Tuesday, August 7, 2012

Memory Stories Aryo


Jalan Asia-Afrika saat itu lengang. Lampu mercury menerangi jalan yang basah oleh hujan yang berhenti beberapa menit yang lalu. Pukul 23.30 waktu itu. Aryo memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. "If I ever loose my faith in you.." Sting berteriak dari speaker mobil Mercedes E 320 Masterpice keluaran tahun '95. Empuk sekali bunyinya, membuat Aryo ikut bersenandung.

"Masih seperti dulu.. tenang, indah, nyaman, sejuk." gumam Aryo yang pada saat itu melewati dua hotel bersejarah di Bandung, dan kantor harian umum terkenal di kota itu. Pedagang nasi goreng dan bubur ayam masih saja berjualan sekitar kantor harian umum itu, sejak Aryo meninggalkan Bandung 4 tahun yang lalu, untuk bekerja di Jakarta sebagai konsultan periklanan.

"God, I miss my city so much.." Seketika itu juga pikiran Aryo menerawang ke masa lalu. Terkenang Melinda, Sylvana, dan Diana, yang pernah mengisi relung hati Aryo yang paling dalam. Segudang cerita yang terkubur muncul kembali membawa kisah suka dan luka hati mendalam yang pernah dialami Aryo kala merajut cinta dengan mereka.

"Hmmh.." Aryo menarik nafas panjang, ketika lagu Sting fade out dan menyanyi lagu berikutnya. "I Looked out across.. the river today," begitu bait pertama dinyanyikan Sting, Aryo tidak hanya bersenandung, dia kini bernyanyi. Beat yang agak cepat membuat Aryo melupakan kenangan masa lalunya sejenak.

Terlihat lampu-lampu menghiasi Mesjid Agung Bandung, temaram, namun indah dipandang, walau pembangunan mesjid itu belum rampung. Aryo tersenyum nakal, manakala mobilnya melaju ke arah jalan Alkateri, tempat menghabiskan biaya kenakalannya masa kuliah dulu di jurusan komunikasi di salah satu perguruan tinggi ternama. Dibelokannya MB berlabur cat diamond black ke Alkateri. Kacanya agak diturunkan sedikit, untuk menikmati pantat bahenol para penjaja cinta kelas ABG yang pernah dia nikmati dulu. Tentunya sekarang mereka telah berganti generasi. Pemandangannya tidak berubah, walaupun banyak ABG-ABG baru yang berkumpul, cekikikan, dan melambaikan tangan pada mobil Aryo.

Sedikit pelan Aryo menjalankan mobilnya. "Sendirian, Mas?" sapa seorang ABG. Kira-kira umur 16 tahunan, namun berbodi aduhai. Celana merah ketat dengan tube top hitam serasi dipakainya.

"Ee.. sini dong berhenti." katanya lagi sambil sedikit berlari mengejar mobil Aryo.

Aryo hanya menoleh sedikit di spion, dan lekas memacu kembali mobilnya. Terdengar gerutuan yang tidak jelas dari si ABG tadi.

"Hahaha.. dasar murahan!" Aryo tekekeh melihat ulah ABG tadi. Padahal, waktu saat kuliah dulu, pasti Aryo telah menghentikan mobilnya dan membiarkan ABG tadi masuk ke mobilnya. Aryo memang telah berubah. Kini di Jakarta, perempuan eksekutif beberapa perusahaan yang menjadi kliennya, adalah mainannya.

Kedatangan Aryo ke Bandung adalah untuk keperluan eksekusi program promosi berupa event kliennya, produsen consumer goods paling top di Indonesia. Beberapa produknya sering di handle Aryo, selaku account executive perusahaan iklan tempatnya bekerja. Saat itu produk minuman lemon tea yang dia handle. Rencananya hari Minggu event itu dilaksanakan di Balai Kota. Dan Aryo memilih hotel yang dekat dengan tempat pelaksanaan event tersebut, sebuah hotel bintang lima belakang salah satu mall pertama di Bandung.

Setelah mengurus prosedur chek in, Aryo merebahkan diri di ranjang ukuran king size berseprai putih. Menatap langit-langit tatkala ingatannya membuka kembali lembaran masa lalu yang sempat tertunda gara-gara ABG tadi. Lama Aryo menerawang hingga akhirnya Aryo mengambil ponsel Nokia 9210i dari pinggangnya.

"HI, BELUM TIDUR? AKU DI BANDUNG! CALL ME IF U'RE NOT SLEEP YET. MISS U MUCH"

Begitulah Aryo mengetik SMS dan kemudian dikirim ke 081560387xx. Melinda, ya.. nomor HP Melinda, perempuan yang menaklukan hati Aryo ketika bertemu di fitness salah satu hotel bersejarah di Bandung. Dia pacaran hanya 1 tahun dengannya.

10 menit berlalu semenjak Aryo kirim SMS tadi. Aryo terlelap dengan jaket kulit masih membungkus tubuhnya. Dinginnya AC menambah nikmatnya Aryo memejamkan mata, sehabis berkendaraan dari Jakarta.

"Tok.. tok.. tok.." tiga ketukan, membuat Aryo terperanjat dan memandang jendela kamar yang tertembus sinar mentari pagi.

”Shit! udah siang ya?” umpatnya. "Sebentar, siapa ya?” Aryo bergegas menuju pintu.

"Room service!"

Aryo kemudian menghampiri pintu dan membukanya.

"Sarapan pagi, Pak." Aryo baru sadar, pada malam ketika check in, makan paginya minta diantar.

"O, ya.. masuklah." jawab Aryo seiring dengan membukakan pintu lebih lebar dan memberi jalan room service masuk dengan dorongannya.

"Silakan, Pak, dinikmati. Kalau ada pesanan lain, jangan ragu menghubungi kami kembali. Oh, terima kasih, Pak." sambil sedikit membungkuk room service menerima selembar sepuluh ribuan dari Aryo.

Empat miss caled dari Melinda!

"Shit! lupa gue balikin ke mode general! How stupid I am!" gerutu Aryo.
Saat hendak menelpon kembali terdengar bunyi telepon kamar. Aryo mengurungkan niatnya menelepon Linda.

"Ya," jawab Aryo singkat.

"Pak Aryo, ada tamu menunggu di Lobby."

"Siapa?"

"Ibu Senny dan Ibu Risma dari EO lokal katanya, Pak."

"Naik saja ke kamarku." jawab Aryo lagi. "Perasaan pagi ini gua gak ada janji, pagi ini… Sial, sial! Mandi belum, makan belum, Melinda, oh my God. How stupid I am." masih saja Aryo menggerutu.

Terdengar bunyi ketukan pelan pintu. Aryo hanya cuci muka dan merapikan rambut sebisanya. Jeans dan kemeja dibalik jaket kulit yang masih dipakainya, dirapikannya pula. Beruntung Aryo memilih Junior Suite, walau anggaran perusahaan tidak cukup untuk itu. Mark up budget lah yang menolong Aryo mendapatkan kamar mewah laksana boss perusahaan besar.

Dua gadis cantik masuk dengan senyum tesungging di bibirnya. "Senny, dan ini Risma." Ucap mereka memperkenalkan diri.

Tidak seperti Ibu-ibu yang kupikirkan, hahaha... Pikir Aryo lagi.

"Kami di utus Pak Ferry untuk menemani Bapak, jadi LO Bapak, maksudnya." kata Senny. Risma hanya diam dan tersenyum saja sambil mengangguk.

Senny dan Risma duduk di sofa ruang tamu, berhadap-dadapan dengan Aryo. Senny dan Risma terlihat masih muda. Rambut keduanya diikat ke belakang. Kedua leher jenjangnya membuat darah Aryo berdesir. Dasar cowok buaya.

"Menemani saya?" tanya Aryo heran sekaligus senang mendengarnya.

"Iya, Pak, Pak Ferry bilang begitu. Kami LO-nya Pak Aryo, siapa tahu Pak Aryo butuh bantuan kami kalo-kalo ada yang mesti disiapkan sebelum event nanti. Atau kalo Pak Aryo butuh kami untuk menunjukkan jalan-jalan di Bandung, kalo Pak Aryo butuh sesuatu." jawabnya.

"Hahaha... nggak perlu lah. Aku ini kuliah di Bandung. Bandung tuh nggak pernah berubah semenjak lima tahun lalu aku selesai kuliah but anyway, thank you jika anda berdua mau menemani saya," Aryo menjawab sambil tersenyum. "Kalian udah makan?" tanyanya.

"Mmm, sudah, Pak. Pak Aryo belum makan?" Senny balik bertanya.

"Aku belum, kalian bangunin aku sih tadi pagi. Temenin aku makan ya. Kamu boleh bikin kopi atau teh. Atau... check aja mini bar di sana," kata Aryo menawari mereka berdua. "Dan satu hal lagi, panggil aku Mas saja. Nggak usah Pak. Aku masih 30 tahunan kurang dikit lho, Sen,"

Tawaran Aryo disambut anggukan mereka. Sambil makan Aryo ngobrol dengan mereka kesana kemari. Senny terlihat paling aktif sementara Risma, hanya menanggapi saja. Aryo sesekali memperhatikan mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Memang cewek Bandung tidak ada yang mengalahkan, dari sisi kecantikan. Obrolan mereka makin santai, dan mengarah kepada hal-hal pribadi. Sepertinya mereka sudah lama kenal. Pribadi Aryo yang mengagumkan dalam urusan berbicara dengan wanita membuat mereka nyaman. Malah diantara mereka berdua, Risma yang mulai kelihatan duduk agak berbaring.

"Jam berapa aku harus ketemu Pak Ferry?" tanya Aryo.

"Santai saja, Mas. Lagian Mas khan baru nyampe Bandung tadi malam. Pak Ferry bilang, segala persiapan hari Sabtu ini udah di handle kita. Jadi Mas Aryo nggak usah khawatir, cuman tinggal hearing dengan Polwiltabes aja kok nanti, habis makan siang. Nah, Mas Aryo harus hadir disana!" dengan panjang lebar Senny menjelaskan. Gaya manjanya mulai kelihatan. Tangannya kadang mengusap atau mencubit pinggiran sofa yang didudukinya.

"Kalo Mas Aryo mau jalan-jalan dulu, kami siap menemani kok." ujar Risma yang sedari tadi diam dan hanya menaggapi.

"Bener nih, kalo kalian kuajak tidur gimana?" tanya Aryo yang sudah mulai bisa membaca situasi yang mulai santai. Mereka berdua berpandangan satu sama lain. Kemudian tertawa.

"Iiih, Mas Aryo genit deh." balas Senny sambil melempar bantal sofa ke arah Aryo. Aryo berkelit, hingga bantal tersebut jatuh di belakang sofa Aryo.

"Aku mandi dulu ya. O ya, tolong ketikin surat undangan buat kapolwiltabes untuk makan malam resmi di hotel ini, sehabis event ya. Kalian bisa ngetik khan? Pake notebook-ku tuh, ambil aja deket tempat tidur di ruang sebelah."

"Ih, Mas Aryo kok belum mandi?" Senny berkata sambil mengerenyitkan dahi dan menutup hidungnya.

"Apa, mau ikut mandiin aku juga? Dengan senang hati, Sen." goda Aryo.

"Weeks," Senny mengeluarkan lidahnya.

Aryo masuk kamar mandi. Dan mereka mulai mengetik. Ketika Aryo keluar dengan berbalut handuk sampai batas pusar, kedua anak gadis tadi tertegun di hadapan note book Aryo. Risma mengusap lehernya sendiri, sedangkan Senny mengapit dua telapak tangannya di pahanya. Dari bayangan cahaya di wajah mereka, terlihat mereka sedang melihat film. Terdengar pula suara desahan. Aryo memang hobi download film-film pendek dari internet, film porno.

"Heh, sudah selesai belum ngetiknya, koq malah nonton sih?"

"Mas, asyik-asyik juga ya filmnya." kata Risma.

Keduanya sudah membuka blazernya masing-masing. Terlihat pemandangan indah yang tak mungkin Aryo lewatkan. Tank top putih ketat membungkus tubuh mereka, dengan bayangan daleman hitam melingkar di daerah dada. Kontan terlihat tonjolan yang muncul dari handuk yang dipakai Aryo.

"Jadi merinding nih." ujar Risma mengusap-usap lehernya sendiri.

"Abis lihat Mas Aryo kayak gitu sih." Senny menimpali sambil matanya tertuju pada tonjolan di balik handuknya Aryo.

Tubuh Aryo memang mengagumkan, dadanya bidang, sedikit berbulu. Tinggi 180 centi ditambah bentuk proporsional dengan perut rata berelief kotak enam. Aryo memang rajin fitness.

"Glek." Aryo menelan ludahnya sendiri.

Aryo menghampiri kedua gadis itu. Senny dan Risma memandang Aryo dengan penuh tanda tanya. Muka Aryo mendekati kedua gadis itu, yang memang duduk berhimpitan di depan notebook yang masih memutar klip porno dari internet. Semakin dekat. Hingga kedua gadis itu dapat merasakan nafas Aryo yang terkesan memburu. Mata Aryo saling betatapan dengan kedua gadis itu, bergantian. Mulut mereka sedikit terbuka, seperti tengah manyambut bibir Aryo mendarat di bibir mereka masig-masing.

"Sudah selesai belum, Mbak-Mbak?" tanya Aryo memecah keheningan. Seketika itu juga mereka kaget.

"Ehhmm.. s-sudah.. Pak. Eh, Mas.." Senny terbata-bata terkejut.

