Aku terbangun saat kurasakan ada jari-jari halus meraba-raba dadaku dan ciuman di keningku. Jeanne telah lebih dahulu bangun dan dia membangunkanku. Kukecup bibirnya perlahan, kupagut dia, dan kami terlibat dalam sebuah "french kiss". Kuelus dan kuraba punggung putih mulus Jeanne sementara dia mengelus-elus rambutku.
"Frank, that was great!" bisik Jeanne di telingaku.
"Thank you so much. Where did you learn the secret?" sambung Jeanne.
"Sweetheart.." aku memberanikan diri memanggilnya "Sweetheart", dan dia tidak keberatan. Aku pikir, jadi deh sepertinya aku pacaran sama dia.
"Aku belum tahu cara taoist bercinta. Kenyataannya, aku mendengar itu sebagai teknik untuk mengatur qi saya menggunakan teknik yang sama yang digunakan taoist. Kalau kamu bisa sebarkan apa yang kamu sebut energi seksual sebagai penggantinya, maka kamu akan menambah qi kamu dan menumbuhkan ke dalam shen dan jin kamu," kataku menerangkan.
"Itu kenapa saya tidak merasakan secara lambat atau lemah setelah melakukan hubungan seksual. Saya dapat orgasme yang lebih tanpa ejakulasi sekali saja dan tetap melakukannya hubungan terus menerus. Saya dapat mengontrol ejakulasi saya," lanjutku.
"Oh, that's why I felt like I got a low electric shocked, felt tingle all over my body and a strange sensation when you got your orgasm."
"Well, that's also because I transferred my qi to circulate into your body, to rejuvenate and to mix your qi with my qi. It's a yin yang thing, you know."
Jeanne tersenyum dan mengecup bibirku. Gerbang kewanitaannya, entah sengaja entah tidak, menggeser batang kelelakianku.
"Sssh.. I know it, Honey.. I've read it from an ancient Chinese book. Now, relax and enjoy!"
Jeanne mulai menciumi sekujur tubuhku, menjilati dadaku dan menggelitiki putingku dengan lidahnya. Tangannya menjalari sekujur tubuhku dan meraba-raba batang kelelakianku, memainkannya, mengelus dan mengurutnya. Seketika batang kelelakianku bangun dari tidurnya. Kembali tegak tegang kaku. Jeanne tersenyum. Perlahan, disusurinya perut, pusar dan pinggangku dengan lidahnya. Aku merasakan geli-geli nikmat yang membuatku merinding. Kuusap-usap kepala Jeanne dengan penuh kelembutan. Kusisir rambutnya dengan jari-jariku dan sesekali kuraba-raba tengkuk dan balik telinganya.
Perlahan jilatan lidah Jeanne semakin turun ke arah selangkanganku. Jeanne menjilati paha kaki kananku bagian dalam, naik hingga ke lipat paha. Kemudian pindah ke paha kaki kiriku. Sama. Naik hingga lipat paha. Dengan jemari tangan kirinya yang halus, Jeanne memegangi batang kelelakianku, mendongakkannya, dan dia mulai menjilati daerah pangkal batang kelelakianku. Disusurinya batang kelelakianku dengan lidahnya hingga ke ujung topi bajanya (ya, aku memang disunat, demi kesehatan). Jeanne memutar-mutar ujung lidahnya ke arah lubang dan sekitarnya pada ujung batang kelelakianku. Rasanya luar biasa. Tangan kanannya menyusuri daerah ulu hati hingga pusarku (yang tercetak karena rajin sit up). Jeanne pandai sekali membuat diriku seperti melayang.
Dari ujung batang kelelakianku, Jeanne kembali menyusurinya hingga ke bawah, menjilat-jilat kantung "peluru" batang kelelakianku dengan sesekali mengecup dan agak menghisap kantung "peluru"-ku. Rasa aneh antara sakit, geli, dan enak menyergap otakku. Jeanne meneruskan jilatannya dengan cara menggeser, memutar dan menggelitiki pangkal kantung "peluru"-ku dengan lidahnya, terus hingga ke arah lubang pembuanganku. Dijilatinya lubang pembuanganku dengan cara memutar-mutar lidahnya. Rasa geli yang mengenakkan kembali menyergap otakku. Aku mendesah, mendesis. Rambut Jeanne agak kutarik dan kujambak.
