Meskipun awalnya merasa cemas, akhirnya Mila dapat rileks dan
menikmatinya. Dia dan kekasihnya, Aldi sedang ber-double date dengan
teman lamanya Bimo dan tunangannya, Sarah.
“So gimana ceritanya kamu dan Bimo ketemu?” tanya Sarah pada Mila.
“Waktu di kampus dulu. Kita punya beberapa teman yang sama dan sampai
akhirnya kita bekerja di tempat yang sama setelah lulus. Kita terus
berteman sejak itu.”
“Lalu apa kalian berdua pernah kencan atau mungkin pernah punya
hubungan khusus yang lain?” Sarah tersenyum, tapi Mila perhatikan Sarah
memegangi lengan Bimo dengan posesif.
“Oh nggak pernah,” Mila tertawa. “Kami hanya berteman saja, nggak
lebih. Dan kalian sekarang sudah tunangan. Aku turut bahagia.” Mila
berkata jujur. Dia sungguh suka dengan Sarah.
“Rasanya aku sudah sangat mengenalmu,” lanjut Mila. “Bimo selalu
cerita tentangmu, bahkan sejak dia pertama kali ketemu kamu.” dia
menyikut Bimo menggodanya. “Aku tak percaya kalau kalian sudah jalan 2
tahun lebih dan baru sekarang kamu kenalkan dengan kami.”
“Aku tahu, aku tahu,” Bimo mengaku dengan canggung. “Tapi Sarah menetap di kota lain, sulit mendapat waktu yang tepat.”
“Apa kamu akan pindah ke sini, Sarah?” tanya Aldi, masuk ke percakapan. “Atau Bimo yang akan pindah ke sana?”
“Tergantung di mana nanti tempat Sarah magang,” jawab Bimo. “Dia lulus semester ini, kita baru putuskan setelah itu.”
“Terus, apa kalian sudah memikirkan untuk hubungan yang lebih serius lagi?” goda Sarah.
Dengan tersenyum, Aldi merengkuh Mila dalam pelukannya. “Well, kita baru jalan beberapa bulan. Tapi semua bisa terjadi nanti.”
******
Beberapa hari berikutnya…
Bimo tengah menggoyang Mila. “Ini yang kamu mau, jalang, ini yang kamu mau?”
“Oh god, yes, fuck me,” jawab Mila. Dia kaitkan kaki jenjangnya
melingkari pinggang Bimo dan ujung tumit sepatunya menancap kuat pada
pantat Bimo. “Fuck me harder!”
Dengan kasar Bimo meremas buah dada Mila yang kecil saat dia
menyetubuhinya. Bara kenikmatan menyengat Mila sewaktu Bimo menjepit
putingnya yang sensitif. “Ya, begitu Bim, terus begitu!” desak Mila.
Bimo memperlambat goyangannya dan dengan ujung penisnya dia berusaha
mencari titik g-spot Mila. Begitu Mila memekik parau, Bimo tahu kalau
dia sudah berhasil mendapatkannya. Lalu dia percepat lagi ayunannya,
mengarahkan batang penisnya sedikit miring pada setiap tusukannya agar
dapat menggesek kelentit dan titik g-spot Mila. Suara rintihan Mila
semakin terus terdengar saat Bimo memberinya gelombang kenikmatan ke
sekujur tubuhnya. Dengan cepat orgasme Mila menerjang, membuat kakinya
mengejang dan ujung jemari kakinya yang terbungkus stocking menekuk di
dalam high heels yang dia pakai.
Bimo juga menyusul tak jauh lagi. “Aku hampir keluar,” dia menggeram.
Mila tak menggunakan birth control, tapi tak pernah dia menyuruh Bimo
memakai kondom. Mila lebih suka begitu. Dia suka sensasi rasa dari otot
batang penis yang bergesekan dengan dinding vaginanya. “Jangan keluarkan
di dalam!” teriaknya.
“Oh ya?” Bimo mendesis penuh ancaman. “Terus aku keluarkan di mana?”
Dia cabut batang penisnya dan menjambak rambut Mila. Dia tersentak
kesakitan saat Bimo menarik kepalanya mendekat ke selangkangannya.
“Gimana kalau di wajahmu?” geramnya sembari mengarahkan ujung penisnya
pada wajah manis Mila.
“Jangan, jangan,” tolak Mila, tapi terlambat. Diiringi dengan suara
geraman, Bimo ejakulasi, menyemprot wajah manis Mila dengan air maninya.
Keduanya rebah ke atas ranjang, coba mengatur nafas yang memburu.
Akhirnya, Mila bangkit dan mengambil sebuah handuk, dia seka sperma
dari wajahnya. Dengan memandang dalam cermin, dia menatap bayangan Bimo
dengan pandangan jengkel. “Kenapa sih sampai kena rambutku?” gerutunya
sambil mengusap rambutnya dengan handuk.
Bimo tertawa. “Biarkan saja,” godanya. “Aku yakin Aldi akan suka melihatmu setelah dapat facial.”
Mila menyeringai dan dengan jahil dia lemparkan handuk tersebut pada Bimo. “Hey, jangan lempar padaku,” Bimo protes.
Mila pakai celana dalamnya lalu meraih bra-nya. “Janga pergi,” ucap Bimo. “Tinggallah dulu sebentar lagi.”
Mila merapikan stockingnya kemudian berusaha mengenakan gaunnya. “Aku
tak bisa, aku harus pergi. Aku sudah ada janji dinner dengan Aldi.”
Bimo mengamati Mila yang tengah mengenakan gaunnya. Tubuhnya begitu
indah. “Bisa bantu dengan resleitingku?” tanya Mila, dia tahan rambutnya
ke atas dan berbalik.
Bukannya membetulkan resleiting gaun Mila, Bimo malah menjulurkan
tangannya ke depan untuk menggenggam buah dada Mila. Dia raba buah dada
itu dari luar bra dan mencium leher Mila. “Tinggallah sebentar lagi,”
desaknya. “Kita bisa mengulanginya lagi.”
Mila merasakan putingya kembali mengeras. Bimo juga merasakan itu dan
di gesek dengan jepitan dua jarinya. Rasa nikmat menyergap tubuh Mila,
dari puting ke kelentitnya. “God, dia sangat tahu betul cara
merangsangku,” pikirnya. Tapi akhirnya dia berhasil mengumpulkan
kesadarannya untuk mendorong Bimo menjauh. “Bim, aku nggak bisa. Sudah
kubilang, aku ada janji dengan Aldi.”
Bimo mengangkat bahunya menyerah dan kemudian dia tarik resleiting
gaun Mila ke atas. “Terus apa hubungan kalian akan berlanjut lebih
serius lagi?”
Mila menjawab sambil merapikan rambut dan makeup-nya. Dia berusa
mengabaikan denyutan di antara pahanya. “Aku belum tahu. Aku sungguh
menyukainya tapi aku belum yakin apa ini akan terus permanen atau tidak.
Maksudku, kami bahkan belum pernah bicara tentang pernikahan sama
sekali.”
Bimo meraih paha Mila dan mulai merayap naik hingga berhenti pada
pantatnya yang kencang. “Lalu kalau kamu jadi menikah, apa kamu masih
mengijinkanku menikmati ini?” goda Bimo dengan menyeringai.
“Aku nggak tahu,” tukas Mila. “Kenapa nggak kamu tanyakan pada tunanganmu, Sarah?”
Nada suara Mila membuat Bimo terkejut. “Apa kamu marah padaku karena bertunangan?”
“Tidak, tentu saja tidak,” jawab Mila cepat. “Aku turut bahagia untuk
kalian dan aku suka Sarah, aku sungguh suka dia. Tapi sejak kita mulai
persahabatan dengan nilai lebih ini, seharusnya hanya boleh kalau kita
tak punya pasangan tetap. Apa kamu nggak merasa kalau kita harus sudahi
ini semua? Kita sudah milik orang lain sekarang.”
“Ayolah, Mil,” jawab Bimo said dengan sinis. “Kita sudah pernah punya pasangan dulu dan kamu nggak pernah komplain.”
“Kamu sudah tunangan, brengsek!” teriak Mila.
Bimo masih tetap sinis. “Oh, ayolah. Hubunganku dengan Sarah belum
berjalan terlalu lama. Kamu kan tahu kalau tunangan kami baru berjalan
sebentar. Kenapa kamu jadi marah sekarang?”
“Lalu apa yang akan kamu lakukan?” Mila terus mencecar. “Apa kamu akan terus selingkuh dibelakang Sarah selamanya?”
Bimo rebah di atas ranjang, kedua tangan di bawah kepalanya. “Mungkin.”
Dengan mata terbelalak lebar, Mila menyusul duduk di ranjang. “Kamu
bercanda? Bahkan setelah kalian menikah? Bagaimana kamu bisa menghianati
dia seperti itu? Kukira kamu mencintainya.”
“Tentu saja aku mencintai Sarah, itu alasan aku akan menikahi dia.”
Bimo bangkit dan duduk di sebelah Mila. Dengan menyeringai dia berucap,
“Dengar Mila, kita sudah berteman sangat lama, kan? Jadi jangan marah
kalau aku bilang ini, tapi memang inilah kenyataannya, selingkuh itu
menyenangkan.”
“Apa?” tanya Mila dengan gusar.
“Kamu dengar apa yang sudah kukatakan. Ini semua tentang jadi nakal.
Tentang melanggar batasan. Tentang resikonya. Kalau kamu terus berjalan
lurus-lurus saja, seks akan jadi membosankan. Itu sebabnya kamu sering
dengar kalau orang yang sudah menikah jadi jarang berhubungan seks. Seks
itu hanya jadi menyenangkan kalau dilakukan dengan nakal, terlarang.
Jadi, mungkin aku akan terus selingkuh di belakang Sarah. Itu akan
membuatku tetap tertarik dengan seks dan itu bagus untuk pernikahan
kami.”
Mila tak sanggup mempercayai apa yang dia dengar. “Ya, benar,
tetaplah dengan prinsipmu itu,” jawabnya dengan tertawa. “Tapi kamu
harus cari pasangan selingkumu yang lain. Kalau Aldi melamarku, itu akan
jadi akhir hubungan kita ini.”
Tangan Bimo terjulur dan mulai membelai paha Mila. Dia dekatkan
wajahnya pada Mila. “Ayolah. Kamu tak mungkin serius,” bisiknya di
telinga Mila. “Ini akan jadi jauh lebih menyenangkan, setelah kamu
tunangan.”
Tangan Bimo berhenti di balik gaun Mila dan detik berikutnya dia
sudah membelai kulit telanjangnya di atas stocking. Bimo juga mencumbu
lehernya, yang selalu dapat merangsang Mila. Tangan Mila mencoba
menghentikan laju tangan Bimo di dalam gaunnya, tapi Bimo terus melaju
dan berikutnya dia sudah sampai bahan tipis dari celana dalam berenda
yang dikenakan Mila. Bimo memberinya sebuah french kiss dan Mila
mendapati dirinya membuka kedua pahanya untuk Bimo. Bimo segera
menggesek kelentit Mila dari luar celana dalamnya.
“God,” Mila melenguh. Rasanya sungguh enak. “Apa – apa maksudmu,
lebih menyenangkan?” dengan susah payah Mila coba bertanya saat dengan
perlahan tubuhnya mulai menggeliat pada tangan Bimo.