"I-iya, Mas, tinggal di print aja kok." ujar Risma menimpali.

"Kalo begitu, print lah, tunggu apalagi?" Aryo bergerak menjauhi mereka sambil tersenyum. "Yess." dalam hati Aryo bersorak kegirangan. "Ternyata mudah saja menaklukan mereka." pikirnya. "Dasar yesterday afternoon child (anak kemaren sore)."

Sementara itu Senny segera memasangkan kabel printer di port notebook. Risma mulai mencatak dokumen yang baru diketiknya berdua. Aryo berdiri di depan kaca sambil menyemprotkan Bvlgari di beberapa titik di tubuhnya, ketiak, leher serta dadanya. Bayangan dua gadis itu terlihat. Sesekali mereka menoleh ke arah Aryo yang sedang berkaca. Aryo tertawa dalam hati. Timbul niat iseng Aryo mengerjai mereka berdua.

Aryo kemudian duduk di ranjang, masih memakai handuk yang masih melilit di pinggangnya. "Coba bawa kemari." perintah Aryo kepada Senny.

Senny berjalan mendekati Aryo. "Duduk sini." perintahnya kembali kepada Senny.

Senny duduk di ranjang, sebelah Aryo, namun agak sedikit jauh, sambil menyerahkan print out. Aryo menarik lengan Senny untuk mendekat ke arahnya. Diluar dugaan, karena Senny tidak siap, Senny terjatuh di pangkuan Aryo. Kepalanya jatuh tepat didadanya Aryo, dan menghadap ke atas.

"Mas, kita nggak boleh begi.." belum sempat Senny menyelesaikan kata-katanya, Aryo kemudian mendartkan ciumannya di bibir Senny. Mata Senny terbelalak menerima ciuman penuh gairah dari Aryo, tapi kemudian Senny memejamkan mata, dan menikmati sentuhan lembut bibir Aryo di bibirnya. Senny kemudian merangkul leher Aryo. Geliat tubuhnya menandakan Senny sudah mulai terangsang. Cukup lama mereka melakukan french kiss.

Sementara itu Risma hanya bisa diam terpaku, melihat ulah dua manusia diliputi nafsu. Sesekali Risma mengigit bibir bawahnya. Tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Terus terang Risma merasa risih melihat kelakuan temannya. Namun di sisi lain Risma mengakui bahwa dia terangsang hebat melihat adegan yang baru pertama kali dilihatnya secara live. Risma semakin tertegun. Dadanya berdegup kencang.

Sementara itu tank top Senny sudah terlepas. Tali transparan bra hitamnya pun diturunkan Aryo perlahan. Resleting jeans Senny pun terbuka. Kini Aryo menciumi leher Senny. Desah nafas senny semakin terdengar kuat. Telapak tangan Senny bergerak mengusap centi demi centi dada bidangnya Aryo. Sambil menciumi leher Senny, Aryo melirik Risma yang masih terpaku. Tangan kiri Aryo melambaikan tangan mengajak Risma untuk bergabung. Risma mulanya menggeleng, namun beberapa detik kemudian, ragu-ragu risma berdiri dari tempat duduknya. Berjalan perlahan dia naik ke tempat tidur, merangkak menghampiri Aryo yang tengah sibuk membuka jeans Senny. Ciuman Aryo kirni beralih ke bibir Risma. Sementara tangan Senny masih bergelayut di leher Aryo, Senny menciumi dada Aryo, dan menghisap putingnya.

Kini Senny hanya memakai daleman hitam. Berpindah posisi di kanan Aryo, sementara Aryo mulai sibuk dengan Risma di samping kirinya. Mereka pun berciuman, sambil tangan Aryo membuka tank top putihnya Risma. Sedikit demi sedikit handuk Aryo teringkap dan terlepas. Kemaluan Aryo mencuat dari handuk yang tersingkap, membuat Senny menghampirinya. Digenggamnya erat kemaluan Aryo dan mulut Senny pun bergerak mendekati kepala kemaluan Aryo yang seperti topi baja. Lidah Senny menari-nari di kepala burungnya Aryo. Lihai benar Senny.

Helai demi helai pakaian Risma tanggal sudah, tinggal menyisakan celana dalam satin hitam menggoda. Kini Aryo berbaring. Kepalanya persis di bawah kemaluan Risma yang masih terbungkus celana dalam hitam, dengan noda basah disekitar kemaluannya. Dengan jarinya, Aryo membuat jalan dengan menyingkapkan celana dalam Risma, membuat bibir kemaluan Risma terlihat. Merah, basah, dan segar kelihatannya.

"Ahh.. Mas Arryoohh.. Eehhmm.. Ssst.. Aahh.." Risma mendesah, sambil meramas-remas bongkahan gunung kembarnya sendiri.

Sementara Senny masih sibuk menenggelamkan menara Aryo di mulutnya, turun naik. Suara kecipak terdengar nyaring memberi tambahan rangsangan di jantung Aryo. Sesaat kemudian kain penutup itu telah lepas dari selangkangan Risma. Risma pun membungkukan badannya mendekati Senny yang masih sibuk dengan batanya Aryo. Risma pun bergabung dengan Senny, silih berganti menjilati benda vital Aryo. Terkadang merekapun saling menjilat lidah. Aryo masih membuat penetrasi dengan lidahnya di lubang kemaluan Risma.

Himpitan paha Risma semakin kuat dirasakan kepala Aryo, dan beberapa detik kemudian terdengan desahan berulang dengan irama yang semakin cepat dan nada yang meninggi, diakhiri terikan namun tertahan, tanda puncak kepuasan telah diraih Risma. Risma terkulai dan menjatuhkan diri di ranjang. Butir-butir keringat di wajahnya menambah manis wajah risma yang masih didera kenikmatan tiada tara.

Aryo bangun, dan merebahkan Senny. Dia lepas pengait bra Senny. Seketika itu juga muka Aryo terbenam di dua gundukan daging milik Senny. Begitu kenyal, dan kencang. Puting Senny yang sudah berdiri, digigitnya perlahan, membuat Senny menggelinjang kiri kanan tak karuan.

"Mass.. Ahh.. Gigit lagi yang kuat, mass.." ratap Senny.

Aryo semakin menjadi. Satu puting digigitnya sementara tagan kiri yang masih bebas meremas buah dada Seny satunya lagi. Beberapa saat kemudian Ayo bangkit dan melorotkan celana dalam Senny. Gadis itu pun memandang Aryo dengan penuh harap. Kini batang Aryo bagai pedang terhunus. Perlahan Aryo mendekatkan batangnya di kemaluan Senny. Sentuhan pertama membuat Senny tengadah. Sedikit demi sedikit disertai tekanan, batang itu pun tenggelam dilumat kemaluan Senny. Senny pun semakin tengadah, sambil mendesah keenakan.

"Aah.. Aahh.. Aahh.. Mmaass.. Aaah.. Jangan siksa aku, Masshh.." desahnya seirama dengan keluar masuknya batang Aryo di kemaluannya.

Aryo tenang berwibawa. Genjotan pantatnya mantap sesekali berputar seperti Inul sedang action. Kaki Senny pun melingkar dipinggang Aryo, memberi tekanan lebih pada penetrasi batangnya Aryo. Beberapa saat kemudian, mereka berpindah posisi. Senny dan Aryo berhadap-hadapan menyamping. Kaki Senny masih melingkar di pinggang Aryo sementara satunya lurus. Paha Aryo menyilang, di kaki Senny sehingga berada di selangkangan Senny. Keduanya saling neggerakkan pantat. Goyangan pantat Senny semakin liar.

"Mas.. Mass.. Akkhu.. Akkhhuu.. Nggakhh khhuatt.. Ehmm.." seperti mengejang Senny meraih puncak kenikmatannya, disertai muka yang menyeringai.

Aryo kemudian berganti posisi. Dibaliknya tubuh Senny yang terkuai lemas, sehingga pantat seksi Senny berada di atas. Agak sedikit diangkat pantat Senny, Aryo megarahkan burung yang masih berdiri tegak itu ke kemaluan Senny.

"Bless.." burung Aryo pun keluar masuk sangkarnya. Senny semakin meracau tak karuan, menerima hujaman batang Aryo. Kondisi fisik Aryo yang prima memang membuat Aryo dapat menahan laju sperma untuk dimuntahkan di liang kemaluan Senny. Lebih lama. Namun beberapa saat kemudian, Aryo semakin mempercapat gerakan maju mundurnya.

"Ahh.. Ahh.. Senn.. Senn.. AAHH!" Aryo melesakkan cairan kental putih itu, di dalam kemaluan Senny.

Aryo pun ambruk di ranjang setelah mencabut kemaluan dari liang Senny.
Senny yang masih telungkup berdampingan dengan Aryo berkata, "Mass.. Senny sukaa, indaah sekali, Mas.. Makasih telah bikin Senny bahagia hari ini."

Senny menitikkan air mata, dengan mimik bahagia terpancar dari wajahnya. Aryo mencium kening Senny. Risma yang perlahan bangkit dari memulihkan tenaganya, menyibakkan rambut yang sedikit acak-acakan dan merangkak menghampiri Aryo, melewati Senny yang masih telungkup.

"Makasih, Mas. Walau ini bukan pengalaman pertama, Risma hepi banget hari ini." ujarnya sambil kemudian mencium bibir Aryo. Risma berbaring di dada Aryo, damai.

Tiba-tiba, HP Aryo berbunyi. Aryo meraih HP yang berada di meja dekat ranjang kenikmatan yang telah berlalu. Sylvana, putus dengan Aryo karena dijodohkan ortunya dengan pengusaha lokal yang sukses.

"Halo." sapa Aryo.

"Halo, say! Kamu dimana?" jawab Sylvana dari seberang sana.

"Aku di Bandung, lagi ada..."

"Apa? Tega deh, kok nggak bilang-bilang sih, kamu ada di Bandung, kok kamu diem-diem aja sih? Kamu sekarang dimana, nginep dimana, lagi ngapain sekarang? Sama siapa kamu, say?!" Sylvana nyerocos seperti biasanya. Aryo sangat kehilangan cerocosan imutnya Sylvana.

"Stop.. stop.. kamu itu kayak polisi interogasi maling aja deh. Aku masih di hotel, nginep di H****, sendirian koq, baru mau berangkat ketemu klien." jawab Aryo berbohong. Diao bangkit dari ranjangnya dan berdiri mengghadap cermin besar.

"BOHONG!" pasti ada cewek cantik disitu ya, pasti abis gituan ya? Aku khan paling tahu belangnya kamu! Siapa sih ceweknya? Orang mana? cantikan mana sama aku?" terdengar cerocosan lagi dari seberang, sampai Aryo agak sedikit menjauhkan HP-nya. Aryo berjalan mendekati jendela yang memperlihatkan pemandangan kota Bandung dari lantai 10. Mata Risma dan Senny mengikuti Aryo, yang masih polos tanpa busana. Benar-benar mengagumkan tubuh telanjang Aryo, dalam pikiran mereka.

"Suwer, sayang, aku sendirian, gak ada siapa-siapa lagi disini." kata Aryo sambil memberi tanda pada Risma dan Senny utnuk diam tak bersuara. Playboy juga nih Aryo, pikir mereka berdua.

"Aku kangen, sayang!" rengek Sylvana dari seberang sana.

"Lho, suamimu kemana?"

"Kang Sendy lagi ke Filipina, ada proyek disana. Sudah tiga hari di sana dan rencana pulang empat hari lagi, khan BT."

"Kangen sama aku atau sama suamimu?" balas Aryo menggoda.

"Ya kamu dong, say! Ketemuan yuk," Sylvana merengek.

"OK, nanti aku telepon balik ya, aku agak sedikit sibuk hari ini, mungkin nanti agak maleman dikit ya?"

"Bener lho, say, awas kalo nggak!"

"Emang kalo nggak mau diapain? Hehehe…" Aryo terkekeh.

"Pokoknya kupotong punyamu!"

"Kamu nggak akan dapet lagi dong."

"Biarin, khan udah ada di aku, mau aku goreng. Mentahnya aja enak, apalagi yang digoreng, pasti lezaat!”

Telepon pun diputuskan Sylvana. Aryo menggaruk-garuk kepalanya sendiri. Risma dan Senny yang sedari tadi memperhatikan, tersenyum melihat kelakuan Aryo.

Aryo menoleh ke arah keduanya. "Udah deh, kalian beres-beres dulu sana, kalo mau mandi, mandi aja, masih ada satu handuk bersih kok di kamar mandi." kata Aryo sambil meraih handuk bekasnya.

Kedua anak gadis yang masih ranum itu saling berpandangan dan menghambur ke arah Aryo. "Mandiin!" sambil menyeret Aryo yang masih telanjang ke kamar mandi, dan entah apa yang mereka lakukan di kamar mandi luas dengan bath tub ala whirlpool yang cukup untuk 4 orang.

***

Kemana-mana Aryo masih ditemani Risma dan Senny. Pelayanan all in kedua gadis itu tidak disia-siakan oleh Aryo. Bercinta, bercinta dan bercinta setiap ada kesempatan. Entah kalo memang Pak Ferry menyediakan dua gadis itu untuk all in atau sebatas LO saja. Tapi dilihat dari senyuman Pak Ferry ketika Aryo telah bersama dua gadis itu, Aryo hanya menebak saja, bahwa memang Pak Ferry sengaja ’menyuap’ Aryo, walau dari sisi persiapan Event yang dilakukan Pak Ferry tidak ada masalah sama sekali. Atau mungkin juga client service.