"Jeanne.. It feels soo good!" desahku.
Jeanne memandangku dengan pandangan mata yang membuatku gemas. Ooh.. betapa cantiknya kamu Jeanne, pikirku. Perempuan cantik yang telanjang bulat di depanku dan sedang menjilati daerah paling privatku saat ini tiba-tiba berhenti melakukan jilatannya. Dia mendekati wajahku. Menciumku dengan mesra dan lembut bibirku. Lebih tepatnya, mengulum bibirku. Kemudian Jeanne membalikkan badannya dan membelakangiku, seperti posisi "69".
Jeanne memegangi batang kelelakianku dan mulai menghisap, mengulum dan menjilati batang kelelakianku. Kembali rasa geli dan nikmat menyerang kepalaku. Aku mencium wangi harum yang khas dari gerbang kewanitaan Jeanne yang terpampang menantang di depanku. Gerbangnya sudah mulai terbuka, berwarna merah muda dengan dihiasi rambut-rambut pubis yang halus dan dicukur rapi. Batang kelelakianku berdenyut-denyut di antara hisapan dan geseran lidah Jeanne.
Kupegangi dan kuelus pantat Jeanne dengan kedua tanganku. Kuarahkan gerbang kewanitaannya ke arah mulutku. Kujilati pinggiran gerbang kewanitaannya dan daerah sekitarnya. Jeanne mengerang di antara hisapan-hisapannya pada batang kelelakianku. Kumainkan lidahku pada gerbang kewanitaan Jeanne yang terasa mulai licin dan basah, sambil terus menebarkan aroma yang khas harum. Kulihat sebuah tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya. Kujilati benda itu. Jeanne mengerang dan mendesis, sejenak melepaskan batang kelelakianku dari mulutnya. Kujilat dengan lembut dan sesekali kugeser-geser dengan lidahku tonjolan kecil yang ada di belahan gerbang kewanitaan Jeanne. Kuvariasikan geseran dan jilatanku dengan sesekali menghisap-hisap tonjolan kecil milik Jeanne. Jeanne mendongakkan kepalanya dan mendesis-desis kenikmatan sambil ia menggoyang-goyangkan pantatnya.
Lidahku kembali menjilati dan menyusuri sekitar gerbang kewanitaan Jeanne. Lidahku berhenti di antara gerbang kewanitaan Jeanne dan lubang pembuangannya. Kujilati daerah itu dan kuputar-putar lidahku di daerah itu. "Oooh Frank.. You make me crazy!" kata Jeanne di antara erangannya. Jeanne mengurut dan mengocok batang kelelakianku sambil mulutnya menghisap ujung kepala batang kelelakianku. Setelah beberapa saat, kujilati juga lubang pembuangan milik Jeanne. Kuputar-putar lidahku di daerah itu. Jeanne mendesis-desis. Kedua tanganku tidak tinggal diam saat lidahku memainkan aktivitasnya. Terkadang jari-jari tanganku menggaruk mesra punggung Jeanne dengan lembut, atau meraba, mengusap dan memainkan bukit dadanya yang menggantung menantang di atas perutku.
Pernah satu saat, sebuah jariku memasuki gerbang kewanitaannya dan mengusap-usap dinding depannya dari dalam, daerah yang sering disebut orang sebagai daerah G-spot. Jeanne agak berteriak kecil saat kuusap daerah itu. Tangannya mencengkeram erat pahaku, mungkin menahan sensasi yang luar biasa baginya. Gerbang kewanitaannya terasa sangat basah pada jariku. Setelah beberapa lama kami saling menjilat, menghisap dan menikmati permainan ini, Jeanne tiba-tiba beranjak dari posisinya. "Honey.. I want it now!" katanya sambil memegang batang kelelakianku yang tegang tegak kaku menghadap langit-langit kamarnya. Jeanne mengangkangiku sambil membelakangiku. Ia mengarahkan batang kelelakianku ke gerbang kewanitaannya. Kubantu dia. Kugeser-geserkan ujung batang kelelakianku pada tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya. Jeanne memejamkan matanya. Mendesah.