Bimo menarik Mila untuk berdiri, ujung tumit sepatunya mengentak di
atas lantai kayu. Bimo singkapkan gaun Mila hingga pinggang. Dia tarik
celana dalamnya ke samping dan menurunkan tubuh Mila menuju ujung
penisnya yang telah mengeras kembali. Sembari dia tusukkan batang
penisnya membelah tubuh Mila, dia mendesis, “Berselingkuh di belakang
kekasihmu sudah terasa menyenangkan.” batang penis Bimo sudah terbenam
seluruhnya sekarang dan dia mulai menyodok Mila. “Akan terasa jauh lebih
seru saat selingkuh di belakang tunanganmu!”
Mila sudah berada di ambang orgasmenya lagi dan dia tahu kalau Bimo
juga. Dengan nafas tersengal, Mila berusaha untuk memperingatkan Bimo,
“Jangan keluarkan di dalam.”
Tapi Bimo tak mengacuhkannya. Dia kencangkan cengkeramannya pada
pinggang Mila saat dia menyodoknya semakin keras, mencegah Mila agar
tidak menjauh. Dia ingin keluar di dalam wanita manis tersebut. Dia
ingin agar Mila terisi dengan air maninya saat dia bertemu dengan
kekasihnya, Aldi malam ini nanti.
*****
“Selingkuh itu menyenangkan.” ucapan Bimo terus terngiang di dalam benak Mila saat dia duduk di depan Aldi di restoran tersebut.
Apa itu benar? Di sepanjang malam itu, dia terus memikirkan ucapan
Bimo tersebut. Saat Aldi mengecup pipinya, dia berpikir, “Beberapa jam
tadi, wajahku penuh sperma Bimo.” Saat Aldi menggenggam tangannya, dia
membatin, “Tadi tangan ini kugunakan untuk menggenggam batang penis
Bimo.”
Terasa menyenangkan saat memikirkan itu semua. Dia tahu itu salah.
Itu terlarang. Tapi itu hal tabu yang menyenangkan. Dia raih dua kali
orgasme bersama Bimo hanya beberapa jam sebelumnya, tapi hanya
memikirkan itu semua bisa membuat birahinya menggelegak.
Seusai dinner keduanya pergi ke pertunjukan teater. Mila menyilangkan
kedua kakinya dan tangan Aldi berada di paha Mila, seperti yang selalu
dia lakukan. Tangan Aldi mulai bergerak meraba paha Mila dan ujung
jarinya berhenti tepat di bawah gaun Mila, tapi karena sekarang di
sekeliling mereka ada orang banyak, Aldi tak meneruskannya. Tiada
hentinya Mila terus berpikir, “Kalau Aldi menyentuh vaginaku sekarang,
dia akan merasakan sperma Bimo.”
Pikiran nakal tersebut membuat Mila bergidik. “Kamu nggak apa-apa?”
tanya Aldi khawatir. “Ya,” Mila coba menjawab dengan nada sewajarnya.
“Hanya agak dingin rasanya di sini.”
Harusnya Bimo tidak keluar di dalam. Terkadang dia bisa jadi begitu
menyebalkan. Tapi kekurangajarannya itu juga membuatnya terangsang.
Hubungan seks mereka sebenarnya tak bisa dikatakan mesra. Bimo tak
pernah berlaku lembut atau penuh perhatian. Kala mereka berhubungan
badan, dia memperlakukan Mila sebagai perempuan jalang. Tapi itulah
sebabnya Mila sangat suka berhubungan seks dengannya. Dia suka
diperlakukan kasar dan birahinya selalu jadi lebih berkobar saat pria
memegang kendali seutuhnya. Dengan rambut hitam legam, wajah muda yang
manis dan segar, Mila terlihat begitu lugu dan seakan tanpa dosa. Tapi
sesungguhnya dia suka bertingkah nakal, liar. Dia suka dimanupulasi,
diperlakukan sebagai wanita jalang dan Bimo memberikan itu semua. Tapi
wajah manis, lugu dan tanpa dosa dengan tubuh indah menggiurkan
menyamarkan itu semua.
*****
Beberapa minggu kemudian, Mila dan Aldi tengah sarapan saat telpon berdering.
“Hallo?” jawab Mila.
“Hai, ini aku. Sarah nggak bisa datang akhir pekan ini. Kamu bisa kemari?”
Mila melirik ke arah Aldi, yang sedang baca koran. Hari ini mereka
sudah berencana untuk menghabiskan waktu berdua. “Aku nggak tahu,”
jawabnya ragu.
“Bilang ke Aldi aku butuh bantuanmu untuk belanja cari hadiah untuk ulang tahun Sarah.”
Mila merasa bingung. Dia sudah menantikan untuk bersama Aldi hari
ini, dia sungguh menyukainya. Mungkin dia benar-benar sudah jatuh cinta.
Tapi sekarang sudah lebih dari sebulan sejak terakhir dia bertemu Bimo.
Biasanya mereka melampiaskan birahi setidaknya sekali seminggu. Itu
sudah jadi rutinitas mereka sejak masih kuliah. Mila menyebut itu ”
resep Bimo.” Bimo adalah the best lover yang pernah dia dapat dan bahkan
saat dia sedang menjalin hubungan dengan pria lain. Seperti sekarang
ini, saat dia bersama Aldi, dia masih mendambakan apa yang bisa Bimo
berikan untuknya. Tapi belum pernah dia menjalin hubungan seserius
sekarang, seperti yang tengah dijalinnya bersama Aldi.
Namun, tetap saja tubuhnya punya keinginan untuk dipenuhi…
Dia menoleh ke arah Aldi, ada sedikit rasa bersalah. “Honey?” ada
rasa ragu untuk memulai. “Bimo tanya, apa aku bisa membantunya hari ini.
Sarah ulang tahun minggu depan dan dia butuh bantuan untuk cari
hadiah.”
Aldi terlihat kecewa. “Bukannya kita punya rencana sendiri hari ini.
Baca koran, makan siang di luar, nonton film. Aku sudah menantikannya.”
“Aku tahu, aku juga honey. Kuusahakan pulang saat dinner.” Dia
julurkan kakinya di bawah meja dan perlahan menekankan ujung jari
kakinya ke selangkangan Aldi. “Kita habiskan malam nanti berdua.” Aldi
merasakan selangkangannya menyesak. Dia merasa kecewa, tapi dia tak mau
jadi seperti salah satu pria yang membatasi kekasihnya dalam berteman
dengan pria lain. “Baiklah, pergilah.”
Tersenyum lega, Mila membungkuk ke depan dan mencium Aldi. Lalu dia
raih pesawat telpon. “Oke, kita ketemu di mall satu jam lagi.”
“Bagus,” jawab Bimo. Dia jadi ereksi sekarang. Bimo berbisik di
telpon. “Mila, ingat saat kamu cerita tentang bustier yang dibelikan
Aldi di hari Valentine? Nanti pakai, oke?”
Alis Mila berkerut. “Kita lihat saja nanti,” jawabnya asal.
Sesudah menutup telpon, Mila mencium Aldi sekali lagi. “Terima kasih
sudah begitu pengertian. Bimo sangat butuh bantuan, dia ingin membuat
Sarah terkesan. Aku janji akan menebusnya nanti malam.”
Tangan Aldi menggapai tubuh Mila dan menariknya dalam pelukannya.
Tangannya menuju pantat Mila yang sekal dan kencang. “Gimana kalau
quickie? Masih satu jam lagi.”
Mila tertawa geli. “Aku mau, tapi aku harus berdandan.” Dia berontak
lepas dari rengkuhan Aldi dan lari menuju kamar. “Aku harus bergegas,
kamu sudah tahu kan, berapa lama aku dandan,” ucapnya dari balik bahu.
Mila merasa bingung. Apa yang akan dia pakai? Dia tak mau Aldi
melihat gaunnya terlalu seksi untuk acara belanja dengan Bimo nanti.
Biasanya dia hanya memkai jeans dan atasan, dengan lingerie seksi di
dalamnya. Tapi Bimo ingin dia memakai bustier. Dia tahu kenapa. Bimo
kadang juga bertingkah mesum. Tapi itu artinya dia harus memakai sebuah
rok.
Akhirnya, dia putuskan untuk memakai sebuah blus sutera berwarna
putih tulang dan dipasangkan dengan sebuah rok berlipat warna hitam yang
hanya sampai di atas lututnya. Di dalamnya dia memakai bra model penuh
dan sebuah celana dalam serta panty hose berwarna hitam. Dia ikat
rambutnya ke atas dan memberi sapuan makeup tipis di wajahnya. Dia
komplitkan penampilannya dengan sepasang sepatu model ballerina berwarna
hitam.
Dia tak bisa memakai bustier tersebut sekarang. Aldi pasti akan
memberinya sebuah pelukan sebelum dia pergi dan dia akan bisa merasakan
bustier tersebut. Lalu dia harus memberi alasan kenapa memakai lingerie
seksi hadiah Valentine Aldi tersebut. Dia mencari di dalam lemari
pakaiannya, dia temukan sebuah tas untuk belanja. Pertama, dia masukkan
bustier tersebut dan beberapa barang, kemudian dia menutupinya dengan
sebuah gaun yang baru saja dia beli. Dia bercermin. Terlihat cantik,
tapi nggak seksi. Paling tidak, terlalu seksi.
Dengan membawa tas dia keluar dari kamar. “Kamu terlihat cantik,”
Aldi langsung berkomentar dan merengkuhnya dalam pelukannya lalu
menciumnya. “Tapi memang kamu selalu terlihat cantik.” Semakin merapat,
dia berkata, “Meskipun, dandananmu sedikit berlebihan.”
Mila tersenyum lugu dan menunjuk tas belanja yang dia bawa. “Aku
tahu, tapi aku punya rencana untuk menukar baju yang baru kubeli
kemarin. Itu, yang kamu bilang nggak begitu suka? Makanya aku pakai ini
biar bisa gampang mencoba beberapa baju lainnya.” Kumohon jangan periksa
isi tasku, doa Mila.
Aldi menariknya ke dalam pelukannya lagi dan tangannya menggapai
tepian rok Mila. “Aku tak masalah, kamu tahu aku suka melihat paha
indahmu.” Tangan Aldi menyusup ke balik rok dan mengelus paha Mila, dari
lutut ke pahanya berulang kali. “Lho, nggak pakai stocking?” suaranya
terdengar kecewa. “Kamu tahu kalau aku nggak suka kamu pakai pantyhose.”
Mila tertawa dan dengan bercanda dia dorong Aldi menjauh. “Aku cuma
pergi dengan Bimo, konyol ah, dan thigh high mahal harganya. Aku nggak
mau menyia-nyiakan itu hanya untuknya. Aku harus pergi sekarang. Sampai
ketemu lagi nanyi, ok? Dan nanti aku akan pakai stocking hanya untuk
kamu!”
Dengan menyeringai lebar, Aldi berkata, “Oke, aku bisa tunggu,” dan dia memberikan ciuman perpisahan untuk kekasihnya.
*****
Sebelum sampai di apartemen Bimo, Mila singgah dulu di sebuah pom
bensin. Dia sahut tasnya dan bergegas menuju ke kamar kecil . Dia
terburu-buru, karena dia sadar kalau dia hanya punya waktu beberapa jam
saja bersama Bimo.
