh tantenya ini masih sangat terjaga keindahannya, karena belum dirusak oleh proses mengandung dan melahirkan. Memang sudah cukup lama Jos tidak melihat tantenya ini. Saat ini seakan-akan Jos baru menyadari kalau apa yang dikatakan Coki tadi memang benar adanya.
“Jos... Jos... diajak ngomong kok malah diem aja?”
“Eh... apa tante? Maaf Jos tadi nggak denger”, Jos tersadar lamunannya.
“Tadi tante tanya Jos berani nggak sendirian di rumah?”.
“Oh... nggak apa-apa tante, Jos sudah biasa kok”.
Ekor mata Jos rupanya masih tergoda untuk kembali melirik ke arah Adel. Dalam posisi mengemudi seperti ini membuat rok Adel terangkat cukup tinggi. Kini sepasang paha mulus dan padat tersebut hampir setengahnya terekspos bebas. Jos berusaha untuk tetap berkonsentrasi dan tidak sampai terhanyut dalam nafsu mudanya. Ia menyadari bagaimana pun yang duduk disampingnya adalah tantenya sendiri, saudara kandung dari ibunya. Beberapa kali ia nampak menelan ludah. Jantungnya pun berdetak makin kencang. Nafsu lelakinya sedang berperang dengan akal sehatnya. Apalagi rok itu semakin terangkat ketika kedua kaki Adel bergiliran menginjak rem, gas dan kopling. Seandainya saja Jos bisa sedikit merundukkan kepalanya kedasboard, mungkin ia akan bisa melihat isi di dalam rok ketat tersebut. Jos berusaha sekuat tenaga untuk mengusir pikiran jahat di dalam otaknya dengan membuang pandangannya keluar jendela. Jos berharap dengan memperhatikan apa yang mereka lintasi bisa membantunya mengendalikan dirinya sendiri. Akhirnya tak ada lagi percakapan yang terdengar dari keduanya. Yang terdengar kini hanya alunan musik dari tape mobil Adel. Ditengah kesunyian tersebut tiba-tiba terdengar suara nada dering ponsel. Jos melihat tantenya mengeluarkan ponsel dari saku blazernya dengan ragu-ragu. Begitu melihat ke layar ponselnya, wajah tantenya terlihat langsung berubah pucat. Dengan tiba-tiba saja tantenya ini membanting setir dan meminggirkan mobil ke pinggir jalan.
“Ada apa tante?”.
“Nggak apa-apa kok, kamu tunggu bentar ya”.
Adel lalu meletakkan ponsel tersebut di telinganya.
“Halo…”.
“Hai cantik, masih ingat aku?”.
“Mau apa kamu sekarang?”, sesungguhnya di dalam hati Adel ingin sekali berteriak, namun ia sadar ia tidak bisa melakukan itu di depan keponakannya.
“Hahaha… seperti biasa selalu saja galak dan cetus, tapi aku suka sekali dengan tipe wanita seperti ini”.
“Cepat serahkan rekaman itu padaku”.
“Hhhm… sungguh kebetulan, aku juga ingin sekali bertemu denganmu, kamu tahu karaoke *** di Jalan ***?”.
“Tahu…”, Adel menjawab ragu.
“Aku tunggu kamu disana sekarang”.
“Tapi…”. belum selesai Adel berbicara tiba-tiba saja pembicaraan tersebut terputus.
Hari yang ditakutkan Adel pun akhirnya tiba. Ia kembali harus berhadapan dengan laki-laki misterius yang mengaku bernama Prasetyo tersebut. Laki-laki yang merusak total kehidupannya. Laki-laki yang selalu memberi mimpi buruk di setiap tidurnya. Laki-laki yang dengan kasar telah menikmati kehangatan tubuhnya tanpa ada ikatan apapun. Namun ditengah ketakutan, kekesalan dan kemarahannya tersebut, ia tahu kalau ia tetap harus menemui laki-laki itu lagi untuk bisa mengakhiri semua ini.
“Maaf ya Jos, temen tante tiba-tiba nelpon nih jadi ntar tante kayaknya nggak bisa nemenin Jos sampai mami Jos dateng”.
“Nggak apa-apa kok tante, tadi kan Jos juga sudah bilang kalau Jos sudah biasa sendiri di rumah”.
“Ya udah, kalau gitu tante anter Jos sampai depan rumah aja ya”.
Jos pun hanya mengangguk.
Tidak seperti tadi, Jos merasa kalau kini tantenya mengemudikan mobil dengan tergesa-gesa. Jos sama sekali tidak berani berkomentar dan hanya bisa duduk terdiam. Yang ia tahu hanyalah telepon tadi terlihat cukup mengganggu pikiran tantenya ini. Kecepatan mobil yang sangat tinggi membuat mereka sampai di tujuan dalam waktu yang relatif singkat. Kini mereka telah sampai di depan sebuah rumah kecil di dalam sebuah komplek perumahan. Rumah itu terlihat cukup sederhana jika dibandingkan dengan rumah-rumah lain disebelahnya. Jos pun langsung turun dari mobil.
“Makasi ya tante”.
“Iya sama-sama Jos, maaf ya sekali lagi tante musti buru-buru”.
Jos hanya menganggukkan kepalanya dan menutup pintu mobil. Dari balik kaca Adel nampak melambaikan tangan ke arah Jos. Jos pun menyambut dengan lambaian. Mobil itu pun kemudian kembali melaju meninggalkan Jos yang masih berdiri termangu.
********
Mobil Adel terlihat memasuki sebuah pelataran parkir. Di depannya nampak sebuah gedung bertuliskan Bar & Karaoke ***. Tempat ini tidak begitu asing baginya Adel karena semasa kuliah dulu ia sempat beberapa kali datang ke tempat ini bersama dengan teman-temannya. Apalagi dari luar terlihat tidak terlalu banyak perubahan dari tempat ini. Di pelataran parkir masih tidak banyak terlihat kendaraan. Hanya nampak beberapa mobil yang terparkir rapi di areal tersebut. Kelihatannya di dalam belum cukup ramai. Hari memang masih terlalu sore bagi orang-orang untuk menghabiskan waktu di tempat seperti ini. Adel keluar dari dalam mobil dan beranjak menuju pintu depan. Di depan pintu masuk Adel mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sebuah nomor. Sebelum ponselnya tersambung, Adel sempat melihat tiga orang body guard bertubuh besar dan berwajah sangar, menatap nanar ke arah dirinya. Sebuah tatapan bak seekor harimau yang sedang melihat mangsa empuk untuk mereka terkam. Dengan cepat Adel buru-buru mengalihkan pandangannya kembali ke areal parkir, sehingga tak perlu lagi beradu pandangan dengan ketiga laki-laki menyeramkan tersebut.
“Kamu dimana?”.
“Masuk saja ke dalam room 8”.
Adel memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu masuk ke dalam gedung. Di dalam Adel melihat beberapa orang sedang berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil. Beberapa laki-laki terlihat menatap tajam ke arah dirinya. Adel merasa cukup risih berlama-lama sendirian di tempat seperti ini. Maka dari itu ia berusaha bergegas mencari room 8 sebagaimana dimaksud Pras. Begitu menemukan pintu yang dicarinya, Adel segera masuk ke dalamnya. Ruangannya itu berukuran cukup besar. Dua buah sofa kecil dan sebuah sofa panjang serta sebuah meja kayu kecil berada di tengah ruangan. Di depannya ada sebuah televisi besar lengkap dengan perlengkapan karaokenya. Mungkin ruangan itu bisa menampung kurang lebih sekitar 5-7 orang. Dasar lantai ruangan ditutupi karpet, sedangkan dinding-dindingnya ditutupi peredam suara berbahan tebal. Di dalam ruangan Adel melihat sesosok laki-laki yang paling dibencinya saat ini sedang duduk santai sambil menikmati sebatang rokok. Laki-laki itu langsung tersenyum ke arahnya. Jika melihat sosok Pras dari luar mungkin orang tidak akan menyangka ada sisi liar dalam diri laki-laki tersebut. Perawakan yang tinggi, macho, rapi dan tegap, seakan-akan memancarkan kemaskulinan seorang laki-laki sejati. Namun semua itu berubah ketika berhadapan dengan Adel. Di depan Adel, Pras bak seorang iblis yang mampu menyiksa korbannya tanpa belas kasihan. Laki-laki itu juga ibarat seorang tukang jagal yang siap membantai Adel tanpa perikemanusian. Don’t jugde the book from it’s cover, mungkin ini yang paling sesuai untuk menggambarkan sosok Prasetyo, si laki-laki misterius dalam kehidupan Adel.
“Adelia Pramesti Devi… wanita penuh pesona dan keindahan, selamat datang!”, laki-laki itu langsung berdiri bak seorang pangeran yang menyambut kedatangan seorang puteri cantik dari negeri seberang di istananya.
“Aku kesini hendak meminta rekaman itu!”, ucap Adel ketus.
“Adel… Adel… kamu masih saja begitu naif mengira kalau aku akan menyerahkan rekaman itu sebegitu gampang kepadamu? Lagi pula apa kamu berpikir aku akan begitu ceroboh membawa rekaman itu kemana-mana? Itu tentu sangat beresiko”.
“Lalu kenapa kamu memintaku untuk datang kesini?”.
“Kamu mau memesan minum?”, laki-laki itu menghisap rokoknya dan asap pun kemudian mengepul dari mulutnya.
“Sudah jangan pakai basa-basi!”.
“Ah… langsung to the point, aku suka itu!”, laki-laki itu lalu kembali duduk dan mematikan rokoknya pada asbak di atas meja. “Aku kesini hendak menemui klien penting dari luar negeri, mereka akan datang satu jam lagi, jadi sambil aku menunggu apa salahnya kalau aku meminta kamu datang untuk sedikit “bersenang-senang” hahaha…”.
“Jadi kamu anggap semua ini senang-senang ya? Kamu mungkin bisa bersenang-senang, tapi apa kamu pikir aku juga bisa bersenang-senang dengan semua keadaan ini?”, nada bicara Adel terdengar semakin tinggi. Terlihat sekali kalau saat ini kekesalannya sudah memuncak terhadap laki-laki di hadapannya ini.
“Jadi kamu keberatan?”.
“Wanita waras manapun jelas akan keberatan dengan permintaan gilamu!”.
“Apa kamu bilang tadi?”.
