Di depan pintu ruang kuliah, tak sengaja aku bertabrakan dengan Jeanne Chang, seorang gadis dari Taiwan yang cantik dan manis (tampangnya mirip sekali dengan bintang film Gong Li). Hmm.. sudah lama aku mengagumi dia. Tingginya kira-kira 170 cm, termasuk tinggi untuk ukuran tubuh perempuan Asia. Kakinya jenjang dibalut celana pendek ketat sehingga menampakkan kulit pahanya yang putih mulus. Hari ini dia memakai T-shirt longgar dengan sport bra yang sesekali tampak dari balik bajunya.
"Oh, excuse me.. I'm sorry.." kataku agak tergagap.
"Oh, it's okay. This exam makes us a little bit clumsy," jawab Jeanne sambil tersenyum manis.
Alamaak.. bibir mungil yang merah merekah tanpa polesan lipstick itu sungguh menggoda. Dia mengambil tempat duduk dan aku segera menyusul duduk dua meja di sampingnya.
Ujian kali ini aku lalui dengan tidak sabar. Soal-soal yang bagi sebagian besar murid di kelas ini dianggap sulit, bisa aku jawab dengan relatif mudah. Memang Tuhan mengkaruniaiku dengan otak yang lumayan OK. Ketika aku selesai memeriksa ulang jawabanku, aku langsung keluar ruang kuliah dan menunggu Jeanne di depan kelas. Kesempatan ini harus kumanfaatkan, pikirku.
Tak lama kemudian, Jeanne keluar dari ruang ujian. Dia juga termasuk murid yang pandai di angkatanku. Aku menyapanya dan basa-basi ala kadarnya tentang ujian yang baru saja kami lalui. Akhirnya aku mengajak dia ke kafe di student center untuk menikmati "smoothies" (jus buah dan es puter). Ide yang bagus, kata Jeanne, karena kebetulan dia sendiri juga haus. Pergilah kami berdua ke kafe di student center.
Kami mengobrol kesana kemari tentang apa saja. Rupanya Jeanne orang yang sangat mudah bergaul dan memang dia sudah "mengenal" aku dari teman-temannya. Dia bilang, aku dijuluki "damn smart Indonesian". Hmm.. boleh juga! Setelah beberapa saat ngobrol dan saling tertawa karena bertukar jokes, aku memberanikan diri untuk mengantarkannya pulang.
"Did you drive here by yourself?" tanyaku.
"In fact, not today. I didn't want to be late just because I had to find a parking spot," jawab Jeanne.
"Why?" sambungnya lagi.
"Well.. if you don't mind, I would like to drive you home, or we can go around somewhere. Of course, if it's okay with you," jawabku dengan sedikit dag-dig-dug.
Sialan! Jeanne hanya tersenyum dan tidak segera menjawab.
"Let see.. Today is my last day for my classes, I don't have anything important to do this afternoon, and indeed.. you're a nice guy to talk to. OK.. let's go around somewhere!"
Wuiih.. betapa aku nyaris bersorak girang!
"Where did you park your car?" tanya Jeanne penuh ingin tahu.
"It's not that far from here," jawabku sambil memegang tangannya dan mengajaknya jalan.
Dia tidak keberatan tangannya kugandeng! Setelah beberapa saat berjalan, sampailah kami di pelataran parkir.
"Sorry Jeanne, I didn't drive to campus. I rode this.." sambil tanganku menunjuk ke arah motorku, Kawasaki Ninja 750 model terbaru.
"Wow! Why didn't you tell me if we gonna ride a motorcycle!" kata Jeanne.
Aku sudah cemas saja kalau dia batal jalan-jalan bersamaku.
"Then let's go! What are we waiting for? I'd love to ride this motorcycle. It has been a long time I would like to try a Ninja. My older brother has a GSX-R 600 F3."
Lega deh rasanya. Rupanya Jeanne ini juga suka sekali naik motor dibonceng kakaknya.
Tak lama kemudian, Jeanne naik ke sadel motorku dan memeluk pinggangku. Jantungku berdegub keras dan kencang, karena betapa punggungku merasakan ganjalan lunak sepasang bukitnya dan telingaku merasakan dengusan nafasnya dan hidungku mencium wangi tubuhnya. Untung hari ini aku tidak bawa tas ke kampus, karena memang aku pikir toh aku cuma ujian saja, jadi cukup bawa bolpen dan pensil.