Mila lepas semua pakaiannya hingga tubuhnya hanya berbalut sebuah
handuk saja di dalam kamar kecil tersebut. Dia semprotkan parfum di
belakang telinganya, di antara belahan dadanya dan terakhir di antara
selangkangannya. Dia cari di dalam tasnya, dikeluarkannya bustier
tersebut dan langsung dia kenakan. Terlihat begitu ketat membungkus
tubuh rampingnya dan membuat buah dadanya setingkat lebih besar dari
ukuran sebenarnya. Tak heran Aldi selalu suka saat dia memakainya.
Kembali dia mencari di dalam tasnya dan mengeluarkan sepasang stocking
baru berwarna hitam. Dengan cepat dia buka bungkusnya dan mengeluarkan
stocking berbahan sutera tersebut dan dengan hati-hati dia pakaikan pada
sepasang paha jenjangnya. Dia pasangkan bagian atas stocking tersebut
pada pengait garter straps yang terhubung pada bustier. Dia tak mau
repot-repot dengan celana dalam.
Mila pakai kembali roknya. Kali ini dia menariknya tinggi hingga naik
melewati pinggangnya, hingga ujungnya hanya sampai di atas lututnya.
Merubah sebuah rok yang konservatif menjadi sebuah rok mini. Kemudian
dia pakai kembali blusnya, tapi tak dia kancingkan dua buah kancing
bagian atas, membiarkan belahan dadanya yang terdesak bustier terpampang
indah menggoda. Sekali lagi mencari dalam tasnya, dia kelarkan sepasang
stiletto heel berwarna hitam, lalu memakainya.
Dia bergerak ke depan cermin, dia lepaskan tali rambutnya, membiarkan
rambutnya tergerai bebas menyentuh bahunya yang ramping. Dia rapikan
rambutnya dan memberi sentuhan pada riasannya sekali lagi, kali ini
riasan yang lebih ‘berat’, yang dia tahu betul dapat menonjolkan sisi
‘nakal’ dari kecantikannya.
Akhirnya, dia telah siap. Dia masukkan kembali semuanya ke dalam
tasnya. Lalu memeriksa sekali lagi ke dalam cermin, dia melangkan menuju
tempat Bimo.
*****
Bimo benar-benar menikmati waktunya bersama Mila, mereguk setiap
tetes kenikmatan yang diberikan tubuh Mila. Keduanya rebah berdampingan
di atas ranjang Bimo, sama-sama masih berpakaian lengkap. Bimo
membelainya, jemarinya menelusuri belahan bukit dada Mila yang terbuka,
lalu membuat gerakan melingkar pada buah dadanya. Paha Bimo berada di
antara paha Mila dan rok Mila tersingkap tinggi hingga atas pahanya.
Bimo telusuri bagian atas stocking tersebut dan berikutnya garter
starpnya, ujung jarinya bergerak dari licinnya bahan sutera tersebut
hingga kulit telanjangnya yang lembut, begitu berulang-ulang.
Mila teramat birahi. Sentuhan Bimo membuatnya gila, tapi gairahnya
menginginkan lebih dari hanya sekedar semua sentuhan Bimo tersebut.
Bimo lepaskan kancing blus Mila lalu menyusup ke dalamnya. Jemarinya
menjelajahi gundukan di depan bustier tersebut. “Apa Aldi menyetubuhimu,
malam itu, setelah kita bersama? Bagaimana rasanya, dengan maniku di
dalammu? Apa rasanya nikmat?”
Kedua mata Mila terpejam saat dia nikmati belaian Bimo. “Rasanya selalu nikmat saat Aldi bercinta denganku.”
Bimo menggoda Mila dengan memencet putingnya, yang sekarang telah
terpampang sebagian dari balik ujung atas bustiernya. “Kamu tahu
maksudku. Apa rasanya lebih hebat? Bukankah terasa lebih seru, dengan
maniku di dalammu? Apa kamu tak merasa lebih nakal bercinta dengannya,
sehabis kamu bersamaku? Bukankah rasanya lebih menggairahkan?”
Mila tak menjawabnya. “Aku nggak paham,” katanya. Dia taruh tangannya
di selangkangan Bimo. “Itu membuatmu terangsang, kan, bahwa kamu lebih
dulu di dalam tubuhku sebelum Aldi?”
Mila merasakan batang penis Bimo berkedut. “Aku rasa memang iya,” dia
tertawa geli. Lalu ekspresinya berubah serius. “Kenapa ini membuatmu
begitu terangsang?”
“Aku sudah bilang padamu selingkuh itu menyenangkan, mendebarkan,
sangat merangsang.” Bimo menyeringai. “Well, jauh lebih hebat kalau kamu
melakukannya dengan kekasih lelaki lain.”
Mila mencibirkan bibir pada Bimo. “Kamu sangat jahat.” Dia
mendorongnya. “Apa bedanya Aldi dengan pacar-pacarku yang dulu? Kamu kan
dulu juga melakukannya. Kenapa sekarang jadi lebih merangsang?”
Bimo menyeringai. “Jangan berlagak bodoh, kamu tahu jawabnya. Kamu
belum pernah serius dengan pria lainnya. Lain ceritanya kamu dengan
Aldi. Tapi daripada bersama Aldi, kamu lebih memilih di ranjangku
sekarang. Kamu menyukai Aldi, bahkan cinta, tapi kamu biarkan aku
menyetubuhimu. Apa kamu tidak lihat betapa hebatnya rangasangan dari ini
semua?”
“Kamu gila,” kata Mila. Dia hendak menjauh, tapi Aldi menariknya kembali.
“Ayolah, nggak usah bohong. Aku kenal kamu. Aku tahu isi kepala
cantikmu . Mungkin kamu terlihat lugu di luar, tapi sebenarnya kamu
wanita yang liar. Berselingkuh di belakang pacarmu membuatmu terangsang
juga.”
“Itu nggak benar,” protes Mila.
Bimo membelai bustier berbahan sutera tersebut, jemarinya meluncur di
gundukan dada Mila. “Mila, Aldi memberimu hadiah ini di hari Valentine,
kan? Aku yakin ini jadi busana yang spesial baginya, kan? Mungkin kamu
hanya memakainya di acara yang spesial saja, seperti hari jadi kalian.
Apa kamu nggak merasa bersalah, sudah sembunyi-sembunyi memakainya
untukku? Apa kamu nggak merasa bersalah saat aku setubuhi kamu dengan
memakainya? Dan apa rasa bersalah itu nggak membuatmu terangsang?
Bukankah mengasikkan, mendebarkan saat menjadi nakal dan liar?”
Mila terdiam untuk waktu yang lama. Bimo benar, dia merasa bersalah
telah memakai bustier ini. Tapi dia ingat betul betapa mendebarkannya
saat menyelinap dari Aldi dan berganti pakaian di pom bensin tadi.
Resiko dan perasaan nakal tersebut teramat sangat membakar birahinya.
Tapi Mila belum siap untuk mengakuinya di depan Bimo. Dia tanggalkan
roknya dan kemudian blus yang dia pakai, stocking dan stiletto heel nya.
Dia buka resleiting celana Bimo dan dengan hati-hati mengeluarkan
batang penisnya yang keras. Kemudian dia merangkak menaikinya. “Nggak
usah ngomong lagi. Aku ingin kamu sekarang.” Dia bimbing batang penisnya
memasuki tubuhnya sendiri dan kemudian dia turunkan tubuhnya. Saat dia
bergerak turun naik di batang penis Bimo, Mila menatap matanya. “Jangan
main-main hari ini. Kamu harus keluarkan di luar, ok?”
Bimo menggeramkan persetujuannya. Vagina rapat milik Mila terlalu
nikmat rasanya. Dia meraih buah dada Mila yang kecil dan langsung
meremasnya. Lalu dia gulingkan tubuh Mila ke bawah dan melanjutkan
menyetubuhinya dengan gaya missionary. Keduanya sudah berada di ambang
orgasme.
“Kamu tahu di mana akan ku keluarkan, pelacur?” desis Bimo. “Akan ku
semprotkan semua di bustiermu, agar setiap kali kamu memakainya untuk
Aldi, jadi bekas air maniku!”
“Oh gawwwwd,” Mila mengerang dan punggungnya meregang saat dia raih orgasmenya e.
“Kocok aku!” perintah Bimo begitu dia cabut batang penisnya dari dalam vagina Mila. “Semprotkan maniku ke seluruh bustiermu.”
Masih dalam pergolakan orgasmenya sendiri, tangan Mila meraih di sela
tubuh mereka dan dia genggamkan tangannya pada batang penis Bimo. Dia
memompanya, mengarahkan kepala penisnya yang bulat ke bustier hadiah
Aldi untuknya di hari Valentine. Detik berikutnya, sekujur tubuh Bimo
bergetar hebat dan dia berejakulasi di seluruh bustier yang dipakai
Mila.
*****
Dengan perlahan Aldi mengocok keluar masuk dalam vagina Mila. Orgasmenya
sudah begitu dekat dan dia ingin menahannya selama yang dia mampu. Mila
bisa merasakan kalau Aldi sudah di amabang batas. Dia kaitkan kakinya
melingkari pinggang Aldi seerat mungkin dan dia hentakkan pinggulnya ke
atas menyambut tiap sodokan Aldi, menginginkan batang penis Aldi agar
terbenam sejauh mungkin dalam tubuhnya.
“Aku mau keluar,” erang Aldi. Mila mengeratkan dekapannya ke tubuh
kekasihnya. “Aku juga, aku hampir keluar,” Mila tersengal, dia benamkan
kepalanya di dada Aldi dan merengek, “Oh god oh god.” Aldi menggeram dan
dia semburkan air maninya ke dalam kondom.
Sepasang kekasih tersebut saling berdekapan untuk beberapa lamanya,
hingga kemudian Aldi berusaha menarik tubuhnya, berusaha untuk
berhati-hati agar kondom yang membungkus batang penisnya tidak terlepas.
Seperti biasanya, Mila menggerakkan kepalanya turun menuju selangkangan
kekasihnya, dan dengan penuh kelembutan dia lepaskan kondom tersebut
dari batang penis Aldi yang melemas. Dia peras air mani dari dalam
kondom tersebut ke dadanya, lalu meratakannya ke sekujur buah dadanya
sendiri. Kemudian dia jilati air mani yang tersisa di batang penis Aldi,
berusaha untuk tak menyentuh kepala penisnya yang sensitif.
Aldi menyaksikan apa yang tengah dimainkan kekasihnya dengan seksama.
Itu tak pernah gagal menyalakan birahinya. Mila memiliki wajah paling
manis dan paling cantik, tapi dibalik itu dia adalah seoerang wanita
yang liar di atas ranjang. Belum lagi kombinasi tubuhnya yang
menggiurkan, buah dadanya yang meskipun kecil tapi mempunyai bentuk yang
demikian sempurna, pantat yang kencang dan sepasang paha nan jenjang,
kesemuanya itu merupakan mimpi basah dari setiap pria. Aldi suka cara
pandang para pria terhadap kekasihnya tersebut setiap kali mereka
kencan. Dia begitu sexy.