Saat itu Aryo sedang bersama Pak Ferry, bos EO lokal, di kantor EO tersebut di bilangan Antapani. Terlihat kesibukan crew. Mereka mempersiapkan item-item yang harus dibawa ke Balai kota nanti malam. Pukul 14. 30 HP Aryo berbunyi.. Sylvana lagi!

"Oh my god, gue LUPA..!" sambil menepuk dahinya Aryo menyesali kealpaannya.

"Hal.." belum sempat selesai berucap, Aryo dipotong.

"Mana janji kamu!, dasar tukang boong!" Sylvana marah-marah.

"Aduh, maaf, Sil. Aku sibuk banget." Aryo kembali berkilah. Mendapatkan dua kenikamatan sekaligus membuat Aryo lupa dengan janjinya pada Sylvana.

"Bener ya, kupotong nanti punyamu." jawab Sylvana dengan nada geram.

"Oke-Oke deh, aku selesai 10 menit lagi kok, mau ketemuan dimana?"

"Jemput ke rumahku dong."

"Lho, nanti kalo ada yang tahu gimana?"

"Aku jamin gak bakalan ada yang tahu deh."

"SMS deh, alamat rumah kamu, aku nggak tau khan dimana kamu tinggal sekarang." kata Aryo lagi.

"OK, awas kalo mangkir lagi!" ancam Sylvana.

HP pun ditutup, dua menit kemudian terdengar bunyi SMS masuk. "Ooo, daerah atas rupanya." Aryo manggut-manggut.

Sesaat kemudian Aryo meluncur, setelah pamit pada Pak Ferry, dengan alasan family business. 30 menit kemudian Aryo telah berada di daerah yang dimaksud, Hegarmanah. Hingga akhirnya Aryo telah sampai pada rumah yang dimaksud.

"Hmm, Gede juga rumahnya, hebat betul si Sendy."

Rumah besar asri bergaya mediteranean. Pagar tembok dengan relief batu kali ber vernish, dihiasi tumbuhan rambat, menambah segar suasana rumah ini. Gerbangnya tinggi. Tiba-tiba, pintu gerbang terbuka sendiri. Aryo bengong, namun akhirnya sadar, karena di atas tembok gerbang sebelah kanan terdapat kamera, yang bergerak mengikuti gerak mobil Aryo, ketika mobilnya memasuki gerbang rumah Sylvana. Halaman cukup luas, yang pasti lebih besar dari rumah kontrakan Aryo di bilangan Gatot Subroto Jakarta. Pohon cemara dan bambu tinggi menghiasi pinggiran tembok halaman rumah Sylvana.

Belum habis bengong Aryo, kini dia disuguhi lagi kecanggihan teknologi, pintu garasi terbuka ke atas. Terlihat dua mobil berjejer, sebuah Mercedes Benz seri SLK 600 dan sebuah Jaguar S-type. Aryo memarkirkan mobilnya di celah antara kedua mobil mewah tadi. Aryo agak minder, walaupun memakai Mercedes Benz E320 Masterpiece, mobil dia nggak ada apa-apanya dibandingkan kedua mobil tagi. Sylvana terlihat berdiri di pintu yang menghubungkan garasi dengan dalam rumahnya sambil memegang remot yang kemudian dipencetnya untuk menutup gerbang luar dan garasinya.

"Halo, sayang." sapa Sylvana lembut manja.

Aryo kemudian keluar dari mobil dan menutup pintu. "JREB.. cuit-cuit!" bunyi alarm terdengar.

Aryo menghampiri Sylvana yang masih berdiri menyender di kusen pintu. Kulit putih terbungkus tanktop krem dengan celana hipster warna senada sebatas lutut menambah seksi Sylvana saat itu. Apalagi dengan pusar Sylvana yang turut mengintip diantara tank top dan celananya. Sylvana menyambutnya dengan pelukan. Aryo agak tidak tenang dengan perlakuan itu. Diciumnya pipi Sylvana dan Sylvana membalasnya. Tercium bau rambut Sylvana yang khas. Kini Sylvana berambut panjang hingga punggung. Bando krem lebar menghiasi rambutnya membuat Sylvana semakin cantik. Mirip AGB gaul, namun terlihat anggun. Sylvana berubah, semakin cantik. Beda ketika saat Aryo meninggalkan Sylvana 6 tahun lalu. Dada Aryo berdegup keras.

"Kok mobilku disuruh masuk, bukankah kita mau keluar?" tanya Aryo bingung.

"Mending disini aja, kamu khan belum pernah ke rumahku." jawab Sylvana, berjalan bersamaan Aryo saling memeluk pinggang, menuju ruang tengah.

"Katanya disuruh jemput?"

Tak ada jawaban. Sylvana, melepaskan Aryo, dan merebahkan diri di sofa kulit warna hitam bergaya kontemporer modern dari Da Vinci. Aryo duduk di sebelahnya. Dia mengamati sekeliling ruang tengah. Di depan sofa terdapat TV plasma 56 inch, lengkap dengan perangkat home theater dan Hi-Fi canggih. Hiasan patung-patung kontemporer pun turut menghiasi ruangan yang tertata rapi. Karpet tebal warna biru cocok dengan tembok warna biru langit yang menambah kesejukan ruang tengah rumah Sylvana.

"Sendirian?" tanya Aryo, memecah keheningan. "Nggak ada pembantu?"

"Mereka kusuruh pulang. Rumah mereka deket kok, di kampung belakang rumah ini." jawab Sylvana singkat.

"Suamimu kapan pulang?"

Tiba-tiba Sylvana bangkit dan mendorong dada Aryo hingga rebah di Sofa. Sylvana menindih Aryo. Mata mereka saling berpandangan. Desah nafas bergemuruh hingga terasa di masing-masing wajah dua manusia itu. Bibir mereka makin mendekat akhirnya bersentuhan. Mesra sekali.

Kini Aryo berani memeluk Sylvana. Bibir mereka kini telah bersatu, melepas rindu empat tahun tidak bertemu. Kepala mereka bergerak saling silang memainkan irama cinta yang makin menggelora, membuat ruangan sejuk itu menjadi hangat. Ciuman Aryo bergeser ke leher Sylvana, membuat Sylvana mendesah menikmati sensasi yang masih diingatnya empat tahun lalu.

"Ahh.. Yo.. ehmm.." desah Sylvana, menggoda.

Sylvana melepaskan kancing-kancing kemeja Aryo. Dada bidang itu terbukalah sudah. Sudah pasti ciuman dan jilatan lidah Sylvana menari-nari disana. Pikiran Aryo kembali ke masa empat tahun lalu, saat mesih mereguk manisnya cinta dengan Sylvana.

"Sil.. ahh.. I miss you a lot.." Aryo balas mendesah.

Seketika itu juga Aryo menarik tanktop Sylvana hingga lepas dan dilemparkannya, entah kemana. Kini dua dada bertemu, dan merapat erat sekali. Sylvana memeluk Aryo dan merka kembali berciuman ala orang Perancis.

Keadaan berbalik, kini Aryo berada di atas Sylvana, melancarkan serangan-serangan indah ke leher dan dada Sylvana. Dijamahnya dada Sylvana, diremasnya lembut. Walau tidak begitu besar, namun Aryo masih ingat, lingkaran yang mengisi penuh telapak tangan Ayo. Sesekali puting kecil kemerahan Sylvana dijepitnya diantara telunjuk dan dari tengahnya, membuat Sylvana tengadah dan menggeliat liar. Lidah Aryo pun menyapu di dada kiri dan kanan Sylvana. Tampak basah dan mengkilat diterpa cahaya yang masuk dari jendela sehingga menambah kesan estetis, atau mungkin erotis tepatnya.

Aryo kemudian menanggalkan sepatunya, dan dilanjutkan dengan membuka kaitan celana dan menurunkan resleting Sylvana. Sylvana hanya terdiam, menunggu apa yang akan dilakukan Aryo selanjutnya. Dilepaskannya celana krem hipster dengan sekali terik namun gentle. Paha putih mulus Sylvana diusapnya ke arah kemaluan yang masih terbungkus celana dalam sati putih berenda dibagian atasnya. Bulu-bulu halus Sylvana mencuat keluar dari balik renda transparan.

Aryo kemudian menciumi perut Sylvana. Dimainkannya lidah Aryo di area pusar Sylvana yang beranting.

"Oooh.. Aryoohh.. Ehmm.. Sssp.. Aaahh..." kembali terdengar desah Sylvana, manakala sapuan lidah Aryo bergerak semakin kebawah menuju tepian celana dalamnya. Dipeganginya kepala Aryo, dan diusap-usap rambutnya.

Aryo kemudian menarik celana dalam Sylvana. Dilemparkannya sembarang, dan menyagkut di satu patung yang menghias ruang tengah itu. Bulu halus Sylvana tercukur rapi membentuk huruf V. Aryo mengendus-endus bulu pubis Sylvana, membuat Sylvana menggelinjang kegelian. Sampailah kini Aryo pada labia mayoranya Sylvana. Lidah Aryo menari-nari disana, namun beberapa saat kemudian ditepisnya kepala Aryo.

Sylvana mendorong Aryo hingga kembali Aryo rebah di pinggiran sofa. Dengan bernafsu dilepasnya ikat pinggang Aryo dan ditariknya juag celana Aryo. Terlihat batang yang masih tertutup, berdenyut seakan ingin berontak merobek celana dalam yang masih menutupinya. Perlahan lidah Sylvana menari diatasnya. Aryo diam mengamati perlakuan Sylvana kepadanya. Sesekali Aryo pun tengadah menikmati tarian gemulai lidah Sylvana. Sesaat kemudian Sylvana berhasil menarik lepas celana dalam Aryo, hingga batang aryo pun mencuat keatas. Bulu lebatnya menghiasi daerah sekitar kemaluan Aryo. Kenyataan ini tak disia-siakan Slivana menyusuri setiap centi kemaluan Aryo dengan ujung lidahnya, membuat Aryo mendesah kenikmatan. Zakar Aryo pun tak luput terkena sapuan lidah Sylvana yang semakin menggila.

Sylvana menghentikan kegiatannya, dan menarik Aryo untuk bangkit. Setengah berlari kecil Sylvana menuntun Aryo menuju ke kamarnya tidak jauh dari ruang tengah, lewat tangga kecil yang dibawahnya terdapat kolam ikan koi bermacam warna. Bunyi gemericik air mancur kecil membuat damai suasana ruang tengah tadi.

Kini Aryo rebah di ranjang besar kamar Sylvana. Terpampang disana foto ukuran 20 R Sylvana dengan Sendy. Aryo tidak ambil peduli dengan foto itu. Yang hanya ia pedulikan adalah sentuhan-sentuhan Sylvana yang sempat hilang empat tahun lamanya.

Diraihnya batang kemaluan Aryo yang sedari tadi tegak seperti menara Eiffel Paris itu. Sedikit mengocok, Sylvana mengkombinasikannya dengan kuluman-kuluman lembut, dan gesekan giginya. Tangan Aryo meremas sprei putih pertanda kegelian yang ditahannya. Irama turun naik kepala Sylvana terlihat indah sekali. Semakin cepat, semakin tak kuasa Aryo menahan sensasinya.

"Mmmphh.. Mmmphh.. Mmmphh.." terdengar Sylvana menggumam, karena mulutnya penuh dengan batang kemaluan Aryo. Aryo tidak ingin kenikmatan itu cepat berakhir. Diangkatnya kepala Sylvana, dan dibaliknya Sylvana hingga berbaring. Aryo kemudian bergerak ke atas Sylvana dan berbalik. Kini mulut Aryo berhadapan dengan kemaluan Sylvana yang merah merekah, dan mengkilat karena basah. Sylvana pun tak menyia-nyiakan kemaluan Aryo yang menggantung di hadapannya. Keduanya saling menjilat, menyedot, mencium, dan melakukan beberapa variasi lainnya. Hingga akhirnya, Sylvana berteriak keras.

"Aaauugghh.. Aaahh.. Arryyoohh.. God.. Hhngg.. Nghh.." sedikit tengadah Sylvana teriak.

Giginya mengatup. Panjang sekali lenguhan kenikmatan yang terdengan. Mulut Aryo tak luput dari semburan cairan kenikmatan Sylvana. "Stop.. Stop.. please stop, Yo.. Aku nggak mau dapet dua kali dengan cara ini,” Sylvana memohon.

Aryo berbaring, sedangkan Sylvana berada di atasnya, ditopang lutut. Sylvana memegang kemaluan Aryo dan mengusap-usapkannya di Bibir kemaluannya, hingga akhirnya.

"Bless.." sedikit demi sedikit kemaluan Aryo hilang di telan kemaluan Sylvana.
Sylvana bergerak turun naik, dan memutar-mutarkan pinggulnya. Aryo yang sedari tadi diam, mulai melakukan penetrasi dari bawah, hingga lengkaplah kenikmatan yang diterima Sylvana.

Setelah puas dengan posisi itu, kini Aryo bangkit, dan membiarkan Sylvana menungging. Aryo kemudian menyodok kemaluan Sylvana dari belakang. Pantat Aryo bergoyang maju mundur. Perut Aryo yang menempel di pantat Sylvana, menimbulkan bunyi berulang-ulang. Satu tangan Aryo memegang pinggul Sylvana, dan satunya lagi menarik rambut Sylvana ke belakang. Sylvana menjadi tengadah, sambil menjilati tangannya sendiri. Sesekali tangan yang telah dijilat diusapkannya ke clitorisnya sehingga menambah rangsangan di daerah miliknya tersebut.