“Kamu itu gila… tidak waras… psikopat!”, umpatan Adel terdengar semakin keras.
Laki-laki itu kemudian berdiri. Tak ada lagi senyuman di raut mukanya. Ia lalu berjalan mendekati Adel. Raut wajah Adel terlihat begitu tegang ketika laki-laki tegap itu mendekatinya.
Dan ketakutan Adel terbukti. Sebuah tamparan langsung mendarat keras di pipi kanan Adel sehingga membuat gadis cantik itu tersungkur di sofa. Tas jinjing milik Adel pun ikut terpendal dan membuat beberapa barang yang ada di dalamnya berserakan keluar, termasuk ponselnya. Adel meringis menahan rasa perih di pipinya. Kebencian yang sudah memuncak membuat Adel tidak ingin terlalu lama larut dalam rasa sakitnya itu dan segera berdiri. Dengan sekuat tenaga ia melayangkan tangan kanannya untuk memukul laki-laki jahanam di depannya. Namun apalah arti tenaga seorang wanita seperti Adel di depan laki-laki kekar seperti Pras. Dengan sigap Pras menangkap tangan Adel dan dengan cepat memelintir tangan tersebut. sehingga kembali Adel harus tersungkur di atas sofa.
“Aaakhh…!”, Adel berteriak kencang, karena rasa sakit pada tangannya yang saat ini masih dipelintir Pras.
Tangan kanan Pras masih dengan kencang menempelkan tangan Adel yang di pundaknya sendiri, sedangkan tangan kirinya juga dengan kencang menekan kepala Adel pada sofa. Adel sendiri terdengar mulai menangis tersedu-sedu karena ketidakberdayaannya dan rasa sakit yang ia rasakan saat ini.
“Kamu masih saja liar!”, Pras semakin menekan kepala Adel di sofa.
“Aaakkh…!”, kembali Adel hanya bisa berteriak menahan sakit.
“Agaknya aku harus bekerja lebih keras untuk membuatmu jinak”.
“Lepaskan aku bangsat!”.
Mendengar umpatan Adel, laki-laki itu justru semakin mengencangkan pelintiran tangannya.
“Aaakkh…”.
“Aku akan terus menyakiti kamu sampai aku mendengar kamu memelas meminta ampun”.
“Ti… tidak akan!”.
Ego Pras sebagai seorang laki-laki pun seakan terlecehkan oleh kata-kata bernada tantangan yang dikeluarkan Adel. Tanpa segan laki-laki itu semakin menekan kepala Adel ke sofa dan semakin mengencangkan pelintirannya pada tangan gadis tersebut.
“Aaakkh….!”, teriakan Adel terdengar semakin kencang. Isak tangis perlahan mulai terdengar keluar dari mulut gadis cantik tersebut.
“Kita lihat sampai mana kamu kuat menahan sakit”.
“Ampun Pras…”. Suara itu terdengar begitu lirih.
“Apa? Aku tidak dengar!”.
“Am… ampun Pras… sa… sakit!”, suara Adel yang memelas di tengah isak tangisnya rupanya sedikit membuat laki-laki itu iba, sehingga berlahan ia mengendurkan tenaganya walaupun sama sekali tidak terlihat adanya niat untuk melepaskan Adel dari posisinya saat ini.
Ketika Pras berlahan mengendurkan pegangannya, Adel mengambil kesempatan ini untuk membalikkan tubuhnya dan mendorong tubuh laki-laki itu sekuat dia bisa. Pras yang tidak siap menerima serangan Adel menjadi terhuyung-huyung dan kemudian terjerembab di lantai. Hampir saja punggung Pras terhantuk meja saat terjatuh tadi. Ketika laki-laki itu terjatuh, Adel segera berdiri dan dengan segala tenaganya yang masih tersisa berusaha berlari menuju pintu keluar. Namun hanya beberapa langkah, Pras berhasil menyambar kaki kiri Adel sehingga gadis itu pun tersungkur dengan keras di lantai dengan posisi tengkurap. “Aakhh…!”, beruntung lantai ruangan karaoke tersebut di lapisi karpet, kalau tidak mungkin tubuh Adel tidak akan kuat menerima benturan yang sedemikian keras.
“Dasar wanita binal…!”, Pras berdiri dan merabai pundaknya yang masih terasa sakit akibat terjatuh tadi. Ia lalu melempar meja kecil di belakangnya sehingga terpental mengenai dinding. “Masih mau melawan!”, dengan kasar Pras kemudian menendang pinggang Adel.
“Aaakkh…!”, kali ini Adel benar-benar merasakan sakit yang luar biasa di pinggangnya. Ia hanya bisa menangis sekencang-kencangnya. Namun seberapa pun kencangnya Adel menangis dan berteriak, orang-orang di luar tidak akan pernah mendengarnya karena peredam suara pada dinding-dinding ruangan tersebut begitu tebal. Wajah cantiknya kini sudah terlihat basah oleh air mata. Kini Adel hanya bisa pasrah menerima siksaan Pras karena hampir tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk dipakainya melawan.
“Kenapa diam? Ayo… lawan aku lagi!”, kembali sebuah tendangan kembali mendarat di pinggang Adel.
“Aaakkh…!”.
Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat tenaga Adel semakin lemah. Jangankan untuk bergerak, bahkan untuk sekedar berteriak pun gadis cantik itu seakan tidak memiliki tenaga lagi. Isak tangis yang terdengar pun kini semakin lirih, tidak sekencang di awal tadi.
Melihat Adel yang hanya bisa terbaring lemah menerima dua tendangannya tadi, Pras menghentikan sejenak siksaannya. Ia merapikan kembali jas dan dasi yang dikenakannya, berikut tatanan rambutnya. Pras lalu berjongkok di samping tubuh Adel yang terbaring lemah. Ia lalu membalik tubuh Adel sehingga posisinya menjadi terlentang.
Terlihat sekali dari tatapan mata Adel yang sayu kalau saat ini tenaga gadis cantik ini sudah cukup banyak terkuras menahan rasa sakit di tubuhnya. Isak tangis masih terdengar begitu lirih. Lebam merah terlihat membekas di kedua pipi Adel bekas tamparan Pras beberapa saat yang lalu.
“Masih mau melawan?”.
Adel tetap hanyabisa menatap sayu sambil meringis ke arah wajah Pras.
“Adel… Adel… jika saja kamu mau menuruti kata-kataku pasti kamu tidak perlu mengalami siksaan seperti ini”, Pras mengusap air mata di kedua pipi Adel. Ia lalu menyeka rambut yang menutupi wajah Adel. “Sungguh luar biasa, bahkan dalam keadaan seperti ini pun kamu masih saja terlihat cantik hahaha…”.
“Dasar iblis!”, makian Adel terdengar hampir menyerupai bisikan.
“Ternyata kamu masih punya tenaga buat mencaci maki ya? Hahaha…”.
Pras menggenggam kerah blazer yang dikenakan Adel dan mengangkat tubuhnya sehingga gadis itu kini berada dalam keadaan posisi terduduk. Pras mendekatkan wajahnya ke wajah Adel. “Dengar…! Kamu boleh menyebutku dengan sebutan apa saja, jahanam, iblis, maniak, setan, apa saja… tapi seperti kataku sebelumnya, kamu itu milikku sekarang dan kamu harus belajar untuk menyadari itu!”.
“Puuiih…!”, dengan geram tiba-tiba saja Adel meludahi wajah Pras.
Hal ini kontan saja membuat Pras kembali naik pitam. Dengan kasar laki-laki itu menghempaskan kembali tubuh Adel ke lantai. Adel hanya bisa meringis karena rasa sakit di punggungnya yang cukup keras menghantam lantai. Namun rasa sakitnya ini hanya melengkapi rasa sakit di sekujur tubuhnya yang sudah sejak tadi ia rasakan begitu menyiksa.
Pras berdiri dan menyeka ludah di wajahnya. Terlihat sekali ekspresi kemarahan di wajah laki-laki tersebut.
“Kamu harus membayar atas kelancanganmu ini!”.
Adel memejamkan matanya, seakan-akan berusaha mempersiapkan diri untuk menerima siksaan lanjutan yang mungkin akan diterimanya dari Pras. Namun beberapa saat memejamkan mata, tak ada satupun tamparan, pukulan ataupun tendangan yang ia rasakan.
Perlahan ia pun membuka matanya. Adel pun merasa heran karena Pras tidak terlihat lagi di posisinya berdiri tadi. Tidak hanya itu, ketika dengan berlahan Adel mengangkat tubuhnya dan mulai menyapu pandangannya di sekeliling ruangan laki-laki tersebut tidak juga terlihat batang hidungnya. Ke mana laki-laki jahaman itu pergi? Pikir Adel dalam hati. Rasa sakit masih terasa di sekujur tubuh Adel. Sesungguhnya Adel ingin sekali pergi meninggalkan ruangan ini saat ini juga, namun kedua kakinya terasa begitu lemah untuk bisa ia gerakkan. Belum hilang rasa heran Adel, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan sosok yang dicari Adel tadi pun berdiri di depannya. Namun kini tidak hanya Pras yang berdiri di depannya. Disamping laki-laki itu kini berdiri tiga sosok laki-laki lain. Adel ingat benar sosok ketiga laki-laki bertubuh besar dan berwajah sangar tersebut. Ketiganya adalah body guard penjaga karaoke yang ditemuinya di depan pintu masuk ketika ia datang tadi. Lalu kenapa mereka bisa ada disini bersama Pras? Kembali sebuah pertanyaan terlontar dalam hati Adel. Ketiga laki-laki berwajah sangar itu memang adalah body guard di tempat karaoke tersebut. Dua orang memiliki tubuh yang tinggi besar dan berotot. Keduanya masing-masing bernama Yoyok dan Samsul. Sedangkan satu lagi yang bertubuh agak pendek dan gempal, bernama Karso. Yoyok berkumis tebal dan berambut gondrong dikuncir ke belakang. Samsul berkepala botak dan memiliki codet di pipi kanannya. Luka ini diperolehnya ketika masih berprofesi sebagai tukang pukul dari salah satu konglomerat di kotanya. Sedangkan Karso juga berambut gondrong namun keriting. Sekujur tubuhnya penuh tato berbagai macam gambar memberikan kesan seram bagi yang melihatnya. Apalagi ditambah brewok tipis sepanjang wajahnya seakan menambah kesan seram tersebut. Ketiganya adalah preman kampung di desanya masing-masing sebelum mereka memutuskan untuk mengadu nasib di kota. Tanpa adanya latar pendidikan sama sekali, tentunya sangat sulit untuk mencari pekerjaan di kota besar. Dengan latar belakang profesi yang pernah mereka lakukan demi menyambung hidup, mereka pun akhirnya dipertemukan di karaoke ini sebagai tenaga keamanan.