Kendati dia baru saja orgasme beberapa saat berselang, Aldi merasa
ereksi kembali. Dengan enggan dia menariknya menjauh. “Aku harus pergi
sekarang kalau nggak mau ketinggalan pesawat.”
Mila cemberut. Dia begitu merindukan kekasihnya. “Aku harap kamu nggak jadi pergi.”
Aldi menciumnya. “Aku tahu. Aku akan kembali beberapa hari lagi, lebih cepat kalau meetingku cepat selesai.”
“Aku harap begitu. I love you.”
Aldi mencium Mila lagi. “I love you too.”
*****
Mila hanya rebahan saja di atas ranjangnya selepas Aldi pergi. Dia
merasakan frustrassi secara seksual. Dia mencintai Aldi, tapi hanya saja
Aldi bukanlah seorang pecinta yang handal. Jarang sekali dia raih
puncak kenikmatan saat mereka bercinta. Memang dia dapat rasakan
kenikmatan kala mereka melakukannya, tapi tanpa getar letupan orgasme
yang sanggup membuat setiap ujung jari kakinya menekuk, selalu saja dia
merasa terhempas dengan perasaan tak terpuaskan serta frustrasi. Tentu
saja tak pernah dia ungkapkan semuanya itu pada Aldi. Dia tak mau
melukai perasaannya. Dan untung saja dia bisa menutupinya dengan sangat
baik.
Dia sudah tak berhubungan dengan Bimo sejak Bimo menikah, beberapa
bulan yang lalu. Tapi bukannya Bimo tak mencobanya. Bimo terus
menelponnya setiap waktu. Bahkan Bimo ingin melakukannya di malam sehari
sebelum dia menikah dan waktu pesta resepsi pernikahannya, Bimo
berhasil membuat Mila berada di sebuah kamar kosong hanya berdua saja
dengannya dan memncumbu Mila dengan jari-jarinya. Sebenarnya tiada
hentinya Bimo memohon pada Mila untuk memberinya quick blow job, tapi
Mila berhasil kabur keluar dari kamar tersebut.
Itu sudah tak benar lagi, sudah melenceng jauh. Ya, selingkuh memang
mengasikkan. Tapi Bimo sudah menikah sekarang dan hubungannya dengan
Aldi sudah semakin bertambah serius. Sebelumnya perselingkuhan mereka
tak lebih hanya sebuah permainan seks yang nakal saja dan Mila mau
melakukannya karena mereka belum punya ikatan yang serius. Semuanya
sudah lain sekarang.
Namun tubuhnya mendambakan tubuh Bimo. Birahinya melebihi semua rasa
mendebarkan dari berselingkuh. Bimo memang seorang pecinta yang lihai.
Dia tahu betul semua titik sensitif tubuh Mila dan sangat tahu cara
menyentuhnya. Dan batang penisnya sungguh menakjubkan. Dia teringat
sewaktu di bangku kuliah, semua temannya berkata kalau ukuran tidaklah
penting. Dia selalu setuju, karena itu sudah jadi pakem yang ada di
lingkungannya dan dia tak begitu tahu apa memang ada yang ebih baik dari
itu semua. Setelah lulus dia mulai aktif secara seksual dan dengan
cepat menyadari kalau ukuran memang berpengaruh, setidaknya bagi dirinya
sendiri. Lelaki yang memiliki tubuh bagus lebih menggairahkan. Penis
berukuran besar lebih nikmat dibandingkan yang berukuran kecil. Penis
berukuran besar lebih menggairahkan untuk dilihat, lebih merangsang
untuk disentuh dan terasa lebih nikmat saat berada di dalam tubuhnya.
Aldi seorang pecinta yang penuh perhatian, tapi dia tak handal di
atas ranjang. Mila merasa bersalah memikirkannya, tapi dia tak mampu
mengingkari kenyataannya. Dhia sudah berusaha mengajarinya apa yang dia
senangi dalam seks, tapi itu tak sanggup membantu. Bahkan saat Aldi
melakukan tepat seperti yang diminta Mila, itu tak terasa
semenyenangkannya saat melakukanya dengan Bimo, ataupun saat dengan pria
lain yang pernah bersamanya. Bimo mempunyai tubuh yang kekar dan tinggi
besar. Aldi tidak. Dan Bimo tahu apa yang diharapkan Mila. Bimo tahu
kalau Mila suka sedikit dilecehkan, Mila suka diperlakukan layaknya
seorang pelacur binal.
Aldi takkan mungkin memperlakukannya seperti itu. Dia terlalu baik
dan perhatian. Mila mencintai Aldi dan merasakan kebahagiaan lebih dari
yang pernah dia rasa sepanjang hidupnya. Tapi jika Aldi melamarnya, apa
dia akan mengatakan iya? Seks bukanlah segalanya, tapi Mila takkan
sanggup menjalani hidupnya selalu merasakan tak terpuaskan.
Mila butuh sebuah pelepasan. Dia gerakkan tangannya turun menuju
kelentitnya dan mulai menggesek. Dia pejamkan matanya dan dengan
diiringi perasaan bersalah dia berkhayal tentang Bimo. Dengan tangan
yang satunya, dia remas buah dadanya. Dia membayangkan Bimo
menyutubuhinya dengan penis besarnya. Namun rasa bersalahnya semakin
bertambah besar melebihi birahinya. Dia rubah fantasinya pada seorang
pria yang mencoba mendekatinya di malam sebelumnya. Dia dan Aldi tengah
singgah di sebuah bar untuk minum dan saat Aldi pergi ke kamar kecil,
pria itu mendekatinya. Dia perkenalkan namanya, Gery. Mila coba acuhkan
usaha pria tersebut, tapi itu sebelum dia amati Gery memiliki bahu yang
bidang dan wajah yang jantan. Saat Gery melangkah pergi, dia berhasil
meremas pantat Mila sekilas dan juga memepetkan tubuhnya, membuat Mila
merasakan miliknya yang keras dan besar. Mila bayangkan Gery memaksanya
ke sebuah pojok ruangan di bar tersebut yang gelap dan mulai
mencumbunya. Mila semakin merasa birahinya menggelegak nakal, dia
tambahkan Aldi ke dalam fantasinya. Aldi sedang mengerjai anusnya,
sedangkan Gery menggasak vaginanya. Tidak, itu tak mungkin terjadi,
batin Mila. Lalu dia rubah fantasinya menjadi, Gery menggoyang
vaginyanya dan Aldi menjilati kelentitnya. Ya, itu lebih nyata, pikirnya
dan jemarinyapun bergerak semakin cepat pada kelentitnya sendiri.
Sejenak berikutnya Mila raih orgasmenya. Tapi biarpun itu
memberikannya sebuah kenikmatan, dia masih merasakan tak terpuaskan.
Mila menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia merasa begitu frustrasi,
dia merasa ingin menangis.
Terdengar bunyi telpon berdering. Mila menjawabnya, mengira itu dari Aldi. Tapi ternyata itu Bimo.
“Hanya ingin tahu gimana kabarmu,” Bimo memulai. “Sarah sedang pergi ke rumah orang tuanya akhir pekan ini. Aldi mana?”
Mila tahu alasan Bimo menelponnya. Untuk beberapa bulan belakangna
dia masih mampu menolaknya, tapi dia teramat sangat membutuhkannya. Dia
tak ingin berselingkuh lagi. Dia tak mau menghianati Aldi. Tapi
hasratnya tak kunjung reda. Dengan perasaan benci yang begitu besar pada
dirinya sendiri, dia berkata, “Di mana kita bisa ketemu?”
*****
Aldi naik ke pesawatnya. Dia merasakan begitu banyak emosi yang berkecamuk dalam dadanya.
Dia merasa curiga bahwa Mila punya affair dengan Bimo cukup lama.
Saat mereka kira dia tak melihat, kadang dia saksikan Bimo menyentuh
Mila dengan begitu intim. Belaian singkat di paha atau pantatnya, kadang
sebuah senyuman penuh makna yang berlanjut dengan remasan pelan di buah
dada Mila. Mila selalu mendorong Bimo menjauh, tapi dia tak pernah
marah dan tak pernah mengatakan semua itu padanya.
Aldi mulai memperhatikan semua itu. Kadang, saat Mila pulang kerja,
dia bisa mencium bau parfum Bimo di rambut Mila. Kadang sepulang dia
pergi belanja atau nonton film dengan Bimo, dia temukan stockingnya di
tempat sampah, ada bekas bercak-bercak.
Sangat mudah baginya untuk menyewa seorang detektif pribadi untuk
menyelidiki Mila. Memang mahal biayanya, Tapi dia punya uang lebih di
tabungan pribadinya. Dia merasa tak enak sudah menyuruh orang untuk
membuntuti Mila, tapi dia harus tahu kebenarannya.
*****
Aldi mengamati foto-foto di tangannya. Semuanya dengan kualitas tinggi dan semuanya membuktikan kecurigaan Aldi.
Masih memandangi fot-foto tersebut, Aldi bertanya, “Dan kamu juga punya videonya?”
Sang detektif sewaan menunjuk pada sebuah amplop yang diletakkan di
atas meja Aldi. “Ya, aku punya. Mereka pergi ke sebuah hotel, tapi
gordennya sedikit terbuka. DVDnya ada di dalam amplop bersama beberapa
foto lagi.”
Aldi memberikan setumpuk uang pada sang detektif. “Ini seperti yang kujanjikan. Akan kuurus sendiri dari sini.”
Setelah sang detektif pergi, Aldi mengunci pintu kantornya. “Lisa,
tahan semua telpon untukku,” ucapnya ke sebuah intercom. Dia buka amplop
tersebut, dia singkirkan foto-fotonya dan menghubungkan DVD ke
televisi.
Video itu dibuka dengan adegan Mila berdiri di depan Bimo, yang
sedang duduk di pinggiran ranjang. Blus yang dipakainya terbuka dan Bimo
tengah asik mencumbui buah dadanya. Aldi bisa menyaksikan kalau Mila
memakai salah satu bra berenda miliknya. Bimo meremasi buah dadanya dan
menghisap kelentitnya yang terbuka. Aldi menyaksikan saat tangan Bimo
bergerak dari buah dada Mila menuju ke pantatnya dan masuk ke dalam
roknya. Tangan Bimo bergerak di dalam rok Mila menuju pantatnya,
menyingkapkan naik roknya melewati paha. Aldi menyaksikan Mila
mengenakan garter belt berenda dan sebuah thigh high stocking berwarna
hitam. Bimo meremasi bongkahan pantat Mila yang kencang. Dia sama sekali
tak memakai celana dalam. Kemudian Bimo mengarahkan tangannya menuju
vagina Mila. Aldi saksikan saat Bimo mulai memasukkan satu jari dan
disusul dua jari ke dalam vagina Mila. Jeari-jari Bimo terlihat
mengkilat oleh cairan, tampak nyata bahwa Mila sudah basah kuyup. Saat
jari-jari Bimo menyetubuhinya, ibu jari Bimo tiada henti menggesek
kelentit Mila.
Kedua mata Mila terpejam dan kepalanya terayun dari sisi ke sisi. Dia
tenggelam dalam birahinya dan kedua kakinya yang memaki high heel
terlihat mulai goyah. Jika saja tangan Bimo tak menahan pantatnya,
mungkin Mila akan jatuh tersungkur.