"Mmphh.. Ayoo.. Aryoohh.. Hhmm.. Aahh.. Hmmphh.." gumam Sylvana.
Nama Aryo dipanggil berulangkali. Gumaman Sylvana seirama dengan keluar masuknya kemaluan Aryo di vaginanya. Aryo kemudian membalik Sylvana, sehingga Sylvana rebahan. Ditusuknya lagi lubang merah merekah itu dengan batang Aryo. Kaki Sylvana menempel di dada Aryo, sehingga memudahkan Aryo utnuk melakukan penetrasi lebih dalam lagi. Hingga akhirnya…

"Sill.. I want to cum.. I want to cum.." kata Aryo setengah berteriak.

"Cum inside me, honey. I want your juice so bad." balas Sylvana. "Kitaaa bbarenganhh.. sayhh.. Aaarrgghh.. Aryoohh..!" lanjut Sylvana yang ditutup dengan teriakan nikmat tanda puncak kedua telah diraihnya.

"Aaarrgghh..!" bersamaan dengan teriakan Sylvana, Aryo pun berteriak.
3 -4 kali semprotan masuk ke dalam vagina Sylvana. Dua semprotan menyembur di perut hingga dada Sylvana. Sylvana kemudian mengusapkannya ke seluruh permukaan payudaranya. Dijilatnya jari-jari bekas usapan di dadanya.

Aryo terkulai lemas dan ambruk di sisi Sylvana. Keduanga berciuman mesra. Butiran keringat di muka Sylvana membasahi rambutnya juga. Dada Aryo pun mengkilat berkeringat. Sylvana turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Sesaat kemudian kembali Sylvana naik ke ranjang dan menarik bed cover tebal dan hangat, sehingga menutupi keduanya hingga batas dada. Kepala Sylvana bersimpuh di dada Aryo, dan sesekali menciumi dadanya.

Lama Aryo termenung menatap langit-langit putih kamar Sylvana. Pikirannya kembali lagi ke masa empat tahun ke belakang.

"Apa yang kamu pikirkan, Yo?" tanya Sylvana memecah keheningan.

"Kamu nggak berubah." jawab Aryo sambil mengusap-usap rambut Sylvana.

"Apanya yang gak berubah?" tanya Sylvana lagi. "Aku nggak mau berubah, aku cinta dan sayang sama kamu, Yo!" lanjutnya lagi.

"Suamimu?" Aryo balik bertanya lagi, sambil melihat foto yang terpampang tadi.

"You know I never love him as much as I love you. I really love you, Aryo!" jawab Sylvana, sambil menguatkan pelukannya ke Aryo.

"Kasihan dia." balas Aryo singkat.

Sylvana melonggarkan pelukannya, dan menjauhkan kepalanya dari dada Aryo. Tangannya meraih bungkus Marlboro Light di meja samping ranjagnya. Sylvana menyalakan rokok itu dan memberikannya ke Aryo. Aryo menghisapnya. Kemudian Sylvana menyalakannya lagi untuk dihisapnya sendiri.

"Pffuhh," kepulah asap keluar dari mulut imut Sylvana.

Sylvana duduk dengan memeluk dua kakinya. Selimut yang menutupi dadanya tersingkap. "Kamu jahat!" ujarnya mengumpat. "Kamu lebih kasihan sama suamiku, kamu nggak sayang sama aku, aku ditinggal terus sendirian, batinku menjerit, Yo. Kamu nggak peduli perasaanku, coba pikir, dimana seharusnya aku mendapatkan kepuasan batin dari suamiku, aku dapatkan dari batangan-batangan plastik oleh-oleh Sendy dari Eropa. Aku masih simpan foto kamu, Yo!" Sylvana mulai lagi dengan cerocosannya. Air matanya mulai mengalir membasahi pipi mulus kemerahan.

"Hu.. huu.. huu.." tak kuasa menahan perasaan, Sylvana mulai menangis. "Setiap perasaan sepi itu muncul, setiap keinginan itu timbul, aku terus menipu diri sendiri dengan hadirnya kamu disini. Cuma foto itu yang aku punya, Yo. Penis palsu itu yang jadi pemuasku!" menangis terisak Sylvana melanjutkan, sambil mematikan rokok yang belum habis setengahnya dihisap.

Aryo tertegun, sejenak. Ditariknya tubuh Sylvana kembali ke dadanya. Sylvana memeluk erat kembali tubuh Aryo. "Sil, sama denganku, 12 November, ingat?" Aryo mengajak Sylvana flash back. "Kamu nggak pernah balas SMS-ku, kamu nggak pernah bisa dihubungi, keluargamu seakan-akan menjauhkan kamu dari aku, what did I have? Nothing!" Aryo mulai membela diri. "Kita adalah korban keadaan Syl, kita nggak mungkin bersatu. Hanya ini yang kita punya, perasaan yang sama", sambil mengusap-usap rambut Sylvana, Aryo melanjutkan.

Sylvana kemudian tengadah, menghadap wajah Aryo. "Promise me," Sylvana memohon.

"Promise you what?" Aryo membalas.

"Kita akan sering bertemu, please!" Sylvana memohon sambil menyusupkan tangannya ke balik bed cover yang jadi selimut mereka berdua, mencari-cari kemaluan Aryo, dan menggenggamnya erat. Aryo sedikit menegang kegelian. Batang nya mulai tegang kembali.

"OK, aku janji." jawab Aryo tersenyum, merasa sedikit terancam gara-gara batangnya dipegang Sylvana.

"Awas, kalo nggak, kupotong punyamu, buat gantiin yang plastik!" ancam Sylvana, dengan mata melotot namun kemudian tersenyum.

Aryo tertawa terkekeh, dan selanjutnya menindih tubuh Sylvana, untuk kemudian mereguk madu cinta kedua yang sempat tertunda empat tahun lamanya.

***

Meluncur dengan MB E320 MP-nya, di Jl. Cihampelas dini hari sepulang dari rumah Sylvana, Aryo menyetel keras-keras "Mad About You"-nya Sting. Terlihat ramai saat itu di pusat perbelanjaan Premier, kala Aryo melewatinya. Orang-orang baru turun dugem dari Studio East, sebuah kelab malam terkenal di Bandung. Jalanan pun agak sedikit macet, karena di bawahnya lagi masih terhadang mobil-mobil yang baru keluar dari pelataran parkir S*** L***. Pikiran Aryo kembali menerawang pada kejadian barusan di rumah Sylvana.

"Hehe.. dapet lagi nih, Sylva!" pikirnya. "Lumayan kalo gue ada tugas ke Bandung lagi. Nggak usah cari hotel." lanjutnya.

Saat itu masih terjadi antrean, tiba-tiba dua orang gadis mengetuk kaca mobilnya. "Mas, Mas Aryoo!". ternyata Risma dan Senny.

"Ngapain kalian disini?" tanya Aryo bingung. Dia menepikan sedikit mobilnya di kanan. Bunyi klakson dari mobil belakang terdengar, tak dipedulikannya.

"Kami abis dugem sama anak-anak EO lainnya, tuch.. pada ngumpul disana!"

"Bukannya mereka siap-siap?" tanya Aryo lagi.

"Iya, semua udah siap kok, Mas. Orang security yang kami sewa jaga di Balai Kota, kita-kita diajak Pak Ferry, katanya sih biar fresh besoknya." jawab Senny.

"Kita sih seneng-seneng aja diajakin." Risma menimpali. "Dari mana sih, Mas? Mau balik ke hotel lagi?" tanyanya lagi.

"Ya, balik ke hotel."

"Ikut nginep dong, Mas." rengek Senny.

"Soalnya udah pagi nih, kagok kalo pulang dulu ke rumah. Kita bilangnya nginep di kantor sih sama ortu." kata Risma menimpali.

"Naiklah." jawab Aryo kegirangan.

"Ee, bentar ya, Mas, ngambil tas dulu di mobil temen," kata Senny sambil berlari menuju restoran.

Dan mobil pun kembali meluncur ke arah hotel.

Sesampainya di kamar, Aryo membuka baju dan celana tanpa risi di hadapan Risma dan Senny, dan berganti dengan kaos oblong ketat dan celana pendek. Risma dan Senny menelan ludah sendiri.

"Heh, bengong! Udah, tidur sana!" kata Aryo memberi perintah.

Keduanya lantas mengeluarkan baju ganti dari tasnya masing-masing, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Terdengar suara keran air di hidupkan. Aryo yang sudah terlihat mengantuk, langsung merebahkan diri di ranjang, sambil mengecek schedule untuk besok di HP-nya.

Pintu kamar mandi pun terbuka. Risma hanya mengenakan kaos tanpa lengan warna putih tipis yang longgar sehingga memperlihatkan tonjolan payudara tanpa bra, dengan g-string warna hitam. Sedangkan Senny, mengenakan atasan baby doll satin warna pink hingga batas pinggul dengan bawahan dihiasi CD warna senada dengan potongan high cut. Dia pun tidak memakai bra. Batang kemaluan Aryo yang terasa pegal bangkit dari tidurnya, hingga terasa makin pegal akibat percintaan tadi siang hingga malam dengan Sylvana. Keduanya tersenyum ke arah Aryo dan langsung meloncat ke ranjang. Aryo tertawa kecil melihat kelakuan mereka yang seperti anak kecil. Keduanya menciumi pipi Aryo, sambil mengelus-elus dada Aryo. Malah Risma sempat menelusuri batang kemaluan Aryo dengan tangannya. Aryo sebenarnya ingin menikmati lagi kemolekan tubuh merka, namun badannya terasa luluh lantak.

"Heh, gadis-gadis manis. Aku capek! Tidur aja yuk," kata Aryo sambil menarik selimut menutupi dua pertiga badan mereka.

Dan malam pun berlalu tanpa ada pergumulan birahi diantara mereka.

***

Minggu pagi. Ketiganya masih terlelap tidur. Selimut yang menutupi tubuh mereka telah tersingkap. Kaos tipis yang dipakai Risma melelet kesamping lepas dari bahunya, sehingga satu tonjolan dadanya mencuat, walau putingnya masih sedikit tertutup. Baby doll Senny tersingkap ke atas hingga dadanya, sehingga bagian bawah dadanya terlihat. Begitu pula paha mulus dan sexy mereka yang memang terekspos, menambah indahnya pemandangan bagi yang melihatnya.

Aryo menggeliat, dan membuka matanya. Melihat sekeliling, dan akhirnya matanya tertuju pada pemandangan dua gadis tadi. Muncul niat iseng Aryo untuk membangunkan mereka. Disingkapkannya lagi ke atas baby doll Senny, sehingga dua bukit kembar mulus itu makin terlihat indahnya. Dijilatinya satu persatu. Senny menggeliat dan mendesah.

"Ehmmhh," desahnya. Begitu sadar dikerjai Aryo, Senny tersenyum.
"Selamat pagi, Mas." sapanya.

Diciumnya bibir Aryo. Aryo pun membalas dengan penuh nafsu. Satu payudara Senny diremasnya, menimbulkan suara desahan manja. Risma terbangun gara-gara suara desahan Senny. Begitu matanya terbuka dan melihat apa yang dilakukan Aryo dan Senny. Rsma segera tersadar bahwa pemandangan yang dilihatnya akan membawa kembali Risma mengalami hal terindah yang pernah dia alami berdua dengan Senny. Seketika itu juga Risma memelorotkan celana pendek Aryo yang sedari tadi telah memperlihatkan tonjolan batang Aryo yang keras. Ujung lidah Risma menari di kepala kemaluan Aryo. Aryo pun mendesah keenakan.

"Ohh.. Ahh.. Sssph.. Aaahh.." meluncur desahan nikmat itu dari mulut Aryo.

Kini dada mulus Senny terekspos dengan jelas, setelah Aryo membuka baby doll pink yang dikenakan Senny. Lidah Aryo pun menyapu seluruh bagian dada Senny hingga menjalar ke perut dan akhirnya ke daerha selangkangan Senny. Aryo kini menungging, membuat Risma berbaring di bawah kemaluan Aryo, dan bebas memperlakukan kemaluan Aryo sepuasnya. Aryo perlahan menyingkapkan memelorotkan CD Senny. Dengan lahapnya Aryo menyapu bibir vagina yang telah basah. Sesekali lidah Aryo melakukan penetrasi ke dalam vagina Senny, membuat Senny bergerak-greak menggelinjang menikmati sensasi yang ditimbulkan lidah Aryo.

Risma sibuk dengan permainannya. Kuluman mulutnya dikombinasikan dengan genggaman mengocok di kemaluan Aryo. Jilatan Aryo di bibr vagina Senny semakin menggila. Senny pun semakin mendesah dan meremas-remas payudaranya sendiri, sambil sesekali putingnya dipilin. Senny semakin tegang, himpitan paha mulus Senny di kepala Aryo semakin menguat.

"Mas.. Akkhu.. Nggak tahannh.. Akhu ngg.. Ahhhhh.." hingga akhirnya Senny melenguh panjang. Pantatnya sedikit terangkat untuk memaksimalkan kenikmatan yang sedang diraihnya. Mulut Aryo banjir dengan cairan puncaknya Senny. Sampai akhirnya Senny pun terkulai lemas.

Saat itu tidak disia-siakan Aryo. Aryo bangkit dan membuka paha Senny, membuat Senny mengangkang. Kemaluannya diarahkan ke vagina Senny. Diusap-usapkannya sebentar dan perlahan, batang itu amblas, sedikit demi sedikit di vagina Senny. Aryo mempercepat gerakan maju mundurnya. Risma menghampiri Senny, berbaring di sisi Senny. Lidahnya menjilati payudara Senny dan satunya lagi diremasnya. Senny berteriak minta ampun pada Aryo.