“Ini ceweknya Bos?”, celetuk Yoyok.
Pras mengangguk, sambil tetap menatap tajam ke arah Adel.
“Gile bener! Mimpi apa kita semalem ya Yok? Tiba-tiba ketiban duren runtuh gini? Hehehe…”, kini giliran Samsul yang bersuara.
“Dari cewek ini dateng tadi, gue udah kesemsem ngeliatnya Sul hehehe…”, ekspresi mupeng begitu tergambar jelas dari wajah Yoyok.
“Beneran gratis nih Bos?”, Karso pun akhirnya angkat bicara.
Kembali Pras hanya mengangguk, tanpa sama sekali melepaskan pandangannya dari Adel yang masih terlihat tergolek lemah di lantai.
Adel mempunyai perasaan tidak enak mendengar celoteh ketiga laki-laki sangar dan buruk rupa di depannya ini. Ia seakan-akan bisa merasakan kalau sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
“Tunggu apa lagi bapak-bapak?”, Pras berujar lantang.
Mendengar kata-kata Pras tadi, ketiga laki-laki itu pun berlahan beranjak maju mendekati Adel. Adel yang melihat ketiga laki-laki itu bergerak maju dan semakin mendekatinya, berusaha menggeser tubuhnya mundur untuk menjauh. Gadis cantik itu terlihat begitu ketakutan melihat tatapan tajam dan seram dari ketiga laki-laki tersebut. Ketika ketiga laki-laki itu mendekati Adel, Pras sendiri justru nampak tenang melangkah menuju sofa, untuk kemudian duduk santai dan mengeluarkan satu bungkus rokok dari dalam saku jasnya.
“Jang… jangan mendekat!”, Adel berteriak tergagap. “Pras, kamu tidak bisa melakukan ini padaku!”, kini Adel berteriak ke arah Pras.
Pras dengan tatapan dingin, masih tetap terduduk di sofa dengan tenang. Laki-laki itu sama sekali tidak bergeming mendengar teriakan Adel.
“Tenang aja Non, kita ini nggak bakal nyakitin Non hehehe…”, Samsul menyeringai mesum.
Yoyok lalu menimpali, “Iya Non, malahan kita-kita ini mau ngasi Non kenikmatan yang luar biasa hahaha…”.
“Pergi… pergi kalian!”, Adel berusaha menggeser tubuhnya mundur. Namun tanpa disadari Adel dengan posisi menggeser tubuhnya seperti itu, membuat roknya tersingkap beberapa kali. Kedua betis indah dan paha mulus serta celana dalam yang sesekali terlihat mengintip secara bergantian menggoda mata ketiga laki-laki tersebut. Sepatu yang semula dikenakannya pun terlepas akibat gerakan Adel tersebut.
“Lu liat pahanya Kar? Mulus banget! Hahaha…”.
“Iya nih, luarnya mulus kayak gini, gimana dalemnya? Ya nggak Yok?”.
“Bener banget! Musti buru-buru dipretelin nih hahaha…”. Ketiga laki-laki itu terus mendekati Adel sambil berusaha mengintimidasi gadis tersebut.
Adel berusaha terus bergerak mundur sampai akhirnya gerakannya terhenti oleh tembok ruangan.
Gadis itu pun kini terpojok sedangkan di hadapannya berdiri tiga orang laki-laki berwajah seram yang terlihat begitu bernafsu melihat ketidakberdayaannya.
“Pak, saya mohon… jangan lakukan…”, Adel masih berusaha meminta belas kasihan dari ketiga laki-laki di hadapannya, namun kata-kata gadis cantik tersebut jelas sekali tidak mampu mengurangi niat jahat dari ketiganya.
Sedangkan di sofa, Pras masih terlihat begitu menikmati live show yang tersaji di hadapannya. Sesekali asap rokok terlihat mengepul dari mulutnya.
“Kita garap ini cewek sekarang ya Bos?”, Karso seolah-olah meyakinkan kembali kalau Pras memang benar-benar memperbolehkan mereka untuk menikmati tubuh gadis cantik tersebut.
Pras pun hanya mengangguk.
“Ayo kita mulai Yok, Sul…!”.
Melihat calon korbannya sudah terdesak tidak berdaya dan juga setelah mendapat “ijin” Prasetyo, segera saja Yoyok dan Samsul menyergap kedua tangan Adel dari sisi kanan dan kiri. Adel pun langsung berontak dan meronta sekuat tenaga. Walaupun bertubuh besar, namun keduanya tampak cukup kesulitan memegangi kedua tangan Adel yang terus meronta dan meronta.
“Lepaskan aku… kalian bajingan!”.
“Hahaha… gue suka cewek galak kayak kini Sul, makin semangat gue pengen nge-garepnya”, Yoyok tertawa mesum.
Melihat kedua temannya terlihat kesulitan, Karso bergerak mendekati Adel dari depan berusaha membantu memegang tubuh gadis tersebut. Namun belum beberapa langkah berjalan, tiba-tiba saja Adel melayangkan tendangan ke arah selangkangan Karso.
“Anjriiit…!”, Karso langsung berteriak kesakitan, sambil memegangi selangkangannya. “Brengsek! Kurang ajar!”, umpatan demi umpatan keluar dari mulut Karso. Dari ekspresi wajahnya yang nampak memerah, terlihat sekali kalau tendangan Adel tadi cukup keras menghujam daerah selangkangannya.
Yoyok dan Samsul yang melihat perbuatan Adel, semakin mempererat pegangan mereka masing-masing pada kedua tangan gadis tersebut.
“Kar, lu nggak apa-apa?”, Samsul berteriak sambil terus berusaha menahan rontaan Adel.
Agak lama Karso merintih menahan sakit, sebelum akhirnya berlahan rasa sakit itu berkurang. Namun begitu rasa sakit tersebut berlahan mereda, Karso dengan cepat berjalan mendekati Adel.
“Gue hajar lu!”, sebuah tamparan keras pun mendarat di pipi kanan gadis tersebut dan kemudian disusul tamparan pada pipi kirinya.
Akibat dua tamparan keras tersebut membuat pandangan Adel menjadi berkunang-kunang. Rontaan gadis cantik itu pun berhenti dan ia terlihat lunglai. Jika saja kedua tangannya tidak dipegangi oleh Yoyok dan Samsul mungkin tubuh Adel akan langsung ambruk ke lantai. Dan benar saja, ketika kemudian kedua laki-laki itu melepaskan pegangannya, tubuh Adel langsung ambruk tertelungkup ke lantai. Melihat itu Karso yang masih geram akibat tendangan Adel tadi, langsung membalik kasar tubuh gadis tersebut. Walau pandangannya terlihat sendu seperti tanpa tenaga, namun Adel masih terlihat tersadar.
“Yok, Sul, udah buruan kita garap wanita jalang ini!”.
Karso langsung membuka paksa blazer yang dikenakan Adel, sehingga mengakibatkan beberapa buah kancing terlepas paksa dari posisinya. Yoyok dan Samsul pun kini ikut berjongkok di depan tubuh Adel yang terkulai lemah. Tanpa perlawanan sama sekali blazer hitam itu pun terlepas dan terlempar entah kemana. Ketiga laki-laki menatap nanar ke arah kedua payudara Adel. Walapun masih tertutup tank top ketat berwarna biru muda, namun kedua bukit kembar tersebut terlihat begitu padat dan menggoda.
“Gile padet banget!”, Karso meremas-remas payudara kanan Adel.
Tindakan Karso ini langsung diikuti Yoyok yang meremas payudara kiri si gadis.
“Ayo buka saja semuanya sekalian, pengen liat toket non cantik ini”, Yoyok berujar mesum.
Ketika Karso berusaha membuka tank top-nya, Adel berusaha mencegahnya dengan cara beberapa kali menepis tangan laki-laki bertato tersebut. Walaupun sebenarnya tenaga yang tersisa di tubuhnya sudah sangat minim, namun Adel masih berusaha untuk mempertahankan kehormatannya sebagai seorang wanita. Karso pun akhirnya harus meminta bantuan kedua rekannya untuk bisa melepaskan tank top tersebut. Yoyok dan Samsul kemudian memegang kedua tangan Adel dan menaikkannya ke atas, sehingga berakhirlah perlawanan gadis cantik tersebut. Tank top berikut dengan bra putih yang merupakan pakaian terakhir yang menempel di tubuh atas Adel kemudian sukses terlepas tanpa perlawanan sama sekali. Pegangan tangan Yoyok dan Samsul terasa begitu kuat, sehingga kini gadis tersebut dibuat sama sekali tidak bisa menutupi ketelanjangan tubuh atasnya. Air mata kembali mengalir dari kedua mata Adel sambil sesekali terdengar isak tangis lirih.
“Gue duluan ya”, Karso langsung membungkukkan tubuhnya hendak menikmati payudara Adel. Namun terdengar protes dari Yoyok.
“Ntar dulu Kar, lu nggak bisa main duluan gitu, kita-kita kan mau juga”.
“Lu-lu pada ngeyotnya abis gue aja”.
“Lu nggak boleh gitu dong Kar!”.
“Udah kita undi aja biar lebih adil, gimana?”, Samsul menimpali.
“OK!”, Yoyok dan Karso berseru hampir bersamaan.
Dengan tetap memegangi kedua tangan Adel, mereka bertiga lalu melakukan permainan hom pim pa seperti anak-anak kecil yang memperebutkan urutan pertama menikmati tubuh ranum gadis cantik di hadapannya.
“Hahaha… tuh… gue kan yang menang, udah lu-lu pada atur aja siapa giliran sehabis gue”.
Belum sempat Karso menjamah tubuh Adel, tiba-tiba saja Adel mendorong dirinya. Rupanya ketika melakukan hom pim pa tadi, Adel bisa merasakan kalau cengkraman di tangannya mulai mengendur. Karso pun tersungkur di lantai. Setelah berhasil membebaskan diri, segera saja Adel berdiri dan berlari menuju Pras yang terduduk di sofa. Karso nampak tersungut-sungut dan meringis. Kembali ia harus menjadi korban dari perjuangan Adel membebaskan dirinya. Adel sendiri kemudian bersimpuh dan memegang kedua kaki Pras.