Mila terlihat mengucapkan sesuatu, begitu pelannya hingga sulit bagi
Aldi untuk dapat mendengarnya. “Fuck me, fuck me,” ucap Mila
berulang-ulang.
Bimo menarik tangannya menjauhi vagina Mila dan dia turunkan
resleiting celananya, lalu menurunkannya hingga mata kaki. Dia pegangi
batang penisnya dalam genggaman tangan.
Aldi tak bisa mempercayai ukuran penis milik Bimo. Bukan saja
panjangnya, tapi juga besarnya. Aldi kira penis berukuran seperti itu
hanya ada dalam film-film biru saja.
“Ini yang kamu inginkan?” tanya Bimo, mendesaknya.
Mila menunduk. “God, yes,” desahnya. “Aku sangat menginginkannya.” Tangannya meraih dan mulai mengocoknya.
Tangan Mila menggapai ke belakang dan dia buka pengait roknya,
membiarkannya jatuh ke atas lantai. Dia dorong tubuh Bimo ke atas
ranjang dan mulai menaikinya. Tangannya menggapai ke bawah dan
membimbing Bimo ke belahan vaginanya. Bimo terus menggoda Mila. “Kamu
sangat ingin ini, kan?”
Mila mendorong ujung kepala penis besar tersebut membelah tubuhnya.
“Oh god yes,” dia mengerang. Dia pejamkan matanya rapat saat dia
turunkan tubuhnya ke Bimo. “Aku sangat butuh ini.”
“Aldi nggak mampu memuaskanmu, benar kan?”
Dengan berusaha susah payah untuk memasukkan batang penis Bimo lebih
jauh lagi ke dalam tubuhnya, dengan tersengal Mila berusaha menjawab
diantara nafasnya yang berat, “Dia – nggak punya – sesuatu – yang cukup –
untuk diberikan padaku.”
Terlihat memakan waktu yang cukup lama bagi Mila untuk memasukkan
seluruh batang penis Bimo ke dalam tubuhnya. Lalu mulailah dia
menggerakkan tubuhnya naik turun dengan pelan. Gerak persetubuhan mereka
semakin meningkat cepat dan tak lama kemudian semakin bertambah cepat
saja. Setiap kali Mila menekan ke bawah, Bimo dengan penuh tenaga
mendorong ke atas menyambutnya tanpa ampun, membuat Mila terpekik setiap
kalinya. Mila menarik tubuhnya hingga hanya tinggal kepala penis Bimo
saja yang terjepit vaginanya, lalu dia hempaskan turun dengan keras
lagi.
Desah lenguhan Mila terdengar tanpa henti dan wajahnya menggambarkan
ekspresi kenikmatan yang seutuhnya. Belum pernah Aldi melihat kekasihnya
seperti ini. Kelihatannya belum pernah sekalipun dia memberikan
kenikmatan seperti ini padanya.
Mila menarik tangan Bimo ke dadanya, tapi blus dan bra yang masih dia
kenakan menghalangi. Dengan cekatan dia lucuti semua kancing blusnya
dan menjatuhkannya ke atas lantai. Branya menyusul berikutnya dan sekali
lagi dia bawa tangan Bimo ke dadanya. “Pilin putingku!” pintanya. Bimo
lakukan yang dia minta. Kala Bimo terus memainkan puting buah dada Mila,
Bimo saksikan kekasihnya membelai dada bidang dan lengan kekar milik
Bimo. Kemudian Mila tepiskan lengan Bimo ke samping dan dia menunduk
untuk mencium Bimo. Dapat Bimo lihat dari tonjolan di pipi mereka, kalau
keduanya tengah saling menjelajahi mulut masing-masing.
Mila lepaskan ciumannya dan merintih, “Aku hampir keluar!” Aldi
saksikan wajah Mila diselimuti kenikmatan seluruhnya saat gelombang
orgasme menguasai sekujur tubuhnya. Saat di puncaknya, punggung Mila
meregang ke belakang dan kuku-kuku jarinya menancap erat di dada Bimo.
Bimo biarkan Mila rehat beberapa saat, lalu dia balikkan tubuh Mila
hingga sekarang berada di bawah tindihan tubuhnya.
Aldi saksikan Bimo tiada henti menyetubuhi Mila dalam 15 menit
berikutnya. Terlihat Mila mendekati orgasme berikutnya. Gerakan Bimo
semakin cepat dan tak beraturan, dia menggeram keras, “Aku akan
keluarkan di dalam!” Tepat saat Bimo mengucapkan itu, orgasme Mila
meledak, dia kaitkan kakinya melingkari pinggang Bimo, menariknya lebih
jauh ke dalam tubuhnya.
Bimo menggeram sekali lagi dan Aldi tahu kalau dia sedang
berejakulasi di dalam rahim kekasihnya. Setiap kali dia memompa diiringi
oleh geram jeritannya. Mila mulai terdengar meraungkan rintihannya saat
wajahnya diselimuti aura kenikmatan sekali lagi, menggambarkan ledakan
orgasme yang dia raih sekali lagi.
Tubuh keduanya saling bertindihan untuk beberapa menit kemudian,
hingga Mila mendorong tubuh Bimo menyingkir dari atas tubuhnya. Dengan
enggan Bimo mencabut batang penisnya dan berguling ke samping. Mila
memeluk bantal dan mulai terisak.
Bimo coba merengkuh bahunya, namun Mila menepisnya. Masih tetap
menangis, dia berlari menuju kamar mandi. 10 menit berikutnya Aldi
dengarkan suara air shower. Saat Mila muncul, dia terlihat begitu segar
setelah mandi dengan sebuah handuk membalut tubuhnya. Matanya masih
terlihat merah sehabis menangis.
Dia duduk di pinggir ranjang, wajahnya dia tutupi dengan kedua
tangannay dan mulai menangis. “Aku harus hentikan ini semua,” isaknya.
“Aku mencintai Aldi. Aku nggak mau menghianatinya lagi.”
Bimo terlihat tak bergeming oleh kesedihan Mila. Dia tetap rebah di
ranjang dan mulai menyalakn sebatang rokok. Batang penisnya kini
melemas, tapi masih saja terlihat begitu besar di selangkangannya.
“Mila, biar bagaimanapun kamu harus menerimanya. Aldi nggak akan pernah
bisa memberikan apa yang kamu mau.”
Mila menoleh ke arah Bimo dengan menantang. “Aku mencintainya!” tekannya.
Bimo memegang batang penisnya sendiri dan mulai mengocoknya. Batang
penisnya meuali mengeras kembali. “Ini yang kamu inginkan, Mila. Hal ini
tak akan pernah berubah denganmu. Aku nggak bilang kalau harus
denganku. Tapi aku sangat mengenalmu. Kamu butuh penis besar dengan
teratur. Kamu sangat menginginkannya. Kamu nggak akan bisa bahagia
dengan Aldi si penis kecil.”
Mata Mila berkilat marah. “Diam, bajingan! Jangan memanggilnya
begitu!” Mila biarkan handuk yang melilit tubuhnya jatuh ke lantai dan
mulai memakai rok dan blusnya, lalu memasukkan lingerienya ke dalam tas
kecilnya. Sambil memakai high heelnya, dia berucap, “Dan nggak perlu
repot menelponku. Nilai lebih dari persahabatan kita ini sudah berakhir.
Dan persahabatan kita yang sesungguhnya akan benar-benar berakhir kalau
kamu coba ucapkan sesuatu yang seperti itu lagi.”
Bimo tertawa dan mendekati Mila. “Ayolah, kamu tahu kalau aku hanya
bercanda. Aku suka Aldi. Aku hanya ingin kamu bahagia.” Dia bergerak ke
belakang Mila dan menekankan batang penisnya yang keras ke pantat Mila.
“Aku tahu kalau kamu nggak akan bisa bahagi dengan Aldi. Aku nggak ada
persoalan pribadi dengan Aldi. Seperti yang aku bilang, aku suka Aldi.
Hanya saja dia nggak punya barang seperti.” Bimo menciumi leher Mila dan
merangkulkan tangannya melingkari tubuh Mila, lalu dia tangkap buah
dadanya. Dia susupkan tangannya memasuki blus Mila dan memilin putingnya
yang langsung saja mengeras. “Kamu nggak akan bahagia bersama Aldi. Dia
nggak tahu bagaimana cara menyentuhmu, seperti yang kulakukan.”
Mila coba melepaskan diri. “Nggak, Bimo, hubungan kita sudah selesai.”
“Kamu nggak serius.” Bimo menggapai ke bawah dan menaikkan ujung rok
Mila. Dia jepitkan penisnya di antara paha Mila yang panjang dan indah.
“Kamu menginginkan ini.” Mila membuka pahanya secara naluriah dan dia
tercekat saat ujung kepala penis Bimo menyentuh bibir vaginanya. “Kamu
butuh ini.”
Mila ingin pergi, tapi tubuhnya sendiri menghianatinya. Terlalu
banyak malam yang penuh dengan ras frustrasi dan seks yang tak memuaskan
bersama Aldi. Birahinya yang membuncah membuatnya mendidih dan seks
sebelumnya tadi dengan Aldi belum mampu meredakan itu semua.
Berkebalikan dengan rasa jengkelnya terhadap Bimo, dia rasakan tubuhnya
merespon Bimo.
Aldi saksikan Mila melemparkan kepalanya ke belakang dan Bimo
mendorong lidahnya memasuki mulut Mila yang menunggu. Bimo berhasil
melucuti semua kancing blus Mila dan langsung memainkan buah dada
beserta putingnya. Mila menggapai ke bawah dan coba membimbng batang
penis Bimo untuk memasukinya. Tapi keduanya kehilangan keseimbangan dan
terjerembab ke atas kasur. Kemudian Bimo mulai memasukinya dari
belakang, langsung menguburkan seluruh batang penisnya dalam sekali
dorongan. Untuk 20 menit berikutnya, Bimo menyetubuhi Mila dengan
bermacam variasi posisi, memberi Mila dua kali ledakan orgasme lagi.
Mila tak melawan saat Bimo keluarkan air maninya di dalam vaginanya
lagi.
Aldi hentikan DVD tersebut. Begitu banyak konflik emosional yang
berkecamuk dalam kepalanya. Tapi ada sesuatu yang harus dia lakukan,
segera. Dia putar ulang video tersebut dan menyalakannya lagi di saat
bagian di mana Bimo berkata, ” Aldi nggak mampu memuaskanmu, benar kan?”
Kemudian Aldi keluarkan batang penisnya yang sudah demikian keras dan mulai mengocok penisnya sendiri.
*****
Beberapa minggu kemudian…
Mila mengocok batang penis Bimo dengan pelan. Dia sudah tak mau lagi
mencoba menolak apa yang dibutuhkan tubuhnya. Dia memang telah jatuh
cinta pada Aldi, tapi tetap saja dia butuh tubuh kekar dan penis besar
milik Bimo. Selalu saja dia merasa bersalah setelahnya, tapi dia tak
mampu mencegah dirinya, apalagi dengan Bimo yang selalu saja
‘menyerangnya’ setiap saat.