Melihat Senny sudah kepayahan, lantas Aryo menyuruh Risma menungging. Tubunhya berada di atas Senny, dan mukanya tepat berada di atas dua gunung kembar Senny. tak menunggu waktu lagi, Aryo membenamkan penisnya.. bukan di vagina Risma, tetapi di anus Risma!, setelah sebelumnya, ludah Aryo membasahi seluruh kemaluan Aryo.

"Bless.." sedikit-demi sedikit batang besar berurat itu masuk menyeruak di anus Risma.

Risma sedikit berteriak, menengadahkan mukanya, dan tidak jadi melumat payudara Senny. Gerakan maju mundur Aryo semakin cepat. Risma semakin berteriak tak karuan, seperti sedang menangis. Senny yang berada di bawah Risma, beringsut mundur dan menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Melihat pemandangan yang indah itu, Senny pun ikut terangsang, melakukan masturbasi, dengan mengusap-usap vaginanya, sesekali menusukkan jarinya, dan tangan satunya lagi meremas payudara montoknya.

Aryo merasa puncaknya sudah dekat, mempercepat gerakannya. Risma yang masih menungging kepalanya rebah ke ranjang. Risma terlihat pasrah, dengan lenguhan-lenguhan panjang terputus-putus keluar dari mulutnya. Hingga akhirnya Aryo mengejang, dan memuntahkan cairan kenikmatannya di anus Risma. Panjang benar puncak yang diraih Aryo. Perlahan Aryo mencabut penisnya, yang berlumuran sperma. Cairan yang berada di dalam anus Risma pun berleleran keluar mengalir perlahan menyusuri paha mulus Risma manakala Aryo mencabut batangya.

Aryo pun rebah ke ranjang. Risma yang masih belum mendapatkan puncaknya, mencoba memasukkan batang Aryo yang masih tegak dan basah. Risma bergerak-gerak turun naik dengan cepat, tidak mau menyia-nyiakan batang Aryo yang masih tegak, yang sebentar lagi akan melemas. Aryo semakin marasa pegal pada kemaluannya. Tadinya dia tidak ingin meneruskan, namun kasihan pada Risma yang telah ia sodomi. Nasib baik berpihak pada Risma. Akhirnya Risma pun mendapatkan puncaknya, dan rebah di samping Aryo kecapekan.

Aryo meraih jam tangannya. Pukul 08.45, 45 menit lagi menjelang pelaksanaan event. Aryo tenang saja, toh karena lokasi pelaksanaan event itu tidak jauh dari hotel tempatnya menginap. Aryo bangkit dan mengajak dua gadis yang masih terkulai lemas itu untuk mandi bersama.

"Girls, c'mon.. waktunya tinggal dikit lagi nih. Ntar kalian dimarahi Pak Ferry lho."

"Ntar dong, Mas, nyawaku nih masih melayang. Lagian kami khan masih capek! Kok Mas Aryo nggak capek sih?" tanya Senny sambil tersenyum menyiratkan kebahagiaan sejati masih dia alami.

Aryo hanya tersenyum saja, dan merasa bersyukur bahwa selama ini fitness yang dilakukannya dua hari sekali sangat bermanfaat untuk menjaga ketahanan tubuhnya. "Aku nggak kunci kamar mandinya yaa." katanya sambil berjalan gontai menuju kamar mandi.

"Ikuut!" balas mereka lagi, sambil menghambur mengejar Aryo yang berlari juga menuju kamar mandi.

Silakan bayangkan apa yang terjadi di sana.

***

Siang itu di Balai Kota. Aryo terlihat sporty, mengenakan jeans stone whased, dengan atasan kaos oblong. Kacamata hitam turut menghiasi wajahnya, menutupi teriknya matahari Bandung saat itu. Terlihat Aryo sedang berbincang dengan Pak Ferry, pemilik EO lokal, dan sesekali berbincang juga dengan para crew, memberi perintah, di samping panggung.

Hingar-bingar musik mewarnai panasnya hari itu di Balai Kota. Anak-anak ABG di depan panggung berjingkrak-jingkrak di depan panggung dengan semangat dan berteriak-teriak memberi support pada band-band yang tampil di depan panggung yang tidak lain adalah teman-teman mereka juga. Aryo melihat sekeliling, tentunya mencari pemandangan indah, cewek-cewek Bandung yang terkenal cantik. Toh, walaupun punya pengalaman dengan beberapa cewek saat kuliah di Bandung, cewek-cewek Bandung tidak pernah membuat Aryo bosan.

Saat melihat-lihat sekeliling penonton yang memang ramai, mata Aryo tertuju kepada seorang wanita, rambut panjang berbando lebar. Memakai kaos putih lengan panjang ketat, dengan tas kecil bertali menyilang di dadanya. Memang dia agak berada di luar kerumunan, saat Aryo melihatnya.

"Diana!" teriak Aryo dalam hati.

Aryo lantas berjalan dengan sedikit berlari mencoba menghampiri Diana, menembus kerumunan penonton. Berjuang, diantara desakan penonton yang histeris, malah sempat kaki Aryo terinjak oleh salah satu penonton yang berjingkrak.

Ketika sampai pada tempat yang dituju, Aryo kehilangan Diana. Aryo kembali celingukan, mencari Diana, diantara kerumuan penonton, tapi tak mendapatkan hasil. Kembali Aryo harus berjuang untuk menuju depan panggung. Terduduk Aryo di samping panggung. Aryo menyalakan Marlboro merahnya.

"Pffuhh.." asap putih mengepul keluar dari mulutnya. Pikirannya menerawang kembali seperti ketika bertemu dengan Sylvana. "Ah, sudahlah. Romantisme jaman dulu," ujarnya dalam hati. Kembali Aryo melanjutkan aktivitasnya mensupervisi event tersebut.

Sore menjelang malam, Naif menutup event itu dengan meriah. Penampilan David saat itu memang gila. Dengan pakaian gaya Seventies, dan muka dihiasi kacamata lebar, membuat lucu penampilannya. Penonton pun puas dengan penampilan mereka. Seiring dengan berakhirnya lagu yang bertajuk Aku Rela, penonton pun bersorak, bertepuk tangan riuh.

Penonton pun bubar, hengkang dari tempat itu sedikit-demi sedikit. Akhirnya hanya tersisa crew panggung dan acara yang sedang membereskan perlengkapan dan area sekitar. Aryo berbincang kembali dengan Pak Ferry. Senyum puas pun tersungging di wajah Aryo.

"Oke, Mas Aryo, laporannya akan saya siapkan besok ya, berangkat jam berapa besok ke Jakarta?" tanya Pak Ferry.

"Nggak usah buru-buru, Pak, saya masih punya dua hari lagi di Bandung.”

"O iya? Oke deh, Mas, aku meeting evaluasi dulu ya, bareng anak-anak, mereka dah menunggu." kata Pak Ferry, dan meninggalkan Aryo sendirian.

Aryo melipat tangannya di dada. "Hmm.. What a busy days." gumamnya. Ya, busy with love, busy with ladies, busy with all of the past romances things, and that is Aryo.

Saat Aryo melamun sendiri menghadap panggung yang sedang dibereskan terasa seseorang menepuk bahunya dari belakang. Aryo menoleh, Diana!

"Halo, Om Yo!" sapa Diana lembut. Masih mengenakan setelan yang sama seperti tadi siang. Diana terlihat cantik. Aryo terpaku dengan mata berbinar. Tak sepatah kata pun muncul dari mulut Aryo. Lama sekali.

"Hallo.. Om Aryo.. Earth calling Aryo.. Earth calling Aryo.. commin Aryo!" kata Diana yang memang suka bercanda.

"Hahahaha.." Aryo terbahak.  "Dasar anak gila!" katanya sambil memencet hidung mancung Diana.

"Aduh, sakiit.."

"Biarin, biar pesek hidungmu, biar enak kalo lagi nyium kamu."

"Ih, Om Aryo masih genit deh," balas Diana memencet hidung Aryo.

Diana kini telah menjadi gadis dewasa. Saat Aryo meinggalkan Melinda, Diana masih seperti ABG. Ya, Diana adalah keponakan Melinda.

"Kok tahu aku disini?"

"Aku tahu Om yang ngerjain ini."

"Tahu dari mana?"

"Orang iklan pasti tahu, Om. Aku kerja di periklanan di Bandung, kantor kecil sih, diajakin temen, tapi aku suka, Om, bayak tantangan. Lihat aja Om sendiri." kata Diana menjelaskan.

"Jadi apa kamu disana?"

"Jadi AE, sama kayak Om."

"Salah. aku Senior Account Executive, dua tingkat diatas kamu, setelah Associate, hehehe.." jawab Aryo.

"Tapi yang penting tugasnya sama.. gaet klien, pelihara dan di maintain. apalagi kalo kliennya cakep," jawab Diana.

"Anak pinter." ucap Aryo kembali memencet hidung Diana.

"Auu.. sakit, Om!" rengeknya lagi.

Diana, kini 26 tahun. Berubah menjadi gadis yang sangat cantik. Beda cuman 5 tahun dari tantenya Melinda. Dulu masih imut, dengan dandanan gaya anak ABG. Mereka berdua berjalan ke pinggir, dekat dengan pembatas parkir mobil dan duduk disana.

"Apa kabar tantemu?" tanya Aryo mengalihkan pembicaraan ke arah yang lebih private.

"Baik, Malah dia bilang Om Aryo SMS dua hari yang lalu."

"Kamu tahu?"

"Tahu, tante Mel cerita kok, malah juga dia cerita Om Aryo nggak angkat HP-nya waktu tante Mel nelepon balik."

"Aku ketiduran. Trus kelupaan mau nelepon balik, sibuk." sergah Aryo merasa diingatkan kembali.

"Iya, Om, aku tahunya kemaren kok waktu aku mampir ke rumah Tante Mel."

"Trus, kamu kok nggak ajak Tante Mel kesini?"

"Nggak ah, daripada aku jadi kambing congek. Pasti Om Aryo sama tante Mel nggak mau diganggu. Trus aku jadi kambing congek deh, khan bete digituin." jawabnya lagi.

Diana memang tahu bagaimana cintanya Aryo sama tantenya. Tapi dia pun kagum juga dengan laki-laki itu, walaupun tahu Aryo sudah sepenuhnya milik tantenya. Namun di luar dugaan, Aryo pun menyambut kemolekan tubuh Diana dengan senang hati. Diana tidak kecewa dengan keadaan itu. Yang penting berada di pelukan kekasih tantenya membaut dia merasa nyaman dan terlindungi, terlebih, kebutuhan seksualnya selaku ABG yang kala itu menggelora terpenuhi, daripada harus dipuaskan dengan anak-anak sebayanya yang hanya mengandalkan nafsu semata. Dipelukan Aryo, Diana merasa menjadi wanita dewasa, toh, walaupun Aryo punya pandangan lain tentunya.

"Kenapa baru sekarang Om hubungi Tante?" kembali Diana membuka percakapan.

"Aku.. ehmm.." Aryo terbata mencari alasan yang tepat.

"Kenapa nggak pernah juga Om hubungi Diana?" tanya Diana lagi.

Aryo semakin bungkam. Sulit rasanya untuk berkata bahwa perselingkuhan tantenya dengan Reza, teman kantor Melinda di sebuah bank di bilangan Asia Afrika Bandung membuat Aryo menutup diri dari keduanya.

"Om Reza ya?!" Diana menjawab sendiri pertanyaannya.

Aryo menoleh pada Diana dan memandangnya lama, kemudian tersenyum.
"Sudahlah gadis kecil. Semua itu sudah berlalu, toh, aku juga sudah memaafkan tantemu." jawab Aryo yang kembali menyalakan rokoknya. Bangsat, kenapa nama itu muncul kembali di pikiran gue, pikir Aryo.

"Mereka nggak jadi nikah kok, Om!" lanjut Diana lagi.

"Kok bisa?" tanya Aryo. Matanya agak sedikit berbinar mendengar kabar dari Diana.

"Iya, aku pikir juga mereka mau nikah. Udah urus sana-urus sini tapi belakangan ini mereka bertengkar mulu. Nggak tahu apa yang diributin, tapi ujung-ujungnya kalo tante Mel dah nyampe rumah pas aku lagi nginep di sana, pasti aja matanya sembab dan ada bekas memar di bagian-bagian tubuhnya." jawab Diana lagi, menjelaskan.

"Maksud kamu?"

"Tante Mel sering dipukulin sama Om Reza, Om."

"Emang kamu pernah lihat?" tanya Aryo sedikit menginterogasi.

"Nggak secara langsung sih, cuman, pernah kita jalan bareng bertiga, abis dari BSM, mampir ke rumahnya Om Reza. Nah, disitu aku dijemput temen. Lantas aku tinggalin mereka berdua,"

"Terus?"

"Pas aku mau pulang lagi ke tempat Om Reza, aku ditelepon Tante Mel supaya aku langsung balik ke rumah Tante, karena Tante Mel sudah ada di rumah. Begtu aku nyampe di rumah tante Mel.. akhirnya terbongkar rahasia Om Reza yang suka nyiksa tante Mel."

"Emang tantemu cerita?"

"Lengkap dengan bukti-bukti, yang akhirnya kami bilang sama eyang, bahwa Om Reza emang begitu, trus nggak jadi deh mereka nikah." jelasnya lagi.

"Kapan tuh kejadiannya?" tanya Aryo yang terus memancing.