Perlahan, batang kemaluanku memasuki liang kemaluan Jeanne yang sudah licin basah. Pelan.. lembut.. Jeanne perlahan menurunkan pantatnya, membuat batang kemaluanku masuk semakin dalam. Terus masuk.. hingga akhirnya tidak bisa lebih dalam lagi, menyisakan kira-kira seperempat dari panjang batang kemaluanku. Jeanne agak terpekik saat ujung kemaluanku menyentuh dinding cervix-nya. Kemudian Jeanne mulai menggoyangkan pantatnya naik-turun-naik-turun. Pada mulanya perlahan hingga beberapa gerakan, akhirnya Jeanne memainkannya semakin cepat. Aku dan dia menikmati sensasi yang luar biasa saat kedua alat kelamin kami menyatu dan saling bergeseran. Jeanne berulang kali mendesah, melenguh, mendesis, meracaukan kata-kata yang tak jelas kedengaran di telingaku. Aku sendiri menikmatinya dengan pikiran yang melayang. Mencoba menahan rasa geli dan nikmat yang menjalari sekujur tubuhku.
Aku mengangkat badanku sekitar 45 derajat dan bersandar pada headboard tempat tidur Jeanne. Tentu saja membuat otot-otot perutku menjadi kencang. Jeanne (sambil membelakangiku) bertumpu pada perutku dan terus mengayuh tubuhnya naik-turun pada selangkanganku divariasikan dengan memutar-mutar pinggulnya. Saat dia memutar-mutar pinggulnya, aku merasakan kemaluanku seperti disedot oleh sebuah vacuum yang kuat sambil dipuntir. "Aaaghh.. Jeanne.." teriakku sambil memegangi pinggangnya yang ramping dan putih mulus. Rasanya aneh sekali, campuran antara sakit, geli dan nikmat yang sukar untuk bisa aku ceritakan di sini. Kuraih tubuh Jeanne dari belakang. Kuremas-remas lembut kedua payudaranya yang terasa keras tapi kenyal. Putingnya aku pilin-pilin dengan mesra. Jeanne menghentikan sejenak ayunan pantatnya. Dia mendesah, mendesis. Aku merasakan batang kemaluanku dan liang kemaluan Jeanne sama-sama berdenyut-denyut. Kuciumi tengkuk Jeanne, sesekali kugigit-gigit ringan tengkuk, bahu kanannya, dan belakang telinganya. Sambil terus meremas, memilin dan memainkan payudara Jeanne, aku menjilati tengkuk hingga di antara kedua tulang belikatnya.
"Jeanne My Dear.. turn around!" pintaku pada Jeanne untuk membalikkan posisinya. Jeanne berbalik tanpa melepaskan batang kemaluanku dari liang kemaluannya. Batang kemaluanku serasa ada yang memuntirnya. Sekarang kami berhadapan. Aku dan Jeanne saling memeluk, saling meraba. Batang kemaluanku masih terasa berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Jeanne yang juga terasa berdenyut-denyut seperti menghisap batang kemaluanku. Kami berciuman dan melakukan "french kiss". Lidah kami saling berpagut, terkait. Bibir kami bertemu dan saling menggigit, menghisap dan mengulum. Rasanya nikmat sekali. Tanganku meraba dan jemariku dengan lincahnya bergerak di sekujur badan Jeanne, membuat Jeanne kegelian dan merinding. Kurasakan itu pada sekujur tubuhnya yang putih mulus tanpa cela.
Tanpa kuberitahu, tiba-tiba aku berdiri sambil mengangkat Jeanne. Jeanne terkejut dan mempererat rangkulannya pada leherku. Hanya sebentar, ia melanjutkan "french kiss" kami dan melingkarkan kakinya pada pinggangku. Kuangkat Jeanne dengan memegangi pantatnya. Kuayun-ayunkan pinggangku maju-mundur sehingga batang kemaluanku menusuk dan menghujam liang kemaluan Jeanne. Jeanne menggigit bibirku. Aku berjalan ke arah pintu kamar mandi sambil memondong Jeanne tanpa melepaskan batang kemaluanku dari liang kemaluannya. Setiap ayunan langkahku berarti setiap tusukan batang kemaluanku hingga menyentuh cervix Jeanne. Jeanne mengerang, "Oooh Frank! You're increadible!" kata Jeanne di antara desahan napasnya. Aku berjalan mondar-mandir di depan tempat tidur Jeanne dalam posisi ini. Bagiku sendiri, posisi ini tidaklah seenak dan sesensasional posisi yang sebelumnya, tapi bagi Jeanne, ini merupakan suatu posisi yang sangat menantang dan menggairahkan.