Dia amati penis dalam genggaman tangannya, terpukai dengan panjang
dan besar ukuran batangnya. Terlihat indah dan menakutkan disaat yang
bersamaan. Saing besarnya, genggaman tangannya tak bisa menggenggam
sepenuhnya dan saking panjangnya membuat dia selalu saja tak percaya
bahwa dia bisa memasukkan itu semua dalam tubuhnya. Buah zakarnya begitu
kencang dan besar, yang membuatnya masuk akal karena Bimo selalu
berejakulasi begitu banyak.
Bimo menyeringai melihat Mila. “Kamu memang sangat sayang sama penisku, ya?”
Mila tak menjawab, sebagai responnya batang penis dalam tangannya tersebut dia masukkan ke dalam mulut.
Tapi Bimo mendorongnya menjauh. “Jawab pertanyaanku, Mil,” perintahnya. “Kamu memang sangat cinta sama penis besarku, kan?”
“Kamu tahu aku cinta,” Mila merajuk dan dia masukkan lagi ke dalam mulut.
“Gimana rasanya saat Aldi menyetubuhimu, setelah kamu bersamaku? Apa mungkin kamu bisa merasakan penisnya di dalammu?”
Mila melirik Bimo dengan pandangan jengkel, tapi kemudian dia
menunggangi Bimo dan mengarahkan ujung penis Bimo ke vaginanya. “Jangan
bertingkah brengsek. Setubuhi saja aku.”
Bimo dorongkan seluruh batang penisnya memasuki Mila. “Begini?”
“Uhhh, god, ya, begitu,” Mila menggeram.
Bimo tarik keluar dan kemudian dengan cepat menusukkan masuk kembali. Bersamaan dengan itu dia pilin puting Mila. ” Begini?”
Mila tangkup tangan Bimo dengan tangannya sendiri, mengarahkan
cumbuannya. Dia pejamkan mata serapat mungkin saat Bimo semakin
mempercepat tusukannya dengan intens. “Lebih keras – dorong – lebih –
keras.”
“Kalau Aldi melamarmu, apa kamu terima?”
“A – aku rasa iya,” Mila berusaha menjawab di sela sengal nafasnya,
begitu larut oleh persetubuhan kasar yang diterimanya. Da sudah begitu
dekat.
“Tapi aku masih boleh menikmati tubuhmu, kan?”
“Uhhh – aku – aku belum tahu.”
Bimo dapat merasakan Mila sudah hampir sampai. Dia mengocoknya tanpa
ampun, menggesekkan penis besarnya pada titik g-spot Mila dibarengi
dengan memilin puting Mila tiada hentinya. Mila menjerit lepas dan
tubuhnya menegang saat dia raih puncak kenikmatannya.
Mila ambruk di dada Bimo. Dia terus mengocok Mila dengan gerakan
pelan dan panjang. Selang beberapa menit Mila merasakan birahinya
bangkit kembali. “God, dia sungguh hebat,” batinnya.
Seakan bisa membaca pikirannya, Bimo bertanya kembali, ” Aku masih boleh menikmati tubuhmu, kan?”
Mila merasakan ribuan kupu-kupu menari di perutnya dan terus
mengembara ke setiap sendi perasanya. Bimo sungguh membuatnya mabuk
kenikmatan. Tapi dia tak menjawabnya, dia tak tahu harus menjawab apa
dan tak mau menghianati Aldi lebih jauh lagi.
Bimo tersenyum dalam hati. Mila tak perlu menjawab, dia bisa
merasakan dari setiap gerak tubuhnya bahwa dia bisa mendapatkan tubuh
Mila kapanpun dia mau. Itu sangat hebat, karena Mila adalah wanita
paling seksi yang pernah dia kenal dan dia sangat suka menyetubuhinya,
terlebih lagi sekarang ini sejak kehidupan seksnya dengan Sarah mulai
terasa membosankan.
*****
Mila tiba di rumah begitu larut malam itu. Aldi sudah menunggunya di atas ranjang.
“Hai, sorry aku terlambat, kerjaan di kantor menahanku lebih lama
dari yang kuperkirakan,” dustanya. “Aku mau langsung mandi sebentar.”
Dengan sigap Mila melepas pakaiannya dan langsung menutup pintu kamar
mandi.
Aldi turun dari ranjang dan mengambil pakaian Mila dari keranjang
pakaian kotor. Dia dekatkan blous tersebut ke hidungnya. Bisa dia cium
aroma cologne Bimo di situ. Dia periksa stocking Mila yang tergulung
hingga lutut. Lalu dia pungut celana dalam Mila. Jemarinya menelusuri
permukaan kain sutera berenda tersebut. Bagian selangkangannya basah.
Dia mengartikannya bahwa Mila membiarkan Bimo keluar di dalam lagi.
Mila tak memakai birth control. Aldi tahu kalau dia lebih memilih
untuk mengatur periode masa suburnya. Pil birth control akan membuat
berat tubuhnya melonjak naik. Aldi tak keberatan. Selama masa ‘amannya’
Mila memperbolehkannya keluar di dalam. Saat dia dalam periode subur,
Aldi memakai kondom, atau lebih seringnya, mengeluarkannya di luar.
Tapi Aldi tahu kalau sekarang bukanlah periode bulan ‘aman’ bagi
Mila. Tapi juga bukan periode yang paling subur, tapi ini sangatlah
beresiko tinggi. “Apa dia nggak khawatir hamil?” pikirnya.
Aldi merasa cemburu dan sakit. “Bimo punya penis yang lebih besar
dibanding aku, dia lebih membuatnya puas,” batinnya. “Dia lebih
memilihnya daripada aku. Dia biarkan Bimo menidurinya setiap saat dan
membiarkannya keluar di dalam. Mungkin dia mau denganku karena Bimo
sudah menikahi wanita lain. Mungkin dia berharap Bimo menghamilinya dan
dia bisa memakai bayinya agar Bimo meninggalkan Sarah dan menikahinya.”
Aldi merasa tercampakkan. Dia mencintai Mila. Dia wanita yang
sempurna. Rambut indahnya, wajahnya yang secantik foto model, buah dada
yang berukuran tepat, perutnya yang rata dan pantatnya yang demikian
kencang serta sepasang kakinya yang menakjubkan. Begitu jenjang dan
halus mulus seakan sepasang kaki boneka.
Aldi mencintainya dan tak ingin kehilangannya. Tapi kini Aldi sudah
kehilangan dia. Mila lebih memilih Bimo di ranjang dari pada memilihnya.
Dia merasa nafasnya menjadi berat. Untuk sebuah alasan, bayangan Mila
bersama Bimo membuatnya terangsang. Dia kesal pada dirinya karena
perasaan tersebut. Bagaimana bisa Mila tidur dengan pria lain bisa
membuatnya terangsang? Tapi itulah yang terjadi.
Merasa jijik pada dirinya sendiri, Aldi menggapai ke bawah dan
mengeluarkan batang penisnya. Dia mulai bermasturbasi. Dia pejamkan mata
dan membayangkan adegan dalam DVD Mila dengan Bimo. Dia mengingat Bimo
yang mencumbui buah dada Mila dan jarinya yang menelusuri thigh high
suteranya. Dia mengingat bagaimana Mila yang membalas lumatan bibir Bimo
dengan begitu bernafsu. Dia mengingat bagaiman ujung tumit sepatu Mila
yang tertancap di pantat Bimo yang berotot kala dia menggoyangnya. Saat
itulah Aldi berejakulasi, menyembur pada selembar tisu.
Dia rebah ke atas ranjang. Perasaannya begitu berkecamuk, cemburu dan
perih bercampur dengan rangsangan birahi. Tapi yang dia tahu dan sangat
meyakininya, dia mencintai Mila.
Mila naik ke atas ranjang dan meringkuk dalam pelukan Aldi yang menunggunya. “I’m sorry I’m so late,” ucapnya lagi.
“That’s okay,” jawab Aldi. Dia mencium lembut bibir Mila. “I really love you. Do you love me?”
Mila memeluk Aldi semakin erat. “Tentu saja aku sangat mencintai kamu.”
Aldi menggapai ke belakang tubuhnya dan mengeluarkan sebuah kotak
kecil. Dia membukanya, mengeluarkan sebuah cincin tunangan berhiaskan
permata dari dalamnya.
“Mila, will you marry me?”
*****
“Coba lihat cincinnya,” kata Sarah. Dengan tersenyum, Mila mengangkat tangan kirinya. “Oh my god, berliannya sangat besar!”
Aldi berkata dengan tersenyum, “Ayolah, keretanya sudah datang.”
Kedua pasangan tersebut naik ke dalam kereta. Mereka sedang dalam
perjalanan menuju pesta, yang diadakan untuk merayakan pertunangan Aldi
dengan Mila. Mereka memilih naik kereta karena lalu lintas ke arah kota
sangat macet.
“Bimo, kamu lihat tadi berlian yang diberikan Aldi untuk Mila?” Sarah bertanya pada suaminya. “Sangat besar!”
Bimo tersenyum dan mengangguk. Tapi dia membatin dalam hati, “Aku
tahu apa yang diharapkan Mila berukuran besar.” Sembari memikirkan itu,
mata Bimo menatap tajam pada mata Mila dan dia jadi merona. Bimo
tersenyum, menyadari mereka memikirkan hal yang sama.
Seiring penumpang yang semakin memenuhi kereta, Mila dan Bimo
terpisah dengan Aldi dan Sarah. Mereka sebenarnya terpisah hanya
beberapa meter saja, tapi terhalang oleh orang-orang disekelilingnya.
Mila dan Aldi masih bisa saling melihat wajah, tapi tak lebih dari itu.
Bimo menggapai ke bawah dan menyentuh cincin pertunangan Mila. “Oh,
baby, ini sangat besar,” godanya. “Apa ini bisa membuatmu puas?”
Mila hampir mulai memelototi Bimo, tapi dia lalu ingat kalau Aldi
bisa melihatnya dan dia tak mau nanti harus menjelaskan kenapa dia marah
pada Bimo. Dia paksakan memasang sebuah senyuman di wajahnya dan
berkata, “Diam, brengsek. Apa nggak bisa kamu merasa bahagia untukku?
Aku akan menikah.”
Tangan Bimo bergerak ke paha Mila. Di dalam kereta sangat ramai
beredesak-desakan, tak seorangpun bisa melihat apa yang dia lakukan. Dia
susuri garter strap Mila dari luar roknya. “Oh, aku senang, sangat
senang,” kata Bimo dengan senyum iblisnya. “Sekarang aku bisa tidur
dengan tunangan pria lain dan sebentar lagi jadi isteri pria itu.”
“Itu nggak mungkin terjadi,” jawab Mila dan dia coba tepiskan tangan
Bimo menjauh. Tapi Bimo tetap memaksa dan Mila tak bisa melakukan
tindakan yang akan memancing kecurigaan Aldi dan Sarah. Bimo menyadari
kebingungannya tersebut dan semakin menekan kesempatannya. Dia gerakkan
tangannya ke dalam rok mini Mila dan ujung jarinya mulai membuat gerakan
melingkar di paha Mila. Jemari Bimo terus bergerak naik hingga dapat
dia sentuh permukaan kulit Mila di atas pangkal stockingnya dan hampir
saja Mila terlonjak kaget saat jemari Bimo menyerempet celana dalamnya.