"Dua bulan lalu, Om." jawab Diana lagi. "Tapi aku seneng sih, Om Reza putus dari tante Mel.."

"Kenapa seneng?" tanya Aryo menggoda Diana, sambil tersenyum.

"Ih, si Om nih yang pastinya, tante Mel bakalan deket lagi sama Om, dan Aku juga jadi deketan lagi sama Om." jawab Diana sambil merangkul Aryo.

"Dasar anak kecil, tahu enaknya aja. Emang tantemu masih mau sama aku?" tanya Aryo lagi sambil memencet hidung Diana lagi.

"Udah, om ah.. ntar bener-bener putus idung Diana nih. Om, coba deh Om telepon lagi tante Mel deh." bujuk Diana pada Aryo.

"Oke.. oke.. jangan buru-buru dong ah, biarkan Tantemu menikmati kebebasan barang sejenak. Ya siapa tahu tantemu bisa mendapatkan yang lebih baik dari Aku, Diana.." kata Aryo pada Diana, sambil mengusap-usap kepala Diana. "Aku ada makan malam bentar lagi sama Kapolwil. Kamu mau ikut gak?" ajak Aryo.

"Pake baju ginian, Om? Nggak pantes lah. Masa sih?" tanya Diana sambil melihat baju yang dikenakannya.

"Gampang, mampir dulu di BIP yuk." ajak aryo sambil menarik tangan Diana.

"Eh, sekarang, Om?" tanya Diana lagi.

"Iya. Ayo cepet buruan, ntar abis dari BIP, mandi di kamar hotel aku, trus ganti baju." lanjut Aryo.

Keduanya berjalan ke arah mobil Aryo dan meluncur ke mall dekat balai kota. Disana Aryo memilihkan baju yang sesuai dengan acara makan malam nanti. Setelah selesai berbelanja, keduanya segera meluncur ke arah hotal tempat Aryo menginap, cuman 10 menit sampailah mereka di kamar Aryo

***

"Udah belum?" tanya Aryo pada Diana yang masih berada di kamar mandi.

"Bentar, tinggal pake lipstik, Om." jawab Diana dari dalam kamar mandi.

Aryo telah bersiap. Setelan kemeja lengan panjang hitam, dipadu dengan celana panjang katun dan sepatu fantopel hitam, membuat penampilan Aryo tampak dendy.

"Duh, lama banget sih, udah telat niih."

"Cerewet amat sih, Om," kata Diana sambil keluar dari kamar mandi.

Bunyi pintu kamar mandi dibuka terdengar, dan tampaklah Diana, begitu cantik dan anggun. Aryo terpana melihat Diana dengan pakaian yang dibelinya beberapa saat lalu. Baju terusan hitam tanpa tali, ketat di bagian dada, perut hingga pinggul. Di pahanya terlihat belahan memanjang ke atas, sengat sexy. Belahan dada Diana terlihat dalam sekali diantara dua gundukan bukit mulus. Rambut panjang terurai, dihiasi jepit kupu-kupu menambah cantik gadis muda ini. Apalagi sepatu tali Diana yang cukup tinggi haknya menambah seksi betis Diana yan memang putih.

"Kamu cantik." kata Aryo sambil berjalan menghampiri Diana. Dipeganggnya lengan atas Diana. Aryo mendaratkan kecupan di bibir Diana. Diana terpejam, menikmati kecupan hangat Aryo. Tangannya bergerak menuju pinggang Aryo ingin memeluknya. Diana tidak ingin melepaskan ciuman Aryo. Menyadari akan terjadi sesuatu jika diteruskan, kepala Aryo bergerak mundur dari wajah Diana, membuat Diana sedikit kecewa.

"Yuk." kata Aryo sambil menarik tangan Diana.

Diana malah merangkul Aryo. Mereka berjalan menuju lobby bak sepasang kekasih.

Suasana restoran di Hotel tempat Aryo menginap memang ramai. Tamu undangan Aryo hadir lengkap. Terdengar sesekali tawa meledak diantara mereka. Diana, turut pula menjadi focus of interest disana, karena Diana pandai berbaur, atau karena bajunya yang seksi. Entahlah yang pasti, semua yang ada disana benar-benar menikmati suasana makan malan penuh canda dengan para pejabat kepolisian.

Setelah acara itu berlalu, kini hanya Aryo dan Diana berdua di dalam kamar. Diana rebahan di ranjang, sementara Aryo duduk di sebelahnya Diana.

"Kamu mau pulang?"

"Ntar aja dulu, Om. Diana masih pengen ngobrol sama Om." ujarnya pada Aryo.

"Udah malem, Diana, udah pukul setengah sebelas. Orang tuamu ntar marah lho."

"Si Papah lagi sama Istri muda, Ibu.. hmm.. mana aku tahu, kerjanya kelayapan mulu bareng temen-temen gosipnya. Ke karaoke kek, arisan kek, ke tempat spa, salon, wuaahh.. capek mikirinnya, Om," ujar Diana ketus. "Di rumah nggak ada siapa-siapa Om, bete. Cuman ditemenin Anah." lanjutnya lagi.

"Trus, mau ngapain donk?" tanya Aryo lagi, curious.

"Aku masih pengen ngobrol sama Om, titik!" jawabnya sambil merengek. Kemudian Diana membalikkan badannya dan bertopang dagu. "Om masih mau sama tante Mel?"

"Udah ah, jangan dibahas lagi!"

"Kenapa, masih sakit ya, Om?"

"Nggak. Aku cuma.. mm.. hh.." Aryo menarik nafas panjang. Dia terdiam seribu bahasa. Pikirannya menerawang ke masa lalu yang manis sekaligus menyakitkan di akhirnya.

"Om, kok malah ngelamun?" tanya Diana membuyarkan lamunan Aryo.
Diana maju beringsut menuju paha Aryo. Kepalanya rebah di paha Aryo. Aryo mengusap-usap kepala Diana. Diana merasa damai sekali saat itu.

"Aku dan tantemu itu.. sulit dijelaskan, Diana!" Aryo akhirnya bicara.
"Unik. Nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Yang penting, kita tahu perasaan masing-masing waktu itu. Entah sekarang." lanjut Aryo lagi.

"Tapi Om masih cinta khan sama tante Mel?"

"Hmm, ya.. begitulah. Cuma terus terang saat itu aku sakiit banget!" Aryo mejelaskan.

"Sakit gimana?" tanya Diana lagi.

"Kayak gini ni nih," kata Aryo sambil mencubit pipi Diana.

"Eh, aduh. Sakit, Om! Ah, si Om.. ah.." rengek Diana sambil bangkit dan memukul-mukul bahu Aryo.

Aryo tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan keponakan Melinda itu. Saking cepatnya pukulan-pukulan Diana, Aryo pun merangkul Diana. Diana jatuh dipelukan Aryo. Kemudian keduanya terdiam.

"Om, aku seneng deh kalo Om bisa deket lagi sama tante Mel." kata Diana. Tangannya kini bergelayut memeluk leher Aryo.

"Kenapa?" tanya Aryo.

"Aku makin sering deket lagi sama Om!" kata Diana lagi.

"Trus kalo deket?"

"Aku bisa merasakan juga keindahan cinta dari Om seperti dulu walaupun tante Mel sudah memiliki Om sepenuhnya." lanjut Diana. Diana menguatkan gelayutan tangannya di leher Aryo, membuat Aryo agak sedikit membungkuk. Kepala mereka jadi berdekatan. Bibir mereka hampir beradu. "Aku rela, Om." lanjut Diana lirih.

Kedua bibir itu akhirnya bertemu. Darah Diana kembali berdesir, mendapatkan kehangatan yang telah lama hilang dari Aryo. Aryo memeluk kuat Diana. Hatinya tidak tega mendengar perkataan Diana, namun nafsunya lebih kuat untuk melanjutkan permainan cinta yang pernah dilakukannya bersma Diana, sewaktu berpacaran dengan Melinda dulu. Kini dua manusia itu bersatu sudah dalam kehangatan cinta dan nafsu. Pelukan Diana semakin kuat, ciumannya pun semakin menggila. Lidah mereka menari-nari, bertukar liur kenikmatan.

Aryo mengelus paha putih mulus Diana, menyingkapkan rok hitam dengan belahan itu semakin keatas. Tampak celana dalam hitam satin berenda melapisi bagian terjauh yang dapat diraih kala bercinta. Gerakan Diana semakin tidak terkendali, namun lembut, membuat batang Aryo yang ditindih pantat Diana ingin segera membebaskan diri. Direbahkannya Diana di ranjang. Aryo berada di atasnya. Mereka saling pandang. Diana dengan sigap membuka kancing kemeja Aryo. Terbukalah dada bidang sedikit berbulu itu di hadapan Diana. Diana mengusapnya.

"Om, lakukanlah apa yang Om mau seperti dulu." katanya lirih. "Aku rela, Om. Aku kangen sama Om." lanjutnya lagi.

Aryo tidak banyak bicara lagi. Bibir Aryo mendarat lagi di bibir Diana. Pergumulan cinta mereka semakin menggila. Beberapa kali berguling, kadang Aryo diatas, kadang dibawah Diana. Hingga akhirnya Aryo memelorotkan rok tube top bagian dada Diana ke bawah. Dua gunung yang masih tertutup strapless bra hitam menyembul sedikit. Diana memberi jalan tangan Aryo untuk melepaskan pengaitnya dipunggungnya. Kini dua gunung itu terlihat jelas. Diucumbunya puting merah kecoklatan milik Diana. Membuat Diana menggelinjang diterpa kenikmatan yan tiada taranya.

"Ommh.. Diana sukkhhaahh.. Ehhmm.." berkali-kali kalimat itu meluncur dari bibr tipis sensual Diana.

Aryo menggilir buah dada Diana kiri dan kanan. Sesekali diremasnya, menambah sensasi kenikmatan yang dirasakan Diana. Diana pasrah. Kepalanya menoleh kiri-kanan. Jeritan-jeritan kecil turut menghiasi desahan nikmat, manakala putingnya dihisap atau digigit Aryo. Puas dengan bukit kembar (tadi gunung ya?) Diana lidah Aryo merambah leher Diana, hingga ke belakang telinga. Erangan-demi erangan muncul menambah koleksi kalimat tak jelas yang diucapkan Diana.

Kini keadaan berbalik. Aryo berguling kesamping, hingga memberikan kesempatan Diana untuk melakukan serangan. Diciuminya dada Aryo. Hal yang sama dilakukan oleh Diana pada Aryo. Menggigit kecil puting Aryo. Juluran lidahnya manyapu hingga ke perut Aryo. Perlahan ikat pinggang Aryo dibukanya, sekaligus menurunkan resletingnya dan memelorotkan celananya ke bawah. Tonjolan itu semakin terlihat menantang. Lidah Diana menari-nari di atas batang yang masih tertutup Rider. Beberapa saat kemudian, dibukanya kain penutup itu, hingga akhirnya batang kekar Aryo menyeruak, seperti mencari lubang baru.

Diana tidak melewatkan kesempatan itu, dikulumnya kemaluan Aryo turun naik, dipadu dengan kocokan lembut seirama dengan kuluman. Kenikmatan yang diterima Aryo sebetulnya sama dari beberapa gadis yang pernah tidur bersama dengan Aryo. Namun karena Diana keponakan Melinda, Aryo lebih memainkan perasaannya disitu, sampai-sampai Aryo membayangkan wajah Melinda ketika bercinta dengan Diana beberapa tahun yang lalu. Sekarang pun begitu.

Aryo bangkit menyudahi permainan Diana di kemaluannya. Diana direbahkannya. Ditariknya celana dalam Diana. Tampak bibir vagina merah merekah yang telah basah menggoda Arryo untuk menjilatnya. Beberapa jilatan menyapu seluruh permukaan bibir vagina, hingga Aryo menemukan klitoris Diana. Diana menggelinjang.

"Ouughh.. Ommhh.. Diana sukkhaahh.. Mmmppffhh.." berulang-ulang Diana mengatakannya.

Tiba-tiba tubuh Diana mengejang. "Diana mau dapet, Oommhh.. Diana dapeethh.. Aaahh..!" teriakan kecil terlontar begitu saja dari Diana berbarengan dengan puncak kenikmatan yang diraihnya. Panjang sekali kenikmatan yang menerpa Diana.

"Om curang!" gerutu Diana, namun senyum tersungging di wajahnya.
Aryo hanya tersenyum mendengar gerutuan Diana. Diana bangkit dan mendorong Aryo hingga rebah di ranjang.

"Sekarang aku mau balas dendam!" kata Diana mengancam.

Aryo melepas kemeja, celana dan CDnya dengan bantuan Diana. Diana berada di atas Aryo sekarang. Kemaluan Aryo diusap-usap pada vaginanya. Aryo tenang menikmati awal permainan cinta yang sebenarnya. Tatkala Diana menekan pantatnya ke bawah, terdengar lirih desahan Diana.

"Emhh.." berbarengan dengan amblasnya batang kemaluan Aryo. Diana bertumpu pada kedua lututnya. Gerakannya berubah maju mundur, seperti menunggang kuda pacuan. Semakin cepat gerakannya. Aryo memegang pinggang Diana memberi bantuan dorongan. Buah dada Diana bergerak berayun seiring dengan gerakan Diana yang semakin liar. Keduanya terlibat pembicaraan

"Omh.. Ayo, Omh.. Eehh.. Eeh.. Barengan sama Diana, Omhh.. Aahh.. Aah.. Aaahh.." ucap Diana sambil bergerak atas bawah.