"Honey.. I'm almost there.. Sit on the edge of the bed, please..!" kata Jeanne. Aku segera berjalan menuju tempat tidur Jeanne dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Kulebarkan kakiku sehingga Jeanne bisa lebih leluasa mengayuh liang kemaluannya bergeseran dengan batang kemaluanku. Kurasakan ada rasa geli yang luar biasa yang menerobos otakku. Aku mengerang. Lidahku kutekuk ke langit-langit mulutku. Kuatur napasku. Rasanya ada gelombang besar dari pinggangku yang hendak mencari jalan keluar melalui batang kemaluanku. Kutahan gelombang besar itu sedapat mungkin.
"Jeanne Sayang.. Aku hampir keluar sedikit lagi.." kataku.
"Let's do it together, Hon!" jawab Jeanne.
Kami berciuman kembali. Jeanne menghentikan ayunannya. Dia memelukku erat sekali. Aku terkejut! Kurasakan ada semacam aliran listrik statis pada ujung batang kemaluanku yang berasal dari cervix Jeanne! Kubuka mataku dan kulepaskan ciuman kami.
"You..?!" ujarku sambil penuh tanda tanya.
"Shut up and just do it!" dan Jeanne kembali menciumku dengan ganas.
Aku pun balas menciumnya. Kami berdua sama-sama diam dalam posisi berciuman.
Kurasakan aliran listrik statis mulai merayapi sekujur tubuhku. Kubiarkan. Dari diriku pun ada semacam energi yang menjalar dari tulang ekorku, naik ke tulang belakangku dan menyebar ke seluruh tubuhku. Gelombang besar yang kurasakan dan hendak mencari jalan keluar perlahan bisa kuatasi. Dengan teknik pernapasan yang kupelajari, ku-"tarik" gelombang besar itu ke arah pinggangku, ke arah dua titik yang disebut ming-men oleh ahli akupunktur. Kuputar gelombang besar itu di sana. Perlahan, aku pun merasakan ada aliran listrik statis yang mengalir dari titik 2 jari di bawah pusarku. Titik ini yang sering disebut oleh orang Cina sebagai titik dantien atau chakra pusar oleh orang India. Tenaga inilah yang disebut oleh orang India sebagai tenaga Kundalini. Inilah kunci dari cara taoist bercinta, yaitu pembangkitan tenaga terpendam dari dantien yang didapat dari tenaga seksual dan membuat genital orgasm menjadi "whole body and soul orgaSMS.
Sekujur tubuhku terasa hangat, begitu juga dengan tubuh Jeanne. Kami masih berciuman. Diam, menikmati sensasi yang luar biasa yang tidak akan pernah kami dapatkan dari orgasme genetik. Aku merasakan ada sesuatu yang berputaran pada tubuhku, dari bawah, naik, hingga melalui mulutku masuk ke mulut Jeanne dan dari mulut Jeanne kurasakan aliran lagi yang menuju ke bawah membentuk suatu siklus. Inilah yang disebut oleh para taoist sebagai kondisi tao, di mana yin dan yang bersatu membentuk harmoni. Aku merasa seperti melayang ke ruangan yang tanpa dimensi. Senyap. Pandangan mataku seperti melihat cahaya yang terang (walaupun aku memejamkan mataku). Rasa nikmat yang aneh disertai oleh rambatan sensasi menjalari setiap bagian tubuhku dan tubuh Jeanne. Kurasakan tubuhku merinding sekujur tubuh (bukan karena dinginnya AC, karena tubuhku terasa hangat). Kurasakan juga Jeanne merinding di sekujur tubuhnya. Rambut-rambut halus yang ada di tubuh kami berdua berdiri, seperti layaknya kalau tubuh teraliri listrik statis. Tubuh kami berdua mengejang. Akhirnya aku merasakan suatu yang sangat melegakan. Nikmat.. Cahaya terang yang "tampak" di mataku digantikan oleh kegelapan yang pekat. Sunyi..!