“Pras, tolong aku… jangan biarin mereka melakukan ini kepadaku, aku mohon Pras”, suara Adel begitu memelas sambil terisak.
“Sudah terlambat Del”, Pras berdiri dan mengangkat tubuh Adel, kemudian menghempaskannya ke arah ketiga laki-laki berwajah sangar yang sudah menanti dengan tidak sabar.
Karso dan Samsul langsung menangkap tubuh Adel sebelum terjatuh ke lantai.
“Pras… aku mohon…”, Adel masih berusaha memelas.
Pras dengan dinginnya justru kembali duduk di sofa dan kemudian dengan tenang kembali menghisap rokoknya.
“Pras…!”, Adel masih berteriak sebelum akhirnya ia pun kini telah sepenuhnya kembali berada dalam kepungan ketiga laki-laki berwajah seram tersebut.
Merasa dirinya sudah tidak mampu melawan lagi dan tidak ada siapapun yang bisa membantu dirinya saat ini, Adel pun akhirnya pasrah dan membiarkan ketiga laki-laki itu mulai menjamahi kembali tubuhnya secara beramai-ramai. Ketika dirinya disetubuhi oleh Pras, Adel merasa telah melakukan hal yang paling memalukan dalam hidupnya. Namun kini ada tiga orang laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya, sebentar lagi mungkin akan menikmati kehangatan tubuhnya juga. Hal ini jelas lebih dari sekedar memalukan bagi gadis cantik tersebut. Apakah setelah semua ini berakhir, Adel akan mampu terus berbohong kepada Abi kalau saat ini semuanya masih berjalan baik-baik saja. Ketika di luar sana Abi sedang mempersiapkan masa depan untuk kelangsungan hubungan mereka berdua, sedangkan di sini dirinya justru sedang dinodai oleh gerombolan laki-laki ganas berwajah sangar. Adel pun kembali hanya bisa menangis dengan ketidakberdayaannya ini. Kini Adel terlihat tergolek lemah di lantai. Pandangannya kosong menatap langit-langit ruangan. Air mata terus mengalir membasahi wajah cantik Adel. Ditengah ketidakberdayaannya gadis cantik tersebut bisa merasakan kalau seseorang sedang mengulum dan menjilati payudara kanannya sambil meremasi payudaranya yang kiri. Seorang lagi kini sedang menciumi dan menjilati kedua betis dan pahanya. Sedangkan untuk laki-laki yang sedang menciumi bibirnya dengan ganas, ia bisa melihat kalau laki-laki itu adalah laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Yoyok oleh kawan-kawannya. Kumis tebal Yoyok terasa menggelitik hidung Adel ketika laki-laki itu menciuminya. Bau asap rokok sangat mengengat tercium ketika Yoyok mulai memainkan lidahnya di dalam mulut Adel dengan ganas. Lidah keduanya pun kerap beradu, sehingga mau tidak mau membuat Adel harus rela bertukar liur dengan laki-laki berambut gondrong tersebut. Atas semua perlakuan ketiga laki-laki sangar tersebut, kini Adel sama sekali tidak memberikan perlawanan. Di bawah sana, Adel bisa merasakan kalau laki-laki yang berada disana sedang sibuk melepaskan resleting roknya. Tak lama rok span itu pun melorot turun dan terlepas. Sesaat kemudian Adel bisa merasakan tangan laki-laki tersebut mengobok-obok selangkangannya yang masih tertutup celana dalam berwarna putih. Sementara dada montok Adel masih terus dikulum dan dijilati oleh laki-laki yang lain. Bekas-bekas cupangan berwarna merah semakin banyak terlihat di permukaan payudara gadis cantik tersebut. Diserang dari tiga bagian tubuh sensitifnya secara bersamaan seperti ini, mau tidak mau mulai menyeret Adel ke dalam gelora nafsunya sendiri. Perlahan cairan birahi mulai merembes keluar membasahi daerah kewanitaannya. Adel sudah terlihat benar-benar pasrah. Terus menerus terdengar desahan dan erangan diantara hujaman ciuman dan jilatan pada bibir dan mulutnya.
“Gile bener… wangi banget memek non cantik ini”, Karso berseru kencang setelah menghirup dalam-dalam kain tipis berukuran mungil di genggamannya dengan hidung.
Celana dalam tersebut terlihat sangat basah karena baru beberapa saat yang lalu terlepas dari tempatnya berada tadi. Kini Adel bisa melihat sosok yang mempermainkan tubuh bawahnya tadi. Rupanya laki-laki tersebut adalah Karso.
“Mana gue juga pengen nyium baunya”, Samsul menghentikan kulumannya di payudara Adel dan menyambar celana dalam tersebut dari tangan Karso. “Bener Kar, wangi! Kayaknya non ini rajin banget ngerawat memeknya”, seloroh laki-laki plontos tersebut.
Karso tersenyum mesum mendengar kata-kata kawannya tersebut. “Ntar gue mau ngerasain wanginya langsung dari sumbernya dulu”. Setelah berujar seperti itu Karso membuka kedua kaki Adel lebar-lebar dan langsung membenamkan kepalanya di selangkangan gadis cantik tersebut.
“Gimana Kar? Lebih wangi?”, giliran Yoyok yang menghentikan kulumannya di mulut Adel.
Kini kedua laki-laki tersebut memperhatikan dengan seksama Karso yang sedang asyik menjilati vagina Adel.
Karso tak menjawab. Ia masih terlihat menikmati menjilati dan menghisap vagina Adel. Laki-laki brewok tersebut hanya mengacungkan jempolnya ke arah kedua kawannya.
“Bawa sini Sul!”.
Samsul pun melempar kain mungil berwarna putih dalam genggamannya kepada Yoyok. Ia sendiri kemudian melanjutkan aktifitasnya meremas-remas kedua payudara Adel yang terlihat semakin padat menantang. Kini giliran Yoyok yang menghirup bau celana dalam tersebut. Ia kemudian menyeringai mesum dan mendekatkan wajahnya ke telinga Adel.
“Non ternyata nggak cuma cantik dan sexy, tapi rupanya non ini juga mulus dan wangi, nggak sabar nih pengen ngerasain jepitan memek non hahaha…”, bisik Yoyok di telinga gadis tersebut. Kemudian ia melempar celana dalam tersebut ke atas sofa dan kembali melumat bibir Adel.
Adel tidak terlalu memperhatikan kata-kata Samsul di telinganya. Ia hanya terpejam sambil terus mendesah dan mengerang lirih. Kini yang bisa ia rasakan hanyalah rasa geli dan nikmat di payudara dan selangkangannya. Payudaranya terasa begitu geli ketika Samsul dengan kuat meremas-remasnya sambil sesekali mempermainkan kedua putingnya. Sedangkan vaginanya sendiri terasa begitu nikmat ketika sebuah lidah seakan-akan menari-nari di permukaannya. Sesekali lidah panas itu juga menusuk-nusuk ke dalam lubang dan mengenai klitorisnya. Sensasi kenikmatan ini mau tidak mau semakin menerbangkan gairah birahi Adel semakin tinggi.
Sebagai wanita bertipe konservatif tentunya persetubuhan seperti ini menjadi pengalaman baru bagi Adel. Pengalaman yang ternyata memberikan kenikmatan yang jauh lebih luar biasa ketimbang melayani tunangannya seperti yang selama ini ia lakukan. Diserang pada ketiga titik sensitif tubuhnya secara bersamaan, mau tidak mau membuat tubuh Adel kian bereaksi. Berlahan tubuh molek Adel mengejang. Secara refleks ia justru membuka lebar kedua pahanya sehingga memberikan akses penuh untuk Karso menjilati lubang vaginanya. Sementara diatas sana Adel mulai nampak membalas lumatan bibir dan permainan lidah Yoyok, sambil mengusap-usap kepala Samsul yang sedang mengulum dan menjilati payudaranya. Akhirnya setelah beberapa menit tubuh Adel semakin mengejang dan terlihat kaku.
“Aaaakkkhh…!”, Adel melenguh kencang.
Rupanya perbuatan ketiga laki-laki sangar itu berhasil mengirim Adel untuk mencapai klimaksnya yang pertama.
Karso yang sedang mengoral vagina Adel bisa merasakan cairan kewanitaan banyak sekali merembes keluar dari lubang kenikmatan tersebut. Ia pun menghentikan aksi oralnya.
“Wah… non cantik ini ngencret lo kita jilatin hahaha…”.
Yoyok dan Samsul pun ikut menghentikan aksi mereka di tubuh Adel.
“Masa Kar? Hahaha… ternyata si non malu-malu tapi mau ya?”.
“Iya Yok, awalnya nolak eh akhirnya konak! Hahaha….”.
Adel benar-benar merasa malu mendengar kata-kata ketiga laki-laki sangar tersebut. Harga dirinya sebagai wanita benar-benar terasa diinjak-injak. Ia benar-benar merasa terhina lahir dan batin. Namun disisi lain, mau tidak mau ia harus mengakui kata-kata ketiga laki-laki tersebut. Baru saja ia memang merasakan sensasi yang berbeda dari persetubuhan-persetubuhan yang pernah ia alami sebelumnya. Sensasi yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Bahkan jauh di dalam hatinya ia tidak bisa berbohong kalau ia sangat menikmati sensasi ini. Jadi masih layakkah saat ini ia masih terus menangis dan melakukan penolakan?
Puas meremasi, menciumi dan menjilati seluruh tubuh molek Adel serta berhasil membuat gadis cantik itu mencapai klimaks pertamanya, dengan hampir bersamaan ketiga laki-laki bringas itu pun berdiri dan mulai melepaskan satu per satu pakaian yang mereka kenakan hingga ketiganya kini dalam keadaan telanjang bulat. Batang-batang penis ketiganya nampak telah mengacung tegang seakan siap menikmati kehangatan tubuh Adel. Ketiga batang penis tersebut memiliki ukuran yang hampir sama, besar dan panjang. Melihat ukurannya kelihatannya Adel akan sedikit bekerja keras apabila nantinya batang-batang penis tersebut secara bergiliran mengisi liang vaginanya. Sedang Adel sendiri masih terlihat tergolek lemah di lantai. Sementara Pras masih tetap dengan wajah dingin tanpa ekspresi sama sekali, terus memperhatikan dengan seksama tingkah laku ketiga laki-laki tersebut kepada Adel.