"Diana.. Hhmm.. Kamu chantik.. Malam.. Ini.. Hhh.. Hhh.. Aahh.." Aryo menyemangati Diana.

"Omhh.. Hhh.. Diana.. Hhh.. Pengenh.. Omhh.. Hhh.. Hhh.. Balikh.. Lagi, hh.. Sama tante Melhh.. Hhh.. Hhh.. Ooh.. Omh.. Aduhh.. Enak, Omhh.." pinta Diana. "Om sayang khanhh sama.. Hh.. Hhehmm.. Tante Melhh? Hhh.. Hhh.. Mmmhh.." tanya Diana lagi.

"Sayanghh.. Bangeth.. Hhheh.. Tapihh.. Kamuhh.. Hhhmmhh..?" kata Aryo lagi.

"Nggakh.. Usahh.. Pikirinhh.. Diana.. Ahh.. Omhh.. Yanghh.. Pentinghh Hheehhmm.. Ohh.. Ahh.." terputus kata-kata Diana di sela-sela desahannya.

"Yang.. Pentinghh Ahh.. Aaaphaa.. Aahh?" tanya Aryo sambil mengimbangi gerakan Diana yang semakin cepat.

"Yanghh.. Pentinghh, Aah.. Aahh.. Aku.. Daphett.. Omh.. Akkhhu.. Dapethh AAhh..!"

"Akkhuu.. Jug... ggaa.. AAhhH!" Aryo mengerang.

Keduanya mengerang, menegang dan akhirnya terkulai lemas. Diana jatuh di dada Aryo. Vaginanya masih tertancap kemaluan Aryo. Desah nafas keduanya sangat cepat, dan kemudian melambat. Aryo memeluk Diana dengan erat.

"Kenapa harus aku Diana?" kata Aryo. Diana diam, dan memandang wajah Aryo.

"Abis Om Aryo baik."

"Semua orang juga bisa baik sama kamu, Diana." kata Aryo lagi.

"Aku ngelihat cara Om Aryo memperlakukan tante Mel. Aku sirik, Om. Andai saja aku bukan keponakan tante Mel." jawabnya dengan nada sesal.

"Om, janji sama Diana, baikan sama tante Mel ya." kata Diana dengan penuh harap. "Aku tahu Om sakit. Pedihnya Om aku rasain juga." ucapnya lagi pada Aryo. "Asal Om tau aja, tante Mel pengen balikan juga sama Om." lanjutnya lagi.

"O ya?" tanya Aryo.

"Om pikir, ngapain aku berjuang ketemu Om di event? Kalo aku nggak sayang sama tante Mel?" lanjutnya lagi. "Semejak putus sama Om Reza, hampir tiap hari aku temenin tante Mel. Kasian Om, saat itu tante Mel rapuh. Pasti nama Om disebut-sebut. Tante Mel nyesel kenapa harus lukain Om!"  terang Diana.

Aryo terdiam. "Besok kutelepon.."

"Langsung aja ketemuan," potong Diana.

"Aku belum sanggup, Diana!"

"Alaa, dasar cowok romantis!" ledek Diana mengoda.

"Tapi, jangan bilang aku ketemu Om ya? Promise me, Om!" rengek Diana pada Aryo.

"Dasar pembohong!" kata Aryo sambil memencet lagi hiudng Diana.

Keduanya lantas membersihkan sisa-sisa permainan barusan. Diana menanggalkan pakaiannya yang masih menempel tidak karuan. Aryo pun tidak mengenakan apa-apa lagi. Keduanya lantas menarik selimut. Diana menemukan kembali kehangatan yang pernah diterimanya. Aryo pun larut dalam kenangan masa lalu bersama Diana dan Melinda. Sungguh tak disangka, event yang dia handel memberikan pengalaman bercinta tiada henti. Terlebih peluang mendekati kembali Melinda semakin terbuka. Dan malam pun berlalu cepat tatkala mereka kembali mereguk manisnya cinta dan nafsu yang menyelimuti mereka.

***

Senin siang, pukul 10. 30. Cahaya matahari masuk melalui celah-celah korden hotal yang masih tertutup. Kedua insan tanpa busana itu masih tidur berpelukan. Seperti biasa, selimut telah tersingkap dari tubuh mereka menampakkan pemandangan dua sejoli bagai bayi baru lahir, tanpa selembar benang pun menempel di tubuh mereka.

Dinginnya AC hotel semakin mempererat pelukan mereka. Rasa penat bercinta masih menempel di tubuh, namun tersungging senyu di wajah mereka. Puncak demi puncak kepuasan diraih hingga menyisakan kenangan manis untuk Diana yang kembali bertemu Aryo. Ya, Diana yang telah berubah menjadi wanita dewasa, haus dengan belaian Aryo, dengan cintanya Aryo (walau Aryo hanya bermain nafsu saja), dengan pergumulan hebat Aryo, dan everything about Aryo.

"Diana," kata Aryo lembut, membangunkan Diana. Diana hanya bergerak sedikit, mempererat pelukannya di dada Aryo. "Bangun anak manis, sudah siang."

Diana menggeliat. Gerakan tubuhnya seperti mengejang mendapat orgasme. Aryo menikmati pemandangan itu dengan seksama. Diciumnya kening Diana. Diana tersenyum.

"Om, indah sekali tadi malam."

"Aku juga merasakan hal yang sama, Diana."

"Om juga?" tanya Diana sambil menoleh ke wajah Aryo.

"Iya dong, masa cuman kamu yang ngerasain, egois!" jawab Aryo.

Keduanya berciuman mesra. Hasrat bercinta mereka timbul kembali, namun waktu juga yang membuat mereka berhenti. Diana harus masuk kerja walaupun telat, karena jam 2 siang dia ada janji dengan klien, sedangkan Aryo harus menyiapkan laporan awal pelaksanaan event dan mengirimkannya lewat e-mail.

"Mandi sana ah, bau." kata Aryo menggoda Diana.

"Uih, Om tuh yang bau, nempel cewek sana sini!" kata Diana sambil berjalan menuju kamar mandi, tetap dengan tubuh telanjang.

***

Siang itu di mobil. Aryo memacu mobilnya ke arah Jl. Martadinata, atau lebih dikenal Jalan Riau. Beberapa Factory Outlet terkenal ada di situ. Kawasan ini memang berkembang pesat.

"Kamu tahu warnet terdekat daerah kantor kamu?"

"Wah, kalo aku sih Om, pake internet kantor. Gak tahu daerah sini ada apa kagak, Om."

"Hmm, ya udah, belok kemana nih kita?"

"Kiri, Om. Nah.. Tuh, bentar lagi, naah.. di kiri, Om."

Pintu mobil pun ditutup setelah Diana keluar. Jreb! Aryo menurunkan kaca mobil sebelah kiri.

"Makasih ya, Om, inget! Telepon Tante Mel!" kata Diana mengingatkan.

"I will." jawab Aryo singkat.

"Daahh, Om, miss you. Muuach!" balas Diana.

Mobil pun melaju kembali. Aryo pun mencari warnet, untuk mengirimkan laporan awal pelaksanaan event yang memang ditunggu kliennya.

Seselesainya dari warnet, Aryo pun kembali meluncur. Tak punya tujuan. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya menghubungi Melinda. SMS? Nggak enak hati karena waktu itu Aryo tidak menjawab telepon dari Mel. Ketemu langsung? Bingung apa yang mau dikatakan pertama kali.

Hari sudah mulai sore. Aryo memberanikan diri untuk menjemput Melinda di tempat kerjanya di sebuah bank bilangan Asia Afrika. Sesampainya di tujuan, Aryo menunggu di tempat parkir dalam mobil, agak jauh dari pintu utama bank itu. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 6 lebih, Aryo masih menunggu di mobilnya. Beberapa karyawan dan karyawati satu-satu keluar dari gedung. Ada yang dijemput dan ada pula yang pulang sendiri, bawa mobil atau naik bis kota. Aryo masih sabar menunggu walaupun agak sedikit gelisah.

Beberapa menit kemudian, gadis yang ditunggu Aryo keluar, Melinda. Ya melinda, mengenakan pakaian seragam customer service, tampak lebih cantik dari beberapa karyawati yang baru saja keluar. Sepatu hak tinggi tertututup, dan rok mini hitam agak jauh di atas lutut membuat kaki Melinda yang tertutup stoking hitam, terlihat lebih seksi

Belum lebar Aryo membuka pintu, terlihat ada laki-laki setengah berlari dan menghampiri Mellinda. Aryo sedikit kaget namun tak kuasa untuk membuka pintu lebih lebar. Seketika itu pula laki-laki itu menarik tangan Melinda. Melinda agak sedikit meronta namun cengkeraman laki-laki itu lebih kuat. Melinda pun mau tidak mau mengikutinya.

Reza! Laki-laki yang sering menyiksa Melinda, kini menarik tangan Melinda dan memasukkan melinda ke dalam mobilnya. Aryo hanya diam memandangi. Kejadian itu sangat cepat. Ketika BMW 320i Reza melaju cepat, Aryo sadar, bahwa yang harus dilakukannya adalah mencegat mobil itu. Namun Aryo terlambat. Mobil itu telah masuk di keramaian jalan Asia Afrika.

Aryo segera berlari menuju mobilnya dan lansung memacu mobilnya mengejar BMW merah Reza. Beberapa saat kemudian, Aryo telah mendekati mobil Reza. Aro menjaga jarak, ingin tahu apa yang dilakukan Reza terhadap kekasih lamanya. Terlihat keduanya terlibat adu mulut. Sesekali reza mendorong kepala Melinda hingga membentur kaca jendela. Darah Aryo bergolak, namun menunggu saat yang tepat untuk mencegat mobil Reza, karena suasana saat itu di jalan Wastukencana sangat ramai.

Hingga akhirnya mobil tersebut meluncur ke arah atas, daerah Lembang. Sampailah reza di hotel P*******. Reza memasukkan mobilnya kesana, diikuti Aryo beberapa saat kemudian. Aryo masih berdiam diri, menyaksikan dua orang yang diikutinya masuk ke dalam hotel dan kemudian menghilang, setelah berurusan dengan pihak receptionist.

Aryo bingung dengan apa yang hendak dilakukannya. 15 menit berlalu, dan akhirnya memberanikan diri keluar dari mobilnya.

"Pak, dua orang yang tadi baru masuk ada di kamar berapa ya?" tanya Aryo pada receptionist.

"Maaf, dua orang yang mana, Pak?"

"Pak Reza." jawab aryo singkat.

"Sebentar Pak, kami lihat dulu." jawab receptonist, sambil mengecek komputer reservasi.

"Di kamar 31, Pak, mau bertemu? Kalo gitu biar saya panggilkan." tanya receptionist lagi.

"Tidak usah, Pak, biar saya kesana saja, sudah janji kok, Pak." kata Aryo sambil menjauh dari meja receptionist dan sedikit berlari menuju kamar yang dimaksud.

"Pak.. Pak, ya sudahlah." jawab receptionist pasrah.

Aryo setengah berlari mencari kamar yang dimaksud. Ternyata cottage. Jendela ruangan cottage tertutup korden. Namun Aryo dapat mendengar sedikit keributan antara Reza dan Melinda. Telinga Aryo menempel di pintu. Terdengar teriakan Reza memaki-maki Melinda. Melinda pun terdengar menangis. Darah Aryo makin bergolak. Perlahan diketuknya pintu cottage itu.

"SIAPA?!" teriak Reza dari balik pintu. Aryo tak menjawab, hanya terus mengetuk beberapa kali.

"Sebentar!" kata Reza lagi.

Begitu pintu dibuka, Aryo berhadapan dengan Reza yang sudah bertelanjang dada. Terlihat Melinda berbaring di ranjang twin sharing besar, dengan rok yang telah tersingkap dan beberapa kancing blousenya terbuka, sehingga bra kremnya kelihatan.

Reza kaget bukan main, karena yang dihadapinya adalah Aryo, yang sempat memukul dia waktu ketahuan Melinda selingkuh dengannya. Geram bercampur dendam, Aryo melayangkan pukulan telak ke wajah Reza. Reza pun terhuyung dan akhrinya jatuh terjerembab setelah sebelumnya membentur tembok cottage.

Darah segar mengalir dari hidungnya. Reza bangkit dan berusaha memukul Aryo. Namun Aryo berhasil menghindar, dan mendorong Reza keluar dari kamar, hingga akhirnya terhuyung dan jatuh di rumput. Aryo menghampiri Reza. Dibaliknya badan Reza. Dipukulinya dua kali lagi wajah Reza, hingga akhirnya Reza tak mampu berbuat apa-apa lagi. Ditinggalkannya Reza yang terbaring di rumput.

Aryo mendapatkan Melinda tengah menangis, duduk dengan posisi lutut di tekuk ke atas, dan tangannya memeluk kakinya. Wajah Melinda berpaling dari muka Aryo. Aryo duduk mendekat, dan mengusap pipi Melinda yang bawah oleh air mata.

"Mel.." kata Aryo lirih.

Melinda menepis tangan Aryo.

"Melinda.."

Melinda akhirnya memeluk Aryo. Meledaklah tangis Melinda saat itu. Aryo memapah Melinda menuju mobilnya. Mobil pun meluncur kembali ke daerah bawah. Selama perjalanan mereka berdua terdiam.

"Kemana kita, Mel?" tanya Aryo membuka percakapan.

"Nggak tahu."

"Maafkan aku tadi, Mel."

"Nggak usah minta maaf." Melinda menjawab ketus.