Kularikan motorku dengan kecepatan sedang meninggalkan kampus dan menyusuri jalan-jalan di kota Los Angeles. Jeanne protes karena aku melarikan motorku terlalu pelan! Merasa tertantang, aku tarik gas dan kupacu motorku di interstate highway. Jeanne semakin kencang memelukku.
Setelah puas jalan-jalan, Jeanne mengajakku untuk mengantarkan dia pulang ke apartemennya di kawasan menengah (sengaja daerahnya tidak kusebutkan karena banyak mahasiswa Indonesia yang tinggal di daerah itu). Bagi ukuran seorang mahasiswa, kawasan itu termasuk lingkungan yang cukup elit dan mahal. Jeanne tinggal seorang diri (kakaknya tinggal di apartemen lain, berdekatan dengan dia). Jeanne menyuruhku masuk. Memasuki ruangan apartemen dia, aku mencium wangi pengharum ruangan yang lembut. Jeanne pandai sekali menata ruangan apartemennya sehingga kelihatan menarik dan nyaman. Dekorasi ruangannya bernafaskan Cina tradisional bercampur modern, dengan hiasan kaligrafi Cina dan lukisan klasik Cina. Beberapa buah patung menghiasi berbagai tempat.
"Can I get you something? I have Coke, Sprite, 7Up or water?" tawarnya sambil mengeluarkan gelas dan membuka lemari es.
"Ice cold water is just fine for me. Thank you," jawabku sambil aku duduk di sofa.
Ada berbagai jenis majalah di bawah meja. Aku tertarik membuka-buka sebuah majalah, Popular Science.
"Here's your water.." tiba-tiba Jeanne sudah berada di depanku meletakkan segelas air putih di atas meja di depanku. Badannya agak membungkuk, sehingga aku bisa melihat sekelebatan tonjolan dua bukit dadanya yang kencang dan dibalut sport bra lewat T-shirtnya yang longgar. Sejenak dadaku berdesir dan aku merasa celanaku tiba-tiba menjadi sempit.
"Thanks, Jeanne!"
Jeanne kemudian duduk di sebelahku. Dekat, sangat dekat untuk ukuran orang yang baru saja saling mengenal. Tapi rasanya Jeanne dan aku sudah seperti orang yang sudah kenal lama. Kami mengobrol dan bercerita tentang apa saja. Jeanne dan aku juga saling bertukar jokes dan kami tertawa lepas. Hingga suatu saat, aku memberanikan diri memegang jemari tangannya. Lembut. Dia agak tertegun, tapi tidak menolak.
"Jeanne.. You're so beautiful!" kataku singkat.
Jeanne tersenyum.
"Thank you," jawabnya.
Ia menundukkan kepalanya ketika aku memandang wajahnya. Perlahan, kuberanikan untuk mencium dahinya. Waah.. rupanya dia tidak menolak ketika kudekatkan bibirku ke dahinya. Perlahan, kukecup keningnya. Jeanne memejamkan matanya. Mungkin dia sedang menikmati suasana saat itu. Aku semakin berani walaupun dadaku semakin berdegub kencang. Aku menggeser dudukku hingga makin merapat. Kulingkarkan tanganku untuk memeluk dia sambil mengelus-elus rambutnya. Perlahan, kupegang dagunya dan kudongakkan.
"Jeanne.." bisikku.
Jeanne hanya bergumam dan membuka matanya memandangku.
"I like you very much.. Would you mind if I kiss you, please..?" kataku sambil masih berbisik.
Jeanne tidak menjawab. Dia kembali memejamkan matanya dan membuka sedikit bibirnya yang merah ranum. Perlahan dan lembut, kukecup dan kukulum bibir yang merah menantang itu. Jeanne melenguh perlahan. Dia memelukku dan membalas ciumanku. Makin lama nafasnya makin memburu. Kurasakan dadanya yang semakin kencang ketika kami saling berdekapan. Mungkin dia juga bisa merasakan betapa batang kelelakianku juga semakin keras. Entah berapa lama kami menikmati ciuman itu. Sengaja memang aku tidak "menggerayangi" tubuhnya. Rupanya dia penasaran juga.