“Sesuai undian tadi, maka gue yang berhak pertama ngerasain memek Non cantik ini, OK?”.
Tanpa ada nada protes kedua laki-laki itu pun membiarkan Karso berjongkok di depan Adel dan kembali membuka lebar kedua kaki Adel. Perlahan laki-laki gondrong dan bertato itu mengusap-usap ujung penisnya di permukaan lubang kenikmatan Adel. Kemudian tak lama Karso pun menghujamkan batang penis besarnya ke dalam vagina gadis cantik tersebut.
“Aaakkhh…!”, baik Karso maupun Adel berteriak hampir bersamaan.
Karso berteriak karena merasakan jepitan dinding vagina Adel yang sedemikian kencang, sedangkan Adel berteriak karena rasa sakit akibat hentakan batang penis besar itu seakan-akan merobek liang kewanitaannya yang sempit. Hal ini diakibatkan karena vagina Adel belum cukup basah untuk siap menerima hujaman yang begitu kasar.
“Gimana Kar rasa memeknya?”, Yoyok berujar penasaran.
“Mantap Yok! Jepitannya masih kenceng, keliatan banget ni memek jarang dipake Aaah…”.
“Kar, inget lu jangan ngencret di dalem kita-kita kan mau make juga tu memek”, Samsul menimpali sambil mengocok-ngocok sendiri batang penisnya.
Cukup lama Karso menikmati vagina Adel dalam posisi konvensional. Sedangkan kedua kawannya hanya bisa menatap mupeng ke arahnya sambil memainkan sendiri batang penis mereka masing-masing, sambil sesekali menggosok-gosokkan batang penis tersebut di payudara Adel.
“Aaakhh…”, Adel berteriak kencang ketika Karso kembali dengan kasar menghujamkan batang penisnya.
“Tadi non nendang kontol bapak, sekarang rasain dasyatnya kocokan kontol bapak ini non hahaha….”.
“Aaakhh… aaakhh… aaakkh…!”, teriakan dan erangan Adel terus menerus terdengar, bahkan kian lama kian keras.
Tak tahan melihat pemandangan Adel yang sedang disetubuhi oleh Karso, kedua laki-laki lainnya pun mengambil tangan Adel dan meletakkan batang penis tegang mereka masing-masing dalam genggamannya.
“Koncokin kontol kita dong Non”, ucap Samsul sambil menggerak-gerakkan tangan Adel sehingga tangan tersebut mengurut-urut batang penisnya.
Adel pun melakukan permintaan Samsul. Ditengah kocokan penis Karso pada vaginanya yang semakin lama semakin kencang, gadis cantik itu berusaha membagi konsentrasi untuk mengocok penis Yoyok di tangan kirinya dan penis Samsul di tangan kanannya. Walaupun kocokan jari-jari mungil Adel tidak sepenuhnya bisa dilakukan dengan cara yang benar, namun cukup untuk membuat dua laki-laki tersebut menikmatinya.
“Kar, lu ngentotnya sambil nungging aja, gue pengen ngentot mulut non cantik ini”.
Karso pun mengikuti kata-kata Yoyok dan mengubah posisi tubuh Adel sehingga berbalik. Kini gadis cantik itu dalam posisi menungging dengan bertumpu pada kedua tangannya. Karso pun melanjutkan hujaman penisnya dalam posisi doggie sambil meremas-remas kedua bongkahan pantat montok Adel. Sedangkan Yoyok mulai menghujamkan batang penisnya ke dalam mulut Adel. Kini gadis cantik itu pun menerima dua kocokan penis secara bersamaan. Satu penis menghujam-hujam kencang ke dalam lubang vaginanya sedangkan satu penis lainnya menghujam-hujam ke dalam mulutnya.
“Giliran dong Kar, gue kan juga mau ngerasain memek Non ini”, nada protes mulai terdengar dari Samsul yang sedari tadi hanya kebagian mengocok penisnya sendiri.
“Ya udah kita gantian”.
Karso pun mencabut batang penisnya dari dalam lubang vagina Adel, namun tak lama setelah itu lubang vagina gadis tersebut kembali disesaki oleh batang penis yang tak kalah besarnya milik Samsul.
“Aakkh…!”, Samsul berteriak ketika pertama kali merasakan jepitan vagina Adel.
“Gimana Sul, kenceng banget kan?”.
“Iya Kar, kayak memek perawan”.
“Lu kocok aja dulu, ntar kita giliran lagi”.
Samsul pun mulai menghujam-hujamkan batang penisnya ke dalam lubang vagina Adel. Suara erangan tertahan kembali terdengar dari mulut Adel. Suara erangan dan lenguhan tersebut tidak keluar penuh karena dalam mulut Adel sendiri saat ini sedang disesaki oleh batang penis milik Yoyok.
“Gile Yok, non ini ternyata udah cantik, mulus, wangi, memeknya juga mantap banget! Gue serasa lagi ngentotin artis nih hehehe…”, Samsul berujar ditengah kocokan penisnya.
“Sebelum lu ngencret, lu gantian ama gue biar gue juga bisa ngerasain tu memek”.
“OK tenang aja, pokoknya hari ini kita gilir non ini ampe puas hahaha….”.
“Udah sekarang giliran gue ngerasain emutan mulut non cantik ini Yok”, Karso pun mendekati Yoyok sambil mengocok-ngocok penisnya yang masih terlihat basah oleh lendir kewanitaan Adel.
Yoyok pun menarik penisnya dari mulut Adel. Namun Adel tak bisa berlama-lama menghirup udara dengan tenang karena tak lama kemudian giliran batang penis Karso yang memenuhi mulutnya. Tanpa ampun Karso langsung menghujam-hujamkan batang penisnya ke dalam mulut gadis cantik tersebut. Sementara itu Samsul juga semakin kencang melakukan kocokan ke dalam vagina gadis cantik tersebut. Menerima kocokan pada vagina dan mulutnya secara terus menerus dan bergantian membuat tubuhnya bereaksi semakin cepat.
“Aaaakkkhh…!”, Adel kembali melenguh kencang.
Dan benar saja beberapa menit kemudian tubuh Adel terlihat mengejang, bertanda ia telah mencapai klimaks keduanya hari ini. Ditengah kocokannya, Samsul bisa merasakan cairan kewanitaan Adel cukup banyak mengalir membasahi batang penisnya. Bermain bersama tiga laki-laki sekaligus sungguh menimbulkan sensasi yang sama sekali tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Walaupun saat ini batin Adel seakan-akan merasa sedang diperkosa, namun tubuhnya sendiri tidak bisa berbohong kalau aksi-aksi liar ketiga laki-laki bringas ini benar-benar membawanya semakin terhanyut dalam belenggu birahi yang begitu luar biasa.
Walau sudah mencapai klimaks, namun belum ada tanda-tanda kalau ketiga laki-laki bringas tersebut akan menghentikan aksi-aksinya. Bahkan kini ditengah tenaganya yang cukup banyak tersedot akibat klimaks yang dialaminya tadi, kocokan penis Samsul di dalam vaginanya justru semakin kencang dan semakin menggila.
“Aaahh…. gue keluar… gue keluar!, rancau Samsul ditengah kocokan penisnya yang semakin membabi buta.
Tubuh Adel semakin terguncang-gucang hebat menerima kocokan Samsul tersebut. Melihat keadaan yang sudah mulai memanas dan tidak terkendali Karso pun mencabut batang penisnya dari dalam mulut Adel. Walaupun begitu tetap saja bukan berarti Adel bisa menghirup udara dengan bebas, karena saat ini batang penis Samsul menghujam semakin ganas dalam liang vaginanya.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…”, desahan dan teriakan Adel kini terdengar semakin kencang seiring kocokan Samsul yang juga semakin kencang.
“Ooohh… nikmat bener… ooohh… aaakkhh…”, rancauan Samsul pun juga terdengar semakin hebat.
Dan tak lama kemudian samsul menarik batang penisnya dan mengarahkannya ke punggung Adel. Semprotan demi semprotan sperma pun keluar dari batang penis tersebut membasahi permukaan punggung mulus Adel.
“Ooohh…”, Samsul melenguh panjang menandakan sebuah kepuasan yang luar biasa.
Adel sendiri kemudian ambruk di lantai karena kedua tangannya terasa sangat lemas untuk mampu menopang tubuhnya. Baik Samsul maupun Adel terlihat ngos-ngosan akibat persetubuhan mereka tadi. Samsul membalikkan tubuh polos Adel. Kini gadis posisi tubuh cantik itu kembali terlentang di lantai. Laki-laki plontos bercodet itu berdiri mengangkang di atas kepala Adel kemudian mengambil posisi berjongkok. Ia lalu membuka paksa mulut Adel dan memasukkan batang penisnya. Di dalam sana Samsul mengusap-usapkan ujung dan batang penisnya yang masih menyisakan sedikit cairan sperma pada lidah Adel.
“Rasain nih pejuh abang non, enak kan? Hahaha…”.
Gadis cantik itu hanya bisa pasrah menerima perlakuan Samsul. Adel tetap tergolek lemah sampai akhirnya Samsul mengeluarkan batang penisnya tersebut dari dalam mulutnya. Adel bisa merasakan rasa yang begitu menyengat ketika beberapa kali ia harus menelan ludahnya. Menelan sperma bukanlah hal baru bagi Adel karena Abi pernah memintanya untuk melakukan ketika mereka bercinta. Namun saat itu ia langsung muntah-muntah, sehingga setelah kejadian tersebut Abi memang tidak pernah lagi meminta Adel untuk melakukan hal tersebut.
“Tumben nih gue ngencret cepet, mantep bener memek cewek ni, bener-bener dibuat nggak tahan gue”, Samsul kembali berdiri.
“Ah, emang dasar lu aja seringan main ama yang emperan, udah giliran dikasi yang bening kayak gini loyo deh lu hahaha…”, Karso tertawa lantang.
“Udah jangan banyak komen lu!”, Samsul sewot mendengar kata-kata Karso yang seolah-olah meragukan keperkasaan dan kemampuannya memuaskan wanita.
“Gitu aja sewot lu Sul, sensi amat!”, Karso kembali menimpali.
“Lu sendiri ngomongnya jangan gitu dong!”.