Pelan-pelan Jeanne melepaskan ciuman kami. Dia tersenyum penuh arti dan kemudian mencium keningku. Kupagut kecil dagu Jeanne saat dia mencium keningku. Aku merasakan kesegaran tubuhku seperti orang yang baru selesai berolahraga ringan. Jeanne perlahan melepaskan gerbang kewanitaannya dari batang kelelakianku. Dia beranjak dari pangkuanku dan memegang batang kelelakianku, kemudian dikulumnya batang kelelakianku yang masih tegak tegang dan kaku yang penuh dengan cairan kewanitaannya. Rupanya Jeanne membersihkan batang kelelakianku. Dia cuma sebentar mengulumnya, kemudian mengambil beberapa lembar tissue dan melap batang kelelakianku. Kukecup kening Jeanne sambil mengelus rambutnya.
Jeanne mengajakku kembali ke balik selimut. Kami berpelukan sambil masih dalam kondisi sama-sama telanjang bulat. Kami kemudian saling berciuman lagi.
"Frank.. You're wonderful!" kata Jeanne.
Aku cuma tersenyum dan mencium keningnya dengan penuh kelembutan. Kusisiri rambut Jeanne dengan jari-jari tanganku.
"Sayang.. kita bukan hanya melakukan seks, kita benar-benar bercinta. I felt so loved so much that I never felt that kind of feeling before. I love you, Frank!"
Aku terkejut mendengar kata-kata Jeanne, terutama yang terakhir. Ada kebahagiaan yang kurasakan di hatiku saat itu. Kupeluk Jeanne semakin erat, dan kucium dia.
"Jeanne.. do you mind if I ask you a personal question?" tanyaku setelah beberapa saat kami berciuman. Jeanne cuma menggeleng.
"Where did you learn that secret and how?" tanyaku penasaran.
Harusnya sudah kusadari sejak awal bahwa kalau dia mengerti tentang "rahasia" ini, tentu paling tidak dia tahu akan "teori"-nya. Ternyata memang dia juga menguasainya! Jeanne tidak menjawab. Dia hanya tersenyum dan meletakkan sebuah jarinya di bibirku, tanda bagiku untuk diam. "Are you hungry Frank?" tanya Jeanne untuk mengalihkan perhatian. Aku melihat ke arah jam dinding di kamar Jeanne. Shit! Sudah lewat tengah malam dan hampir jam satu pagi! Padahal, seingatku aku baru bangun dan memulai permainan kami ini sekitar jam sembilan. Mendadak aku merasakan perutku bunyi dan keroncongan. Seingatku, hari ini aku memang belum makan apapun. Jeanne tersenyum manis lagi (mungkin karena) melihat tampangku yang seperti orang linglung.
"Okay Honey.. I'm hungry too.. I'll make you something," kata Jeanne sambil dia beranjak dari tempat tidur. Tubuhnya yang putih mulus meliuk dan melenggok dan tak lepas dari pandangan mataku. Dia menyalakan lampu kamarnya dan berjalan menuju ke lemari pakaiannya. Membuka sebuah laci, mengambil sebuah celana dalam berwarna putih dengan hiasan bunga-bunga kecil berwarna-warni, mengenakan celana itu, mengambil sebuah T-shirt dan kemudian mengenakannya. Jeanne juga mengambil dan kemudian memakai sebuah celana jins pendek. Dia keluar dari kamar. Aku beranjak dari tempat tidur Jeanne dan menuju ke kamar mandi, di mana baju dan celanaku tertinggal. Saat aku mengenakan celanaku, aku mendengar teriakan Jeanne dari dapur.
"Sayang.. jangan kamu pakai T-shirt kamu! Aku ingin kamu telanjang dada! Aku suka dengan dada kamu! Sangat seksi sekali.." teriaknya. Aku menurut. T-shirt yang hampir aku kenakan batal aku kenakan. Dadaku memang bidang, karena aku juga menyukai olah raga panjat tebing di samping silat yang kulatih sejak kecil. Dadaku juga ditumbuhi rambut-rambut yang tidak terlalu lebat dan juga tidak terlalu jarang yang terus menyambung dari bawah.
Bersambung . . . .
No comments:
Post a Comment