Tiba-tiba Jeanne melepaskan pelukanku dan dia berdiri kemudian menuju kamarnya. "Wait here!" Perintahnya sambil tersenyum penuh arti (yang tidak dapat kumengerti maksudnya). Aku mendengar sayup-sayup suara air yang mengucur deras dari dalam kamarnya. Ah, rupanya di dalam ada kamar mandi dalam. Tak lama kemudian, Jeanne keluar dari kamarnya. "Come on in!" ajak Jeanne sambil menggandeng tanganku. Aku menurut saja. "Your bedroom is great!" pujiku sungguh-sungguh, karena memang dia pandai sekali menata kamar tidurnya. Jeanne hanya menjawab terima kasih. Dia menuntunku hingga memasuki kamar mandinya. Di dalam kamar mandi, kulihat air kran masih mengucur deras hampir memenuhi separuh dari bathtub. Wangi harum dari bubble bath segera memenuhi paru-paruku.
Kali ini Jeanne yang memulai dengan rangkulan dan ciuman sambil meraba sekujur tubuhku. Jeanne menciumku dengan bernafsu sekali sambil tangannya meremas-remas pantatku. Aku pun tak mau kalah. Kucium, kupagut bibir merahnya sambil tanganku meremas lembut pantatnya. Jeanne mulai menanggalkan pakaianku satu per satu. Aku pun mulai melepaskan T-shirtnya. Sport bra berwarna abu-abu yang dipakainya mencetak bukit dadanya yang sudah mengeras dengan putingnya yang membayang di baliknya. Menurut perkiraanku, sekitar 34C. Ukuran yang pas dan sesuai dengan seleraku. Selangkanganku terasa makin keras. Celana jins yang kupakai rasanya semakin sesak. Kuraba dan kuremas lembut bukit dada Jeanne. Dia melenguh dan semakin ganas dengan permainan "french kiss" kami. Jeanne membuka celana jinsku. Aku pun mulai melepaskan celana pendek ketat yang membalut Jeanne. Gila! Jeanne hanya mengenakan G-string hitam di balik celana pendek ketatnya!
Jeanne meraba dan meremas lembut batang kemaluanku yang masih dibalut celana dalamku. Dia memainkan jemarinya dan mulai merogoh masuk celana dalamku, menjemput batang kelelakianku. Dengan sekali tarik, G-string hitam milik Jeanne segera jatuh ke lantai. Alamaak.. betapa indah gerbang kewanitaan milik Jeanne. Perutnya yang putih mulus hingga ke bawah. Rambut pubisnya yang halus dan dicukur rapi, tidak terlalu lebat, tapi juga tidak terlalu tipis. Celah kewanitaannya membayang di balik rambut pubisnya.
Kulepaskan pula sport bra yang masih membalut dadanya. Telanjang sudah perempuan cantik di depanku yang selama ini mengisi khayalanku. Bukit dadanya yang ranum dengan putingnya yang berwarna pink tegak tegang menantangku untuk mengulumnya. Perlahan, kususuri bukit dadanya yang sebelah kiri dengan lidahku. Kumainkan lidahku hingga ke putingnya. Jeanne mendesis. Kujawil-jawil putingnya dengan lidahku, sementara tangan kiriku meremas lembut dan memainkan bukit dada dan putingnya yang kanan. Jeanne mengerang. Tangannya merenggut celana dalamku hingga terlepas ke lantai. Dengan ganas ia memainkan dan mengocok batang kelelakianku. Percaya atau tidak, batang kelelakianku bila sedang "full power" bisa mencapai pusar lebih sedikit. Inilah yang membuat Jeanne sepertinya terkejut.
Jeanne "menuntun" batang kelelakianku menuju bathtub. Aku merebahkan diri ke dalam bathtub dan Jeanne dengan perlahan mengocok dan mengurut batang kelelakianku di antara busa-busa sabun dan air hangat. Jeanne duduk di antara dua kakiku sambil masih terus mengurut dan mengocok batang kelelakianku. Aku memejamkan mataku, menikmati setiap sensasi yang menjalari sekujur tubuhku. Rasa geli yang nikmat kurasakan setiap gerakan lembut tangan Jeanne beraksi naik turun.