Pembicaraan tidak berkembang. Aryo meraih tangan Diana, dan diremasnya. Diana yang sedari tadi diam saja membalas remasan Aryo, makin lama makin kuat.

"Mel, aku sayang kamu." kata Aryo lagi.

Melinda terdiam. Airmatanya kembali meleleh di pipinya. "Nggak adil, Yo. Nggak adil." kata Melinda menyambung perkataan Aryo.

"Nggak adil kenapa?" tanya Aryo lagi.

"Buat kamu." jawabnya singkat. Aryo kembali terdiam. Pikirannya menerawang kembali ke masa dimana Melinda berselingkuh dengan Reza. Sakit memang. Namun kenyataanya, Aryo masih memendam cinta yang dalam kepada Melinda.

"Kenapa kamu nggak angkat waktu aku telepon?" tanya Mel memecah kesunyian.

"Aku ketiduran." jawab Aryo.

"Ketiduran siapa?" Melinda lanjut bertanya dengan nada sinis.

"Nggak, nggak ada." jawab Aryo panik.

"Ooh!" jawab Melinda singkat.

Mobil telah berada di Jalan Setiabudhi. Masih ramai.

"Yo," kata Melinda memanggil. Kini tubuhnya agak bersender di pintu sambil memandang wajah Aryo.

"Ya," jawab Aryo.

"Aku nyesel nyakitin kamu." Melinda berkata sambil mengusap pipi Aryo.

Aryo meraih tangan Melinda dan mencium punggung tangannya. "Nggak usah diinget-inget lagi, Mel, aku udah maafin, no need to be sorry, aku juga salah waktu itu, nyuekin kamu." jawab Aryo. Keduanya terdiam lagi, hingga akhirnya tidak terasa mobil sudah berada pertigaan Setiabudhi dan Cipaganti.

"Mungkin kah kita bisa bersama lagi, Yo?" tanya Melinda.

"Pelan-pelan, Mel, aku nggak mau kita sama-sama jatuh lagi. Sakit khan, Mel?" jawab Aryo.

"Bawa aku ke tempat biasa, Yo."

Aryo mengerti, dibelokkannya mobil ke arah Ciumbuleuit, dan beberapa saat kemudian melewati sebuah perguruan tinggi swasta tempat anak tajir kuliah disana. Sampailah mereka di hotel yang terkenal dengan ketenangannya, di lereng bukit yang penuh dengan nuansa alam.

Setelah tiba di kamar, Melinda duduk di ranjang. Matanya masih enggan melihat muka Aryo yang duduk berhadapan. Aryo membelai rambut Melinda dengan lembut. Melinda kembali menitikkan air matanya. Melinda memandang ke arah permukaan ranjang dan mengusap-usap seprei putih yang menutupi ranjang. Aryo semakin tidak mengerti dengan apa yang diperbuat Melinda.

"Andai saja aku tidak ketemu Reza."

"Lalu kenapa?" kata Aryo sembil mengangkat dagu Melinda. Mereka berpandangan.

"Ya, andai saja aku tidak ketemu Reza, mungkin saja seprai putih ini semakin akrab dengan kita, Yo." kata Melinda semakin berbisik. "Aku memang suka berada disini. Tenang, lembut, dan damai."

"Pejamkan matamu, Mel."

Melinda memejamkan matanya. Dirasakannya bibir Aryo menempel di bibirnya. Melinda ragu untuk menyambutnya. Namun Aryo memeluk Melinda. Melinda balas memeluk Aryo. Kini dua insan itu mulai dibakar asmara yang telah lama hilang.

Pelukan Melinda semakin kuat, seiring dengan ciuman yang berubah menjadi tarian lidah di rongga mulut Aryo. Melinda memang merindukannya. Aryo merebahkan Melinda tanpa melepas ciumannya di bibir Melinda. Desahan nafas Melinda terdengar tidak teratur. Kini keduanya telah berada di atas ranjang. Mereka berguling ke kiri dan ke kanan. Gairah cinta mendera keduanya.

Aryo mulai melepaskan kancing blouse Melinda. Begitu juga Melinda, balas melepaskan kancing baju Aryo, sambil sesekali berpandangan untuk kemudian berciuman lagi. Aryo telah bertelanjang dada, sementara Melinda masih terbungkus bra krem model push up tanpa jahitan di cup-nya, yang membuat dadanya semakin montok menonjol. Mereka masih bergulingan.

Kini Melinda berada di atas Aryo. Sesekali Melinda menciumi dada dan leher Aryo. Pinggulnya bergerak-gerak seperti sedang bersenggama, mencari sensasi gesekan pada batang Aryo yang memang telah tegak menonjol dibalik celana Aryo. Aryo tidak tinggal diam, dibukanya kaitan bra Melinda. Tampaklah dua gundukan daging kenyal yang tak disia-siakan Aryo. Aryo meremas keduanya. Melinda tengadah.

"Ahh.." Melinda mendesah.

Mereka berdua berbalik. Kini Aryo berada di atas Melinda. Diciuminya buah dada Melinda, sesekali digigit putingnya. Melinda makin menggelinjang tak karuan, sambil meremas-remas kepala Aryo. Puas dengan yang kiri, Aryo pindah ke kanan, dan begitu juga seterusnya.

Kepala Aryo perlahan turun ke bagian bawah Melinda. Lidahnya menari-nari di perut Melinda hingga terhenti di tepian rok yang masih menutupi bagian bawah Melinda. Aryo perlahan bangkit. Disingkapkannya rok Melinda ke atas. Tampak CD hitam berenda yang masih tertutupi stocking hitam transparan. Aryo perlahan menjilati daerah kemaluan Melinda yang masih tertutup itu, dengan gerakan memutar di sekitar vagina. Sesekali selangkanagn Melinda dijilatnya pula. Melinda melayang merasakan sensasi lidah Aryo, walaupun masih terhalang kain tipis di vaginanya.

Aryo kemudian menggigit stocking Melinda tepat di bagain vagina Melinda. Kini stocking itu robek dan terbentuklah lubang yang menampakkan CD hitam berenda yang telah basah oleh carian vagina Melinda. Aryo mengendus-endus bagian itu. Disingkapkannya CD hitam Melinda. Tampaklah labia mayora yang merah merekah, mengkilat terkena sinar lampu kamar. Lidah Aryo langsung menyapu daerah vagina Melinda mulai dari perineum, hingga mencapai klitoris Melinda.

"Aryohh.. Akhuu.. Cinttaahh.. Aahh.. Aahh.. Aaiihh.." Melinda mendesah.

Aryo tidak menghiraukan desahan Melinda yang semakin cepat temponya karena dia terlalu sibuk dengan vagina Melinda. Sesekali lidah Aryo membuat penetrasi lebih dalam di lubang vagina Melinda, dan terutama di klitorisnya. Hingga akhirnya teriakan kenikmatan tiada tara Melinda meledak.

"Nnnggaahh.. Aryoohh.. AAH!" begitulah Melinda berteriak tanda puncak telah diraih.

Bibir Aryo belepotan cairan kenikmatan Melinda. Kini Melinda bangkit walau masih terasa lemas. Nafsunya masih memberikan energi untuk meraih puncak demi puncak yang diidamkannya dari Aryo. Diciumnya bibir Aryo dan Didorongnya Aryo hingga rebah ke ranjang. Dengan buas Melinda membuka ikat pinnggang Aryo. Celana panjang Aryo dipelorotkan. Dengan sigap CD Aryo pun di lucuti hingga Aryo benar-benar bugil. Batang Aryo yang menjulang diraihnya dan langsung amblas di lahap oleh bibir mungil Melinda. Dikombinasikan dengan kocokan tangan, mulut Melinda pun menyedot batang Aryo.

Aryo kegelian, manakala Melinda sesekali menjilati zakarnya. Ditengah kegelian yang mendera, Aryo manrik paha Melinda supaya bergerak mendekati ke muka Aryo. Aryo ingin melakukan 69. Ketika vagina Melinda tepat berada di atas mulut Aryo, kembali Aryo menyobek stocking hingga lubangnya tampak lebih lebar. Penampang vagina Melinda terbuka lebih lebar. Aryo tak menunggu lebih lama untuk menyapukan lidahnya ke bagian yang paling pribadi dari Melinda. Mendapat sensasi nikmat dari Aryo sesekali Melinda tengadah dan mendesah sambil tangannya tak lepas mengocok batang kemaluan Aryo, dan melanjutkan lagi kuluman, hisapan dan sedotan kuat.

Aryo memang kuat. Melinda mengejang tanda puncak kedua telah diraihnya, hingga kepalanya ambruk terkulai lemas di samping kemaluan Aryo. Tangannya masih mengocok batang kemaluan Aryo namun sudah tidak begitu kuat. Melihat kesempatan itu Aryo berganti posisi. Melinda dibuatnya menungging dengan pipi masih menempel di kasur, karena masih kelelahan didera kenikmatan tiada tara. Aryo memegang kemaluan dan mengarahkannya ke vagina Melinda yang masih basah, dihiasi leleran cairan kenikmatan di sekitarnya.

"Do it.. Aryohh.. Do it like we used to be.. OOUUCCHH..!" Melinda mengerang ketika batang kemaluan Aryo amblas sedikit demi sedikit di vaginanya. Aryo bergerak maju mundur, diselingi goyangan pinggul memutar, untuk mendapatkan sensasi gelitik di vagina Melinda.

"Mel.. Oohh.. Aahh.. Aah.. Melhh. I love You, Melh.. Ouhh.. Aah..!" kalimat tak jelas meluncur dari mulut Aryo. Begitu pun Melinda. Kontrol kesadarannya telah hilang diganti rasa cinta dan kenikmatan yang dalam terhadap Aryo, kekasih yang pernah ditinggalkannya dulu.

"Ouu.. God.. Aryoh.. I Love youu, Yoohh.. Aahh.. Uuahh.. Aahh.."

Puas dengan posisi doggy style, Aryo merebahkan Melinda. Melinda menyamping ke kiri. Kaki kanannya diangkat Aryo. Aryo kembali menusukkan batangnya dan menggenjotnya.

"Honey.. I love this.. Ouhh.. Oouhh.. Aaahh.. Aryohh.. C'mon.. Don't leave me againhh.. Ngghh.. Hngghh.."

Kini Aryo duduk di ranjang dan menggendong Melinda. Melinda bergerak turun naik dan sesekali maju mundur. Aryo melepaskan rok Melinda yang telah teringkap lewat atas tubuh Melinda. Dua insan itu telanjang sudah, walau stocking sobek Melinda masih menempel. Melinda memeluk Aryo, namun Aryo menahannya, karena ingin menikmati payudara Mel yang ranum bergerak-gerak.

Melinda makin buas. Didorongnya Aryo hingga rebah ke ranjang. Kini Melinda berkuasa atas Aryo. Pantat Melinda turun naik dan semakin cepat gerakannya. Keringat mereka bercucuran.

"Melhh.. Hhh.. Hhhehh.. Promise me.. Hhh.. Hhh.. Hhheehh, akhuuhh inginhh bersamamu terushh.. Melhh.. Hhh.. Hhh.."

"A.. a.. aahkhuu.. Janjhiihh.. Hhihh.. Hhiahh.. Aaah.. Chumahh.. Khamuhh yanghh.. Aa.. Aaah.. Aaahh.. Da di hhaatikuhh.. Uhh.. Aaah.. Aryoohh..”

"Melh.. Mel.. I'm gonna cummhh! Oouhh..”

”Meh.. thooh.. Oouhh.. Hhangh onhh.. Aahh.. Aaahh.. AahhH..!!!"

"MEELLHH.. MMEL.. IND.. AA.. HH.."

Lama sekali mereka mengejang bersama, sperma Aryo muncrat membasahi vagina Melinda. Melinda pun merasakan semburan hangat mengisi lorong vaginanya.. Melinda mencakar dada Aryo hingga meninggalkan bekas. Tangan Aryo pun tidak lepas dari bukit kembarnya Melinda, hingga akhirnya Melinda Ambruk di dada Aryo.

Keheningan terjadi di ruangan itu. Semilir angin dari jendela yang terbuka terasa dingin menusuk kulit, tak dirasakan mereka berdua. Kehangatan yang menjalah di sekujur tubuh mampu mengusir dinginnya malam yang indah itu.

Aryo mencium lembut bibir Melinda dan Melinda pun membalasnya.

"Kita mulai lagi dari awal, Mel."

"Aku mau, Yo. Thanks for everything, you're the best."

Keduanya berpelukan mesra. Batang Aryo masih menancap di vagina Melinda. Hingga pagi menyambut, keduanya berulang kali melakukan percintaan tanpa henti.

***

Aryo akhirnya menikah dengan Melinda. Aryo masih bekerja di Jakarta dan Melinda di Bandung Walaupun begitu, Aryo masih saja melayani Diana yang butuh kehangatan sentuhannya. Setiap kali ada kesempatan, Aryo dan Diana melakukannya tanpa sepengtahuan Melinda di hotel. Bagaimana dengan kabar Sylvana? Ya, Sylvana memang rela mengejar Aryo ke Jakarta, setiap kali Sendy ke luar negeri. Dengan dalih mengantar Sendy hingga airport, setelah Sendy terbang, Sylvana menginap satu atau dua hari di Jakarta untuk bertemu Aryo.

END

Musim Panas di Los Angeles - 3

  Ketika keluar dari kamar Jeanne, aku mencium wangi makanan. Sepertinya Jeanne membuat nasi goreng dan oseng-oseng ayam dan udang dengan sa...