Keduanya pun terlibat adu mulut yang cukup keras. Baik Karso maupun Samsul saling mengeluarkan umpatan dan caci makian. Samsul benar-benar merasa terhina dengan kata-kata Karso, sedangkan Karso merasa kata-katanya hanya gurauan yang seharusnya tidak sampai diambil hati. Sebelum keduanya terlibat pertengkaran yang semakin jauh, tiba-tiba walki-talki yang melekat di celana Samsul yang tergeletak di lantai berbunyi.
“Sul, lu dimana? Bos nyariin lu tuh, ganti…”.
Masih dengan ekspresi wajah kesal Samsul pun beranjak dari tempatnya berdiri.
“Sul… lu dimana? Bisa di copy? Ganti…”.
Laki-laki plontos itu mengambil walki-talki tersebut dari sabuknya.
“Gue di depan nih, ntar gue kesana, ganti…”.
“OK, buruan bos udah nungguin tuh, ganti…”.
“OK!”.
Selesai percakapan itu, Samsul pun bergegas memakai kembali pakaiannya. Kemudian setelah itu ia berjalan mendekati Pras yang masih terlihat terduduk santai sambil menyilangkan kakinya. Pras terlihat memegang sebuah gelas kecil berisi minuman di tangan kirinya.
“Makasi Bos, udah mau bagi-bagi rejeki hari ini”, Samsul menyodorkan tangannya kepada Pras sambil tersenyum simpul.
Pras membalas sodoran tangan tersebut dan mereka bersalaman. Pras sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata. Laki-laki itu hanya mengangguk dan menyeringai singkat.
“Giliran siapa sekarang? Kasihan tuh cantik-cantik di anggurin”, Samsul berujar kepada kedua kawannya sebelum beranjak menuju pintu. Segera setelah itu laki-laki plontos itu pun kemudian menghilang dari balik pintu.
Kedua laki-laki sangar lainnya yang masih dalam keadaan telanjang itu pun saling menatap mata satu dengan lainnya. Keduanya kemudian menyeringai mesum dan memandang tubuh polos Adel yang tergolek lemah.
“Biarin Non cantik ini istirahat dulu Kar hehehe…”.
Adel sudah dua kali mencapai klimaks dari persetubuhan brutal ini dan satu laki-laki juga telah mencapai klimaksnya. Namun kebrutalan ini kini tentu masih jauh dari akhir, karena saat ini masih tersisa dua laki-laki bertubuh besar yang masih terlihat segar bugar. Batang penis keduanya masih tegak berdiri dan mengacung kokoh. Malah penis besar berurat tersebut keduanya semakin lama terlihat semakin tegang dan kuat. Ini berarti persetubuhan brutal ini masih akan berlanjut memasuki babak-babak berikutnya. Ekspresi wajah Adel terlihat memancarkan kelelahan yang luar biasa. Gadis cantik itu pun tidak tahu sampai kapan ia akan mampu bertahan melayani nafsu ganas dari kedua laki-laki berwajah seram tersebut. Sama sekali tidak ada yang tahu sampai kapan permainan birahi ini akan berakhir.
“Bos… nggak mau ikutan nih ama kita-kita?”, Karso menoleh ke arah Pras yang masih dengan dinginnya terduduk santai pada sofa kecil di sudut ruangan.
“Silakan bapak-bapak saja dulu, saya punya waktu saya sendiri untuk menikmati wanita itu”, Pras menyeringai ke arah Adel yang tergolek lemah di lantai.
Pras menuangkan kembali botol minuman berwarna kuning kecoklatan ke dalam gelas kecil yang dipegangnya.
“Dapat dimana nih cewek kayak gini bos?”, Yoyok menimpali.
“Kalian tidak usah tahu, mending kalian pakai saja dia selama kalian masih ada kesempatan”.
“Beres bos!”, seru kedua laki-laki itu hampir berbarengan.
“Giliran gue nih sekarang!”, Yoyok berujar dan langsung beranjak mendekati tubuh Adel.
Karso yang berdiri di dekat dinding sambil memegang batang penisnya yang masih tegang, tidak terlihat protes dengan perkataan Yoyok. Mungkin laki-laki gondrong itu memang ingin menjadi pembuka dan penutup dari persetubuhan liar ini, atau mungkin ia masih sedikit kesal akibat pertengkaran singkatnya tadi dengan Samsul sehingga tidak ingin memicu pertengaran yang sama dengan Yoyok.
“Ayo non, kita senang-senang lagi hahaha…”.
Gadis cantik itu masih terlihat begitu lemah, walaupun kini nafasnya sudah mulai berhembus dengan normal. Saking lemahnya, pandangan Adel terlihat begitu sayu dan redup. Yoyok lalu mengangkat tubuh molek dan polos itu dan merebahkannya berlahan di atas sofa panjang. Adel kemudian bisa merasakan kalau Yoyok sedang menggerakkan posisi kakinya hingga menjadi menekuk. Kemudian ia pun merasakan kalau laki-laki itu mulai membuka lebar kedua pahanya. Terlihat sekali Adel sudah tidak lagi mampu melawan. Ia terlihat begitu pasrah membiarkan perbuatan laki-laki gondrong berkumis lebat tersebut atas tubuhnya.
“Benar-benar memek non ini indah sekali”, Yoyok mengusap-usap vagina Adel yang terlihat tertutupi bulu-bulu hitam tipis.
Laki-laki gondrong tersebut kemudian menyibak bulu-bulu tipis yang menutupi permukaan vagina tersebut. Jari-jari tangan laki-laki itu kemudian merabai permukaan lubang vagina Adel, terutama bagian tonjolan kecil diatasnya.
“Aaah…”, desahan lirih keluar dari mulut Adel ketika Yoyok memutar-mutar bagian klitorisnya dengan pelan.
Merasakan vagina Adel mulai mengering, Yoyok kemudian memasukkan jari tengah dan jari telunjuk kanannya ke dalam lubang kenikmatan gadis tersebut. “Aaakkhh… aaahh… Aaakkhh…!”, Adel pun mengerang pelan ketika jari-jari tangan laki-laki gondrong itu mulai mengocok vaginanya dengan perlahan. Beberapa saat kemudian erangan Adel berubah menjadi teriakan kencang ketika Yoyok mulai semakin mengencangkan kocokan jari-jarinya.
Cukup lama Yoyok mengocok vagina Adel dengan jari-jarinya. Gairah Adel yang tadi sempat turun setelah beristirahat, kini berlahan mulai kembali naik. Desahan demi desahan mulai terdengar lagi keluar dari mulut gadis cantik tersebut. Bahkan kini cairan kewanitaan mulai berlahan membasahi kembali lubang vagina Adel.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo non teriak yang keras, jangan malu-malu!”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo non lebih keras, jangan ditahan-tahan!”, Yoyok semakin mempercepat kocokannya.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo, lebih keras lagi…!”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!” teriakan Adel pun terdengar semakin keras dan semakin keras. Kocokan liar jari-jari di vaginanya serta ucapan-ucapanpropokatif Yoyok seakan-akan berhasil memancing keluar sisi liar Adel. Sisi liar yang lama terpendam oleh image wanita dewasa dan baik-baik yang selama ini selalu ia jaga. Kini semua image tersebut kini berlahan tapi pasti mulai menghilang. Adel yang lugu dan polos kini berganti dengan Adel yang liar, bebas dan haus akan kenikmatan duniawi dan kepuasan ragawi.
“Non mau kontol?”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Jawab non, non mau kontol?”, Yoyok sedikit menampar pipi Adel dengan tangan kirinya.
“I… iya pak”.
“Non mau dientot?”.
“I… iya pak, aaakkh…”.
Kocokan demi kocokan terus menghujam deras ke dalam vagina Adel.
“Kalau begitu bilang non, bilang kalau non mau dientot”.
“Saya mau dientot pak…”.
“Bilang yang keras non!”, Yoyok terus mengocok vagina Adel dengan jari-jari tangannya. Sementara itu cairan birahi semakin banyak keluar membasahi lubang kenikmatan Adel.
“Saya mau dientot, kasih saya kontol pak!”.
“Yang keras non!”.
Adel pun berteriak sekencang-kencangnya, “Tolong entot saya pak! Masukin… masukin pak! Saya mohon…”.
Adel sudah benar-benar kehilangan akal sehatnya. Dirinya sudah benar-benar dibelenggu oleh gairah birahinya sendiri akibat rangsangan yang dilakukan oleh Yoyok. Laki-laki gondrong itu benar-benar pandai membangkitkan sisi liar Adel. Ia mampu merubah drastis Adel yang semula alim dan polos menjadi Adel yang haus seks dan binal. Kini seolah-olah penolakan dan perlawanan Adel di awal permainan terlihat sia-sia belaka. Kini yang terlihat justru Adel-lah yang terdengar memohon untuk disetubuhi dan diberikan kenikmatan ragawi.
“Baik non, kalau non yang minta bapak kasih non kontol hahaha…”.
Yoyok pun mencabut jari-jarinya dari dalam vagina Adel. Jari-jari tangan laki-laki gondrong tersebut terlihat basah oleh cairan kewanitaan Adel. Yoyok kemudian mengusap-usapkan jari-jari tangannya ke payudara Adel. Segera setelah itu laki-laki itu mengangkat kaki kiri Adel sehingga bertumpu di pundaknya. Kemudian begitu kedua paha gadis itu terbuka lebar, langsung saja Yoyok menghujamkan batang penis kokohnya ke dalam lubang kenikmatan sang gadis.
“Aaakkhh….!”, kedua insan berlainan jenis itu pun berbarengan berteriak.
Karena lubang kenikmatan itu memang telah cukup basah, batang penis Yoyok pun dapat dengan mudah menerobos masuk ke dalamnya. Bahkan kini batang kokoh itu terlihat begitu mudah mengoyak lubang sempit itu dengan kocokan demi kocokannya. Sesekali ditengah hujaman demi hujaman tersebut keduanya terlihat berciuman dengan panas. Bibir mereka saling pagut dan lidah mereka saling beradu. Berbeda sekali dengan persetubuhannya dengan Samsul beberapa saat lalu, kali ini Adel terlihat begitu ganas. Gadis itu sama sekali tidak menghiraukan bau nafas Yoyok yang diawal tadi mengganggu penciumannya. Gadis cantik ini seakan-akan menyerahkan sepenuhnya tubuhnya kepada laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya ini untuk dinikmati. Hal seperti ini bahkan tak pernah ia lakukan kepada Abi, tunangannya. Dari ekspresi dan gerak tubuh Adel, terlihat seolah-olah berkata pada Yoyok untuk membawanya terbang ke langit ke tujuh dan merengkuh kenikmatan duniawi tertinggi.