“Kamu sudah basah,” komentarnya dan Mila tahu bahwa Bimo memang
benar. Mila telah berhasil menjauh dari Bimo sejak bertunangan. Dia
sangat ingin setia pada Aldi. Tapi itu suara hatinya. Tubuhnya memegang
kendali sekarang ini dan merindukan untuk disetubuhi dengan kasar oleh
sebatang penis yang berukuran besar. Dia sungguh mencintai Aldi, tapi
Aldi tak mampu memberi apa yang diinginkan tubuhnya.
“Jangan goda aku,” dia memohon.
Bimo masih menyeringai, jarinya beringsut memasuki celana dalam Mila
dan menyentuh kelentitnya. “Oh, aku minta maaf, apa aku menggodamu?”
“Bajingan kamu!” umpat Mila dengan marah. Tak lagi peduli apakah Aldi
dan Sarah mungkin melihatnya, dengan kasar dia dorong Bimo menjauh.
Untung saja, kereta dalam keadaan penuh hingga Aldi dan Sarah tak
melihatnya. Dalam sisa perjalanan tersebut, Mila menjaga jarak dari
Bimo, namun godaan Bimo tadi telah membuat rasa gatal dalam vaginanya
serasa makin tak tertahankan. Mila berusaha mengacuhkan itu, dia
berjanji pada dirinya bahwa di pesta nanti dia akan menjauh dari Bimo.
Saat akhirnya kereta tersebut berhenti, Aldi langsung mendekati
tunangan barunya dan menanyakan apakah semuanya baik-baik saja. Mila
meyakinkannya bahwa semuanya baik saja. Aldi melirik ke arah dada Mila.
Putingnya begitu mencuat keras hingga hampir terlihat samar dari balik
blousenya. Rasa marah menggelegak dalam diri Aldi begitu dia menyadari
apa yang sudah diperbuat Bimo. Dia merasa dilecehkan, meskipun, dia juga
merasakan selangkangannya jadi sesak membayangkan apa yang dilakukan
Bimo terhadap tunangannya.
Disepanjang pesta tersebut, Aldi terus merasakan birahinya membara
dan langsung saja dia seret Mila ke dalam kamar begitu mereka tiba di
rumah. Tapi karena terlalu tinggi birahinya, hingga hanya dalam beberapa
sodokan saja dia sudah lansung ejakulasi.
Aldi gulingkan tubuhnya dari atas Mila dan langsung terlelap.
Percintaan mereka semakin memburuk dibandingkan biasanya, semakin
membuat birahi Mila tak terpuaskan. Dengan jemari yang gemetar,
tangannya bergerak ke bawah tubuhnya dan mulai mencari pelepasan
sendiri. Dia butuh pelepasan, meskipun tahu itu tidaklah cukup.
*****
Mila melihat sekelilingnya dengan grogi dan dengan cepat melangkah
masuk ke dalam toko tersebut. Dia tak mau terlihat oleh seseorang yang
mengenalnya. Dengan malu-malu dia amati barang yang terpajang, hingga
akhirnya dia temukan apa yang dicarinya. Dia melangkah ke bagian
belakang sex store tersebut dan mengamati semua ragam dildo yang dijual.
Harus dia temukan solusi untuk masalahnya. Dia ingin untuk tetap
setia pada Aldi. Dia mulai membenci Bimo yang telah bersikap begitu
memuakkan dan memperlakukannya seakan hanyalah sex toynya belaka.
Mungkin dia memang pantas mendapatkannya, tapi dia mantapkan hati untuk
tak akan menemui Bimo lagi.
Namun tubuhnya tak bisa memungkiri. Aldi memang bisa memberinya
segalanya selain kebutuhan seksualnya. Bukan hanya masalah ukuran
belaka. Aldi bukanlah seorang pecinta yang pintar dan Mila sudah merasa
pasrah dengan apa yang bisa Aldi berikan.
Mila membutuhkan kepuasan, terpuaskan oleh batang yang besar dengan
keras dan kasar. Dia putuskan untuk membeli sebuah dildo. Dia belum
pernah punya sebelumnya, tapi dalam kondisi seperti ini, dia sudah
terbuka dengan segalanya.
Dengan cepat Mila temukan yang dia mau. Keduanya berukuran besar
serta panjang. Yang satu berwarna putih dan satunya lagi berwarna hitam.
Belum pernah dia tidur dengan pria kulit hitam, tapi dia sudah dengar
dengan semua gosip tentang itu.
“Aku rekomendasikan yang hitam,” ucap sebuah suara dari belakangnya.
Mila sangat terkejut dan hampir saja dia terlonjak. “Maaf, aku nggak
bermaksud mengejutkanmu.” Mila menoleh dan melihat seorang pria paruh
baya. Pria ini adalah penjaga toko yang Mila lihat saat dia masuk ke
dalam toko ini tadi. Tubuhnya gemuk dan rambutnya dihiasi sedikit uban
serta wajahnya terlihat rusak oleh bekas jerawat.
“Wanita berkulit putih, apalagi bertubuh kecil sepertimu, banyak yang suka itu. Itu fantasi yang populer. Interacial?”
Mila tak bisa percayai kelancangan pria ini. Ingin dia segera terbang keluar dari toko tersebut…
“Dan pria hitam biasanya memang banyak yang punya ukuran sebesar
itu,” lanjut sang pria, menjunjuk ke arah dildo hitam yang berukuran
besar. “Tentu saja, punyaku nggak terlalu jauh juga.”
Oh my god, apa pria tua menjijikkan ini sedang berusaha merayuku?
Sebelum Mila menjawab, si pria kembali berkata, “Kamu tahu, kami baru
saja dikirimi sebuah film baru. Mutunya bagus. Aku bisa memutarnya,
kalau kamu ingin lihat.”
“Oh, nggak, nggak usah. Aku harus pergi. Aku Cuma beli ini saja.”
Mila mengambil dompetnya, tapi segera saja dia tersadar dalam
kegugupannya tadi, dompetnya tertinggal di dalam mobil. “Oh, sial,
dompetku ketinggalan.”
“Nggak masalah,” dengan cepat si pria menjawab, sebuah seringai
terkembang di wajahnya. Tangannya terjulur dan memegangi bahu Mila. “Itu
bisa di atur.” Mila tercekat mendapati pria tersebut begitu berani
menyentuhnya. Apa dia coba menawarku? Sikap diam Mila diartikan si pria
sebagai persetujuan untuk menyentuhnya. Tangannya bergerak menelusuri
punggung Mila hingga pada pantatnya. Dia meremasnya.
Mila bergerak menjauh. “Jangan menyentuhku.”
“Kamu boleh ambil dildonya,” lanjut si pria. “Cuma angkat rokmu biar aku bisa lihat apa m*m*kmu botak nggak.”
“Gila kamu, aku keluar.”
Mila berbalik untuk pergi tapi si pria mencengkeram tangannya. Dia tunjuk dada Mila. “Ayolah, aku tahu kamu mau.”
Mila terhenyak saat dia menunduk. Putingnya sudah mengeras dan
mencuat ke depan dari balik bra dan blousenya. Tiba-tiba dia tersadar
kalau dia telah terangsang. Oh my god, pria menjijikkan ini membuatku
terangsang. Sekali lagi, si pria menganggap sikap diam Mila sebagi tanda
setuju untuk disentuh. Dia bergerak mendekat dan menekan selangkannya
ke paha Mila. Si pria sudah ereksi. “Kamu yang menyebabkan ini.” Si pria
semakin menekan keras. “Sudah kubilang k*nt*lku besar. Kamu suka yang
besar, kan?” Si pria gendut meremas pantat Mila. “Wah, pantatmu sangat
kencang.” Tangan si pria yang satunya lagi menangkup buah dada Mila.
Cuma meremasnya dari luar pakaian Mila tidaklah cukup bagi si pria, lalu
dengan lihai dia lepas kancing blous Mila dan melepas kaitan branya dan
langsung meremasi buah dada Mila yang telanjang.
Tangan si pria yang menyentuh dada telanjangnya menyentakkan Mila
dari alam bawah sadarnya dan langsung dia dorong si pria menjauh. Dia
lari keluar dari toko tersebut. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan
melaju secepat yang dia bisa. Setelah beberapa mil barulah bisa dia
atur nafasnya yang memburu. Dia betulkan kembali pengait branya dan
mengancingkan kembali blousnya, kemudian dia pandangi dirinya di kaca
spion depan. Aku sudah berubah jadi apa? Apakan di dahiku ada tulisan
‘aku horny’?
Vaginanya berdenyut dan putingnya masih tetap keras. Meskipun merasa
malu, dia menyadari bahwa si pria tua gendut tadi telah membuatnya
terangsang. Oh god, aku sungguh ingin dipuaskan. Dia lihat
sekelilingnya. Tak ada seorangpun. Dia buka kancing jeansnya dan
tangannya menyusup masuk ke dalam. Dia pejamkan mata dan berhayal si
pria gendut yang jelek tadi menyetubuhinya dengan penis besarnya.
*****
“Selamat malam, nyonya,” sambut si penjaga pintu saat membukakan
pintu. Dapat Mila rasakan dia mencuri lihat ke dalam gaunnya saat dia
berjalan masuk ke dalam resto. Dia kenakan sebuah gaun seksi untuk Aldi
karena mereka tengah merayakan ulang tahun Aldi. Sebuah gaun yang pendek
dan sangat pas dengan lekuk tubuhnya, serta bagian depan yang
berpotongan rendah, mengekspos bukit buah dadanya yang kecil namun
kencang.
Suasananya sangat ramai di dalam, tapi lautan manusia tersebut seakan
membelah saat dia datang. Mila merasa semua mata pria tertuju padanya.
Dia merasa merona jengah.Perhatian dari lawan jenis selalu bisa
membangkitkan gairahnya, tapi denyutan gatal di selangkangannya tidaklah
dia harapkan. Dia tak lagi bertemu Bimo semenjak pesta lalu dan
terlebih lagi, belum merasakan batang penis berukuran besar lagi
semenjak sebelum dia tunangan. Dia telah berhasil untuk setia, tapi juga
jadi frustrasi secara seksual. Apalagi sejak kejadian di sex store, hal
terakhir yang dia mau adalah stimulasi seksual lebih banyak lagi yang
menambah rasa frustrasinya.
Mila bertanya pada pelayan apakah Aldi sudah datang, tapi ternyata belum. Si pelayan menyaranan untuk menunggu saja di bar.
Bar tersebut begitu ramai dan penuh asap rokok, tapi beberapa pria
menawarkan tempat duduk pada Mila. Dengan santun Mila menolaknya dan
memilih untuk berdiri diantara keramaian. Biarpun begitu banyak orang
yang mengantri minuman, sang bartender tiba-tiba saja muncul dan
menanyakan minuman yang dia pesan. Sang bartender mencoba untuk
mengobrol dengan Mila, tapi Mila menepisnya dengan tersenyum. Mila baru
mengambil uang dari dalam dompetnya, tapi seorang pria menahan tangannya
dan menyodorkan selembar uang pada sang bartender. Dengan ekspresi
kecewa, sang bartender mengambil uang tersebut.
Mila menoleh ke belakang dan merasa kecewa saat dia melihat ternyata itu bukanlah Aldi.