Entah berapa lama aku menikmati permainan tangan Jeanne. Kutarik bahunya dan kubalikkan badan Jeanne ke arah badanku. Jeanne kupeluk dari belakang. Kini giliranku untuk memberikan kenikmatan buat Jeanne. Kumainkan bukit dadanya dengan jalan meremas, meraba dan memilin-milin lembut dengan tangan kananku. Sementara tangan kiriku tidak mau kalah, memainkan paha, lipat paha dan daerah gerbang kewanitaan Jeanne. Jeanne mengerang, mendesis dan melenguh. Hidung dan lidahku menciumi dan menjilati daerah di belakang daun telinga Jeanne dan sekitar tengkuknya. Kupilin dan kugeser-geser lembut klitoris dan labia mayor Jeanne.
Akhirnya, kami menyudahi permainan yang mengasyikkan itu karena kulit kami mulai keriput disebabkan oleh terlalu lamanya kami berendam dalam air bubble bath. Jeanne menciumi wajahku dengan penuh kelembutan dan akhirnya kami melakukan "french kiss" lagi dengan posisi saling mendekap. Setelah puas melakukan "french kiss", Jeanne berdiri dan memutar kran shower untuk membilas tubuh kami. Di bawah derai siraman air shower, kami berpelukan dan melakukan "french kiss" lagi. Saling meraba, saling mengelus dan menyusuri tubuh pasangan kami.
Rupanya Jeanne sudah tidak tahan lagi. Ia menaikkan satu kakinya ke pinggir bathtub dan menuntun batang kelelakianku ke arah gerbang kewanitaannya. Aku membantunya sambil tangan kiriku memilin-milin puting payudara kanannya. Kugeser-geserkan ujung kepala kemaluanku pada klitorisnya. Perlahan, kumasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kemaluannya. Pelan.. lembut.. perlahan.. sambil terus kukulum bibir merahnya. Jeanne mendekapku sambil mendesis di sela-sela ciuman kami. Akhirnya kumasukkan kira-kira tiga per empat dari panjang kemaluanku, dan mulai kumaju-mundurkan pantatku. Jeanne memejamkan matanya sambil terus mendesis dan melenguh. Ia memelukku semakin kencang. Kuayunkan pantatku semakin cepat dengan tusukan-tusukan dalam yang kukombinasikan dengan tusukan-tusukan dangkal. Jeanne membantu dengan putaran pinggulnya, membuat batang kemaluanku seperti disedot dan diputar oleh liang kemaluannya. Guyuran air shower menambah erotis suasana dan nikmatnya sensasi yang kami alami.
Aku merasakan lubang kemaluan Jeanne semakin licin dan semakin mudah bagiku untuk melakukan tusukan-tusukan kenikmatan yang kami rasakan bersama. Setelah agak lama melakukan posisi ini, Jeanne menarik pantatnya sehingga batang kemaluanku terlepas dari lubang kemaluannya. Kemudian Jeanne membalikkan badannya dan agak membungkuk, menahan tubuhnya dengan berpegangan pada dinding kamar mandi. Rupanya dia ingin merasakan posisi "rear entry" atau yang lebih populer dengan istilah "doggy style". Kemaluannya yang berwarna merah jambu sudah membuka, menantang, dan terlihat licin basah. Perlahan kumasukkan batang kemaluanku yang tegang kaku dan keras ke dalam lubang kemaluan Jeanne. Jeanne mendesis. Kuayunkan pantatku maju-mundur, menusuk-nusuk lubang kemaluan Jeanne. Jeanne merapatkan kedua kakinya sehingga batang kemaluanku semakin terjepit di dalam liang kemaluannya. Kurasakan kenikmatan yang luar biasa dan sensasi yang sukar kulukiskan dengan kata-kata setiap kali aku menghujamkan kemaluanku. Kuremas-remas pantat Jeanne bergantian dengan remasan-remasanku pada payudaranya. Sesekali, kugigit-gigit kecil di daerah sekitar tengkuk dan pundaknya.