“Enak non?”.
“Enak pak… enak banget!”.
“Terus non?”.
“Terus pak… ooohh yes… ooohh yes… fuck me… fuck me hard!”, Adel merancau dan mengeluarkan kata-kata tak senonoh yang jelas tidak akan pernah ia ucapkan dalam keadaan sadar.
“Kar, kita gantian”, Yoyok berteriak kepada Karso yang masih berdiri sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri.
Karso pun berjalan mendekat.
Yoyok kemudian mencabut batang penisnya dan menepuk bahu Karso memberikan isyarat untuk segera menggantikan posisinya. Karso pun kembali bisa menikmati jepitan dinding-dinding vagina Adel. Tak perlu waktu lama menyesuaikan diri, laki-laki gondrong itu pun menghujam-hujamkan batang penisnya dengan cepat. Sedangkan Yoyok berjongkok di samping sofa dan memagut bibir Adel sambil meremas-remas payudara gadis tersebut yang terlihat bergoyang-goyang.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”, hanya terdengar teriakan dan desahan yang kini memenuhi ruangan karaoke itu.
“Yok, ternyata cewek terpelajar kayak gini kalau sudah konak nggak ada bedanya ama perek ya? Hahaha…”, Karso masih terus menghujam-hujamkan penisnya.
“Hahaha… yang bedain itu cuma status doang Kar, kalau sudah soal ngentot status udah nggak ada artinya lagi”.
Kedua laki-laki itu tertawa lantang melihat Adel yang tidak berdaya di dalam kekuasaan mereka. Gadis cantik itu hanya bisa terpejam dan terus menerus mendesah dan berteriak penuh kenikmatan. Ia seakan-akan tidak peduli lagi dimana ia berada saat ini. Bahkan Adel seakan-akan tidak peduli lagi batang penis siapa yang kini sedang mengocok lubang vaginanya. Adel terlihat sudah benar-benar dimabuk birahi sehingga diotaknya kini hanya ada pikiran untuk mencapai puncak setinggi-tingginya. Beberapa menit Karso menyetubuhi Adel, untuk kemudian mereka berganti posisi lagi. Kini Yoyok mengangkat pantat Adel dan menopangkan kedua kaki gadis tersebut pada kedua pundaknya. Dengan posisi seperti ini, batang penisnya menjadi semakin mudah dan semakin dalam memasuki lubang vagina Adel. Kedua tangan gadis cantik itu kini mencengkeram permukaan sofa dengan erat, berusaha menahan rasa sakit sekaligus nikmat yang ditimbulkan dari gesekan batang penis besar tersebut. Batang penis itu terasa begitu kokoh menyesaki lubang vaginanya. Apalagi dengan posisi ini batang penis Yoyok bisa semakin dalam mengaduk-aduk dalam vaginanya. Rasa nikmat begitu terasa sampai ke setiap simpul saraf-saraf Adel, bahkan kini sudah menjalar ke dalam sumsum tulangnya.
“Ayo teriak sepuas-puasnya non!”, Yoyok kembali menstimulus sisi liar Adel.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Jangan menahan diri non, lepaskan semuanya, bebaskan diri non, teriak yang keras…”.
“Aaakkhh… aaahh… oohh yes… oooh God!”, Adel terus merancau. Kedua tangan Adel kini semakin kuat mencengkeram permukaan sofa.
“Lepaskan non… lepaskan…!”.
“Ooohhh… aaakkh…”.`
Keringat membasahi membasahi tubuh kedua insan yang sedang di landa birahi itu. Nafas keduanya terus memburu dan kian lama semakin bergelora. Tak terlihat lagi Adel yang tadi terlihat rapi, anggun dan begitu elegan. Yang ada kini hanyalah Adel dengan rambut acak-acakan, liar dan garang. Suara teriakan dan desahan Adel akhirnya berhenti dan berganti menjadi desahan tertahan ketika batang penis besar Karso masuk dan memenuhi mulutnya. Laki-laki besar dan gondrong itu berdiri di pinggir sofa, memegang kepala Adel dan kemudian ia pun menghujam-hujamkan penisnya ke dalam mulut Adel. Kini kembali gadis cantik itu harus menerima dua kocokan penis secara berbarengan.
“Hhhmm… Hhhmmm… Hhhmmm…”, dengan ekspresi wajahnya jelas sekali menampakan gairah birahi yang begitu tinggi, Adel terus mendesah tertahan.
Kini kedua laki-laki bertubuh besar itu kembali berganti posisi. Kini penis Karso-lah yang menyesaki lubang vagina Adel. Karso nampaknya tidak mau membuang-buang waktu karena begitu batang penisnya menembus lubang kenikmatan tersebut, ia langsung tancap gas dan menghujam-hujamkan batang kokoh itu sekencang-kencangnya. Hal ini membuat tubuh Adel terguncang-guncang hebat. Kedua payudara bulat dan padat Adel pun ikut bergoyang-goyang. Goyangan payudara gadis cantik itu pun menggoda Yoyok untuk meremasinya bergantian. Yoyok mendekati Karso yang sedang menggenjoti vagina Adel. Laki-laki gondrong itu lalu membisikkan sesuatu ke telinga Karso dan laki-laki bertato itu pun tersenyum mesum mendengar bisikan Yoyok. Setelah itu Karso mencabut batang penisnya dan membalik tubuh Adel sehingga posisinya kini menungging. Karso kemudian kembali menghujam-hujamkan batang penis besarnya ke dalam vagina Adel dalam posisi doggie. Batang penis itu menghujam-hujam sedemikian kencang sehingga Karso harus memegang erat pantat Adel untuk menjaga agar tubuh Adel tidak terjatuh dari sofa. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja Karso mencabut batang penisnya dan sedetik kemudian lubang vagina Adel sudah terisi oleh batang penis Yoyok. Yoyok mengocok vagina Adel dengan kecepatan yang hampir sama dengan yang dilakukan Karso tadi. Rupanya kedua laki-laki itu berencana untuk memberikan sensasi serangan machine gun, dimana genjotan demi genjotan terus menyerang vagina Adel dengan kecepatan yang sama tanpa mengakibatkan mereka sendiri mencapai klimaks dengan cepat.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”.
“Ayo Kar, serang terus!”.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”, menerima serangan penis beruntun seperti itu membuat Adel merasa nafasnya sesak. Adel hampir tidak bisa merasakan apa pun lagi selain lesakan penis yang datang bergantian sedemikian cepat. Keringat membasahi tubuhnya yang saat ini berguncang hebat.
“Gantian Yok!”.
Kini Yoyok yang menghujam-hujamkan batang penisnya dengan cepat.
“Enak kan non? Nikmat bener kan?”.
Adel sama sekali tidak bisa menjawab. Kocokan cepat yang terus menerus pada vaginanya membuat Adel sama sekali tidak bisa berpikir. Bahkan untuk sekedar menarik nafas pun Adel tidak sempat lagi. Yoyok kemudian mencabut batang penisnya yang membalik tubuh Adel lagi sehingga kembali menjadi terlentang.
“Ganti Kar!”.
Karso pun menggantikan Yoyok memasukkan batang penisnya dan mengocoknya cepat.
“Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”, teriakan Adel terdengar semakin keras.
Diserang dengan gencar seperti itu, tubuh Adel terlihat menegang. Gadis cantik itu bisa merasakan sebentar lagi akan ada yang meledak dari dalam dirinya. sesuatu yang dasyat dan tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Dan saat-saat itu pun tiba. Adel terlihat mendongak terpejam dan tubuh moleknya terangkat kaku. Sementara batang penis Karso masih saja dengan brutal menghujam-hujam deras dalam vaginanya. “Aaaakkhh….!”, sebuah lenguhan panjang keluar dari mulut Adel. Kemudian tubuh Adel pun kembali terjerembab di sofa. Cairan kewanitaan Adel keluar dengan hebatnya dari lubang kenikmatannya, walaupun saat ini batang penis Karso masih menyesakinya. Pandangan mata Adel menatap kosong ke arah langit-langit ruangan. Adel baru saja mencapai klimaksnya yang ketiga hari ini. Sebuah puncak permainan yang jauh lebih dasyat dari dua puncak permainan yang sempat dicapainya tadi. Walau sebenarnya kedua laki-laki sangar itu sudah tahu kalau Adel baru saja mencapai klimaks, namun baik Karso maupun Yoyok terlihat tidak ada niat untuk menghentikan serangan mereka. Karso malah semakin ganas mengocok lubang vagina Adel.
“Yok, gue mau ngencret nih! Lu ganti deh…”.
Karso pun mencabut batang penisnya dan setelah itu segera saja Yoyok ganti menghujamkan batang penisnya ke dalam vagina Adel. Karso lalu mengangkang di depan payudara Adel yang bergoyang-goyang akibat kocokan Yoyok. Ia mengocok-ocok batang penisnya sendiri dan beberapa saat kemudian semburan demi semburan cairan putih membasahi permukaan payudara Adel. Beberapa diantara semburan tersebut juga muncrat mengenai wajah cantik Adel. Kini payudara Adel tidak hanya dipenuhi oleh bekas-bekas tanda merah tapi juga dipenuhi cairan putih lengket. Setelah habis, Karso pun beranjak menjauhi sofa.
Sementara itu Yoyok masih menggenjoti vagina Adel. “Aaakkhh… aaahh… aaakkhh…!”, Yoyok merancau semakin keras.
Sedangkan Adel hanya bisa tergolek lemah di sofa. Saat ini ia benar-benar merasa sama sekali tidak ada tenaga yang tersisa di tubuhnya. Pandangannya sudah benar-benar kosong. Tingkat kesadarannya pun terus menurun. Yang hanya bisa ia rasakan saat ini adalah guncangan-guncangan akibat kocokan kasar Yoyok pada vaginanya. Sama sekali tidak terdengar lagi teriakan dari mulut Adel. Jangankan berteriak, mungkin untuk sekedar berbisik saja gadis cantik itu sudah tidak memiliki tenaga lagi. Kocokan demi kocokan masih saja menghujam kencang dalam vagina Adel. Adel sendiri sudah merasakan kalau dinding-dinding vaginanya sudah terasa kelu dan perih. Ia merasakan lubang vaginanya berdenyut-denyut kencang akibat tiga kali klimaks yang dialaminya. Namun Yoyok sama sekali tidak terlihat mengurangi kecepatan kocokannya. Tingkat kesadaran Adel pun terus semakin menurun.