Setelah sekian lama, tiba-tiba Jeanne mengangkat kaki kanannya dan memutarnya melampaui kepalaku (seperti sebuah teknik tendangan memutar ke arah kepala) sambil tangannya berpegangan pada leherku. Gila! Lentur juga nih cewek! pikirku. Dia membalik dari posisi "rear entry" ke posisi berhadapan tanpa melepaskan liang kemaluannya dari tusukan batanganku. Dia menciumku dengan ganasnya sambil mencengkeram erat punggungku, merapatkan tubuhnya dan mengejan,
"Aku keluaarr..! Aaagghh..!" serunya sambil memelukku erat-erat.
Aku merasakan liang kemaluannya berdenyut-denyut seperti menghisap-hisap kemaluanku. Aku merasakan tubuh Jeanne yang menjadi lemas setelah mengalami orgasme. Aku masih saja memompa kemaluanku sambil menyangga tubuhnya. Kuhisap-hisap puting payudaranya, kiri-kanan sambil lidahku berputar-putar pada ujungnya. Sesekali jari-jariku meraba dan memutar-mutar klitorisnya. Jeanne seperti orang yang sedang tak sadarkan diri. Dia hanya ber-ah-uh saja sambil sesekali menciumiku. Setelah beberapa saat, mendadak dia mengejan lagi. Melenguh dan mengerang,
"Aaagghh..! Ooohh my goodness.. Aku keluaarr lagii..!"
Jeanne engalami orgasmenya yang kedua kalinya. Hmm.. multiple orgasm! Jeanne menciumiku dengan ganasnya.
"Jeanne sayangku.. tahan.. Aku akan keluar sedikit lagi.." kataku sambil memacu pantatku lebih cepat lagi menghujam liang kemaluan Jeanne.
Jeanne hanya bisa pasrah. Akhirnya, aku merasakan sebuah gelombang besar yang mencari jalan keluar. Aku mencoba untuk menahannya selama mungkin, tapi gelombang itu semakin besar dan semakin kuat. Aku mengatur pernapasanku, berkonsentrasi penuh. Kudekap erat Jeanne.
"Aku keluaarr..!"
Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa menjalari sekujur tubuhku. Rasanya tubuhku seperti dialiri listrik statis dan aku seperti melayang tinggi. Ada rasa hangat menjalari seluruh tubuhku. Kemaluanku berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Jeanne. Jeanne menjerit kecil merasakan sesuatu yang luar biasa yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
"Oh My God! You learned the secret!" teriak Jeanne antara girang dan keheranan.
"What secret?" tanyaku keheranan.
"This secret.." jawab Jeanne sambil menunjuk ke arah batang kelelakianku yang masih tegak tegang (yang baru saja kulepaskan dari gerbang kewanitaan Jeanne) dan tidak mengeluarkan cairan kejantananku.
Batang kelelakianku hanya basah oleh cairan yang dikeluarkan oleh Jeanne.
"Rahasia ranjang kamar, cara taoist bercinta!" sambung Jeanne.
Aku hanya tersenyum. Mencium lembut keningnya, kemudian mencuci batang kelelakianku di bawah shower. Jeanne memelukku dari belakang dan membantu mencuci batang kelelakianku. Setelah selesai mandi berdua, kami berdua saling mengeringkan diri dengan handuk. Ketika aku hendak mengenakan pakaianku kembali, Jeanne melarangku dan mengajakku untuk ke tempat tidurnya.
"Wait.." pintaku.
Saat Jeanne menoleh, aku mencuri sebuah ciuman dan kubopong Jeanne ke arah tempat tidurnya (yang berukuran queen dengan warna serba hijau tua dihiasi sebuah boneka Garfield). Kuletakkan Jeanne perlahan di tempat tidurnya. Kuciumi sekujur tubuhnya. Setelah puas, aku berbaring di sebelahnya. Jeanne kudekap dan kuciumi di sekitar daun telinganya sambil tanganku mengelus-elus punggungnya. Tak lama kemudian Jeanne tertidur dengan senyum di bibirnya. Kukecup lembut bibirnya, lalu aku ikut tidur di sampingnya. Beredekapan, telanjang di bawah selimut.
Bersambung . . . .