“Aaaakkkhh…!”, sayup-sayup Adel bisa mendengar suara lenguhan panjang Yoyok.
Setelah lenguhan panjang tersebut, sempat Adel merasakan batang penis Yoyok tercabut dari dalam vaginanya. Beberapa saat kemudian Adel juga sempat merasakan batang penis tersebut masuk ke dalam mulutnya. Dan bahkan sebelum kesadarannya semakin berkurang, Adel masih sempat merasakan muncratan demi muncratan sperma memenuhi mulutnya. Namun tak lama setelah itu semuanya menjadi gelap. Tak ada lagi suara yang terdengar. Tak ada lagi gerakan yang terasa. Gadis cantik itu pingsan.
************************
“Byuur…!”.
Siraman air mengenai wajah cantik Adel. Pelan-pelan kesadaran gadis cantik itu mulai muncul.
“Ayo bangun!”.
Sayup-sayup Adel mendengar suara seorang laki-laki. Ia kemudian merasakan kepalanya diguncang-guncang.
“Ooohh…”, Adel melenguh pelan karena merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya.
“Kau sudah sadar?”.
Walau dengan pandangan yang masih kabur, Adel bisa melihat sosok laki-laki yang berdiri di depannya adalah Prasetyo. Ia bisa merasakan kalau saat ini ia masih terbaring di atas sofa panjang tempat terakhir ia berada. Adel merasakan saat ini tubuh telanjangnya sedang tertutupi oleh selembar kain tebal bercorak kotak-kotak. Masih dengar ekspresi wajah dinginnya Pras berdiri di depan sofa. Dengan susah payah Adel berusaha mengangkat tubuhnya untuk mengambil posisi duduk. Dipegangnya erat kain penutup tubuhnya. Gadis itu lalu menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan. Ternyata di dalam ruangan itu kini hanya ada dirinya dan Pras. Tidak terlihat lagi kedua laki-laki sangar yang tadi menyetubuhinya dengan brutal. Suasana ruangan sendiri masih terlihat berantakan. Hampir tidak ada benda-benda di dalam ruangan tersebut yang masih berada di posisinya semula.
“Minum ini”, Pras menyodorkan sebotol air mineral.
Adel memalingkan wajahnya.
“Setelah semua yang kamu alami tadi kamu masih saja melawan aku, ayo minum!”, Pras kembali mengulang perkataannya, namun kali ini dengan nada keras terdengar seperti perintah.
Adel terlihat ketakutan. Ia segera mengambil botol air mineral tersebut dan meminumnya. Bekas-bekas sperma yang masih melekat di mulut Adel membuat rasa air tersebut menjadi sedikit aneh. Gadis cantik itu pun menyeka mulutnya berusaha membersihkan cairan sperma kering yang menempel disana. Tak hanya itu, Adel juga bisa melihat bekas-bekas cairan sperma memenuhi sekujur tubuhnya, terutama bagian payudaranya. Pras berjongkok di depan Adel lalu memegang wajah gadis cantik itu dan mengarahkannya untuk memandangi matanya,
“Kamu lihat sendiri tadi, aku sama sekali tidak perlu rekaman itu untuk bisa menguasai dirimu, aku bahkan mungkin saja bisa melakukan hal yang lebih kejam dari yang aku lakukan tadi”.
Pras kemudian berdiri. Adel sendiri terlihat tertunduk. Mata indah gadis cantik itu terlihat kembali berkaca-kaca. Ia benar-benar merasa tidak berdaya saat ini. Bayang-bayang perkosaan yang baru saja dialaminya benar-benar meninggalkan trauma yang mendalam kepada dirinya, walaupun untuk beberapa saat ia sempat menikmati persetubuhan brutal tersebut.
“Aku harap sekarang kamu benar-benar mengerti konsekuensi dari melawan perkataanku dan selalu camkan itu baik-baik, kamu bisa mengerti?”.
Adel mengangguk lemah.
“Kamu benar-benar mengerti?”.
Kembali Adel mengangguk.
“Bagus, karena sebenarnya aku tidak ingin menyakitimu, tapi kalau kamu tetap membandel maka aku tidak akan pernah segan-segan untuk menyiksamu lagi”.
Pras kemudian berjalan mendekati pintu.
“Rencana “bersenang-senang” kita tunda dulu karena ada klien yang harus aku temui saat ini. Aktifkan terus HP-mu dan setelah berpakaian kamu boleh pergi”.
Seperti sebelumnya Pras menghilang begitu saja dari balik pintu. Laki-laki yang begitu misterius, karena datang dan pergi sesuka hatinya. Selain itu laki-laki tersebut juga dengan seenaknya mengatur-atur kehidupan Adel, padahal mereka sama sekali tidak memiliki hubungan apa pun. Yang paling tidak bisa diterima oleh Adel adalah sikap kasar cenderung brutal yang kerap dilakukan oleh laki-laki itu kepadanya. Siksaan demi siksaan benar-benar semakin menjadi sebuah mimpi buruk bagi gadis cantik tersebut. Adel menyeka air mata yang mulai mengalir. Ia bergegas mengumpulkan kembali pakaiannya dan mengenakannya kembali. Kali ini Adel cukup beruntung untuk tidak kehilangan lagi bra dan celana dalamnya seperti yang biasa ia alami. Gadis itu juga bergegas memasukkan kembali barang-barang pribadinya yang berserakan di lantai ke dalam tas jinjingnya. Ia pun lalu keluar dari ruangan tersebut dengan tergesa-gesa. Begitu keluar dari ruangan tersebut, Adel langsung berlari tanpa menghiraukan orang-orang yang mulai ramai berdatangan ke dalam bar dan karaoke tersebut. Suara dentuman musik dan kelap-kelip lampu sama sekali tidak menarik perhatian Adel lagi. Yang ada di pikiran gadis cantik tersebut, adalah segera pergi meninggalkan tempat maksiat ini. Begitu sampai di pintu masuk utama, Adel melihat dua sosok laki-laki besar yang sangat ia kenal berdiri di depan pintu tersebut. Dua sosok laki-laki bertubuh kekar itu adalah Yoyok dan Karso. Melihat mereka Adel berusaha makin mempercepat langkahnya, namun celaka bagi Adel karena Yoyok sudah keburu melihatnya berlari menuju pintu. Laki-laki plontos itu pun langsung menghalangi lari Adel.
“Eh, mau kemana non? Hahaha…”.
“Biarkan saya pergi Pak, saya mohon”, suara Adel terdengar memelas.
Adel hanya bisa menunduk sambil meletakkan tas jinjingnya di depan dada.
“Kok buru-buru sih non? Disini buka sampai pagi lo, ya nggak Kar? Hahaha…”.
“Hahaha… iya non, kita-kita siap kok nemenin non ampe pagi”.
“To… tolong pak, biarkan saya pergi”, kembali Adel memelas.
“Tenang non… non boleh pergi, lagian kita sudah puas banget kok hari ini hahaha…”, Yoyok menatap nanar tubuh Adel dari atas sampai bawah, seolah-olah ia masih bisa membayangkan bagaimana indahnya tubuh gadis cantik dihadapannya ketika dalam keadaan telanjang tadi.
Yoyok kemudian menepuk bahu Karso, dan kedua laki-laki bertubuh besar itu pun menggeser tubuhnya. Melihat hal itu Adel dengan segera melangkahkan kakinya. Namun belum sempat Adel melewati pintu keluar tersebut, ia merasakan sebuah tangan menepuk pantatnya. Bahkan tidak hanya menepuk, tangan usil itu pun sempat meremas pantat Adel.
“Kapan-kapan mampir lagi ya non hahaha…”, rupanya tangan tersebut adalah tangan Karso.
Adel sama sekali tidak ingin memperpanjang masalah dengan memprotes pelecehan yang dilakukan oleh Karso tadi. Dengan cepat Adel pun langsung berlari menuju pelataran parkir dan tidak menoleh lagi ke belakang. Sedangkan Yoyok dan Karso terlihat tertawa terbahak-bahak. Keduanya terlihat benar-benar puas karena baru saja mendapatkan kesempatan langka untuk menikmati kehangatan tubuh seorang bidadari. Kesempatan yang mungkin tidak akan datang lagi untuk kedua kalinya dalam hidup mereka.
*********
Kebahagian dan penderitaan ibarat dua sisi dari sebuah keping mata uang. Dua sisi yang tidak terpisahkan dan selalu berdampingan satu dengan lainnya. Sekali kita melempar sebuah keping mata uang ke udara, maka ia akan bergulir dan kita tidak akan pernah tahu sisi yang mana yang akan muncul saat ia mendarat nanti. Peluang satu sisi dengan sisi lainnya untuk muncul adalah sama besar. Hukum aritmatika numerik, menyebut istilah ini denganprobabilitas. Demikian pula dengan hidup, kita tidak akan pernah tahu hari ini kita akan mengalami kebahagian atau penderitaan. Semuanya berjalan bagaikan sebuah siklus yang penuh misteri. Dan kita sebagai manusia hanyalah sebuah titik kecil di dalam siklus tersebut. Jadi dengan demikian kapankah siklus penderitaan berputar menjadi kebahagiaan? Dan kapan siklus kebahagiaan berputar menjadi penderitaan? No body knows…
To Be Continued…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Musim Panas di Los Angeles - 3
Ketika keluar dari kamar Jeanne, aku mencium wangi makanan. Sepertinya Jeanne membuat nasi goreng dan oseng-oseng ayam dan udang dengan sa...
-
Vani Gadis KU Semasa kuliah terjadi sebuah pengalaman serta cerita sex aku bersama temanku. Gimana sih cerita dewasa dan cerita sek...
-
Sudah setengah jam ini suara dengusan nafas yang memburu dan lenguhan penuh birahi terdengar sayup-sayup dari sebuah kamar kos di bilangan ...
-
Cerita Seks Vani Peju Siapa Ini Cerita Seks Vani Peju Siapa Ini, Sinar matahari sudah di ubun-ubun kepala. Suasana sebuah kos di satu...
No comments:
Post a Comment