“Please, biarkan aku membelikanmu minuman,” ucap si pria dengan logat asing. “Namaku Jacques.”
“Terima kasih, Jacques, tapi nggak usah.”
“Please, aku memaksa.”
“Well… baiklah,” akhirnya Mila menyerah. Suasana bar yang begitu
ramainya hingga membuat keduanya nyaris saling bersentuhan. Dengan rok
pendeknya, Mila semakin merasakan kehadiran sosok si pria. Jacques
memiliki bahu yang lebar dan ketampanan yang sangat khas lelaki, dengan
sepasang mata yang memiliki sorot tajam dan misterius. Postur tubuhnya
tinggi besar dan tubuhnya yang tinggi besar terlihat kekar di balik
pakaian mahal yang dia pakai. Mata tajamnya menatapnya dengan siratan
hasrat yang begitu gamblang dan denyutan di selangkangan Mila jadi
semakin intens. Dimana gerangan Aldi?
“Apa kamu sendiri?”
“Saat ini,” dengan ragu Mila menjawab saat dia teguk minumannya. “Aku menunggu tunanganku.”
Jacques memegang tangan Mila dengan mantap. “Ah, cincin tunangan yang
indah. Bisa kulihat tunanganmu sangat mencintaimu. Tapi sampai dia
datang, boleh kan aku menemanimu?”
Mila terpukau oleh karisma Jacques. Khas gentlement pria Perancis
dengan logatnya yang eksotis. Mila mengangguk mengiyakan dan dia teguk
minumannya kembali. Jacques tidak melepaskan genggamannya. Bahkan di
elus tangan Mila. Dengan tersipu, Mila menarik tangannya.
“Kamu belum sebutkan siapa namamu.”
“Mila.”
“Mila. Panggilan dari Kamila, benar kan? Sebuah nama yang mempunyai
arti sempurna, sesempurna orangnya. Sungguh sebuah kehormatan berkenalan
dengan wanita secantikmu, Mila.”
Kembali Mila tersipu. Dia terkesima dengan sopan santun Jacques dan dia suka mendengar aksennya. “So, apa pekerjaanmu Jacques?”
“Aku baru tiba hari ini. Aku seorang buyer Neiman Marcus. Aku
keliling dunia untuk memesan busana wanita yang berkualitas bagus untuk
dijual di toko.”
“Wow,” jawab Mila, benar-benar terkesan. “Aku nggak pernah bayangkan
ternyata yang di bagian pembelian busana wanita di Neiman Marcus itu
seorang pria.”
“Aku merasa punya mata yang bagus untuk sebuah kualitas. Contohnya,
gaun yang kamu pakai ini sangat indah dan punya kualitas yang tinggi.”
Saat mengucapkannya, jemari Jacques menyusuri spaghetti strap di bahu
telanjang Mila. Sentuhan Jacques membuat Mila merinding.
“Permisi,” Mila mendengar, saat seorang pria mencoba mencari jalan
untuk mendekat ke bar. Seakan sedang berdansa, dengan lembut lengan
Jacques melingkari tubuh Mila dan menariknya ke dalam pelukannya untuk
memberi ruang bagi si pria. Tubuh mereka berhimpitan rapat dan tangan
Jacques berada di punggung Mila. Detik berikutnya, dia mengelus punggung
Mila dengan lembut. Mata mereka saling bertemu dan Mila tersadar jemari
Jacques yang menari dengan mudahnya memberitahunya bahwa dia tidak
memakai bra.
Seorang pria lagi mendesak menuju bar dan Mila mendapati dirinya
bergerak lebih dekat lagi pada Jacques hingga mereka hampir berpelukan.
Tangannya di dada Jacques dan saat dia mendongak, bibir mereka hampir
bersentuhan. “Bar ini sangat ramah ya? Menarik orang-orang berkumpul
semua di sini,” kelakar Jacques.
Mereka tertawa berbarengan, mencairkan ketegangan saat itu. Sulit
jadinya mengobrol jika sedekat itu, jadi Mila hanya diam saja serapat
itu dengan tubuh Jacques yang tiada henti mengelus punggungnya. Dia
anggap elusan Jacques itu masih wajar saja dan dia tak mau bikin
keributan karena kelihatannya Jacques seorang pria yang baik. Dia
melirik sekelilingnya dan dia lihat banyak mata pria yang sedang
memandang ke padanya. Mungkin mereka tengah membatin betapa gampang
dirinya terlihat. Pikiran tersebut membuatnya merinding oleh letupan
gairah.
Bar itu semakin bertambah ramai dan tiba-tiba Mila merasakan sebuah
tangan di belakangnya dan dia tersadar ada seorang pria yang tengah
menggerayanginya. Berada di antara himpitan Jacques dan pria di
belakangnya membuat Mila tak dapat bergerak menjauh. Pria di belakangnya
meremas pantatnya. Mila tak mampu berbuat apapun karena dia tak ingin
membuat kegaduhan. Tangan pria itu bergerak ke bawah dan Mila merasakan
tangan itu mulai bergerak di balik roknya. Dia mendorong ke arah
Jacques, coba untuk melepaskan diri dan dia dapat merasakan sebuah benda
keras dan besar menekan perutnya. Dia sadar dalam usahanya melepaskan
diri dari pria mesum di belakangnya, dia jadi bergesekan dengan penis
Jacques, tapi dia tak punya pilihan lain. Mila sama sekali tak punya
pilihan lebih bagus lainnya. Maka begitulah keadaannya, Jacques mengelus
punggungnya, seorang pria lainnya merabai pantatnya dan mencoba masuk
ke dalam roknya dan dia jadi menggesek ereksi Jacques.
Dan birahi Mila benar-benar bergejolak karena itu semua. Dia merasa
begitu nakal. Pria di belakangnya harus menghentikan ‘kerajinan
tangannya’ untuk mengambil minuman yang dipesannya, tapi ketika dia
berbalik untuk meninggalkan bar itu, mengakibatkan Mila semakin
terdorong rapat ke dalam pelukan Jacques dan dia merasakan tangan
Jacques bergeser ke sisi tubuhnya, hampir menyentuh buah dadanya. Mila
tak bisa bergerak karena ada seorang pria lain lagi yang tiba-tiba
mendekat ke bar. Dia harus menahan nafas saat Jemari Jacques bergerak
menyentuh tepian buah dadanya. Detik berikutnya Jacques mulai mengelusi
tepian buah dadanya. Gaun yang dia pakai begitu ketat dan tipis hingga
sentuhan itu sekan langsung menyentuh permukaan kulitnya saja. Saat
melakukan itu, tatapan mata Jacques tak sedetikpun lepas dari mata Mila,
menantangnya untuk menolak. Untuk suatu sebab, saat itu, terkungkung
oleh karisma pesona Jacque yang begitu intens, Mila tak mampu
memprotesnya.
Akhirnya kerumunan orangpun mulai berkurang dan Mila bergerak menjauh
dari pelukan Jacques. Jantung Mila berdegup kencang. Putingnya terasa
keras hingga terlihat jelas mencuat dari balik gaun tipisnya. Dia teguk
sisa minumannya dan dengan cepat Jacques memesankannya segelas lagi.
Milapun meneguknya kembali dengan cepat dan kemudian dia minta diri. Dia
menuju ke kamar kecil dan dia juga tergoda untuk melangkah ke pintu
keluar.
*****
Di dalam kamar kecil, dia bersandar ke dinding dan menarik nafas
panjang. Apa yang kulakukan? Apa aku begitu gampangan? Aku sudah
tunangan. Ayolah, kuatkan hatimu! Tapi, dia sudah sangat terangsang.
Putingnya terasa sangat sensitif dan selangkangannya sudah basah kuyup.
Dia sudah memutuskan tak akan lari menghindar, dia tak mungkin lari
setiap kali ada pria yang coba mengodanya. Dia hanya perlu kendalikan
dirinya dan mengatasi situasi tersebut. Lagipula, Aldi akan tiba
sebentar lagi. Dia rapikan gaunnya, dengan tangan yang masih sedikit
gemetaran, dia ambil lipstiknya.
Jacques masih menunggu di tempatnya berada tadi dan bahkan dia sudah
menyediakan sebuah kursi untuknya. Di atas meja bar, sudah menanti
segelas minuman baru untuknya.
Mila berkata kalau dia ingin berdiri saja, tapi Jacques mendesaknya.
Akhirnya Mila menerima karena sepatunya sudah terasa agak menyakitkan,
tapi dia khawatir bagaimana nanti posisi duduknya di atas bar stool
tinggi itu. Dia turunkan ujung gaunnya, tapi kembali tersingkap setiap
kali dia silangkan kaki. Jacque dengan terang-terangan menatap hal itu.
Kemudian Jacques perhatikan pangkal stocking yang dipakai Mila, yang
mengintip dari balik ujung roknya yang tersingkap. Jacque membungkuk ke
depan dan dia letakkan tangannya di paha Mila saat mereka berbincang.
Di tengah obrolan mereka, Jacques gerakkan tangannya naik sedikit
demi sedikit hingga berhenti di ujung rok Mila. Jemarinya mulai bergerak
pelan di pangkal stocking itu. Mila menatap tangan Jacques di atas
pahanya, lalu kembali menatap Jacques. Dia tak tahu kenapa dia tak
menghentikannya. “Apa kamu bertugas untuk memesan lingerie juga?”
akhirnya dia bertanya, sedikit ekspresi marah di wajahnya.
Jacques tersenyum. “Aku ahli di semua busana berkualitas bagus,
termasuk lingerie. Aku akan senang melihat apa lagi yang kamu pakai
sekarang.”
Mila kaget dengan kegamblangannya. Jacques mengingatkannya pada Bimo.
Keduanya sangat berani dan blak-blakan. Mereka berbeda juga. Bimo
sifatnya kasar dan arogan, Jacques lembut dan ramah. Tapi ujungnya,
mereka serupa. Mereka mengambil apa yang mereka mau. Mereka tak meminta.
Mereka mengambilnya begitu saja.
Mila membayangkan bagaimana rasanya tidur dengan Jacques. Apakah
sikap halusnya itu akan membuatnya berbeda dengan Bimo? Dia membayangkan
bagaimana jika, mendengar Jacques menyebutnya binal dan jalang dengan
aksen Perancisnya yang romantis. Bayangan tabu tersebut membuatnya
merinding.
“Kamu kedinginan?” tanya Jacques, tangannya menyentuh bahu Mila.
“Tidak,” jawab Mila cepat, dia merasa malu. “Cuma memikirkan sesuatu saja.”
“Baguslah,” jawab Jacques sembari mengelus bahu telanjang Mila.
“Kalau kamu kedinginan, aku akan merasa terhormat menawarkan jasku, tapi
akan membuatku kecewa kalau kamu menutupi bahumu yang indah.”
Mila tersipu. “Ingat, aku sudah bilang dan tunanganku aku tiba
sebentar lagi.” Untuk menguatkan ucapannya, dia angkat tangan kirinya,
menunjukkan cincin tunagannya pada Jacques.
Jacques mendekat pada Mila, pura-pura mengamati cincin tersebut. Mila merasakan ereksi Jacques menekan ke pahanya.
Puluhan kupu-kupu serasa terbang menggelitik dalam perutnya. Dia
semakin kuyup. Dia berusaha meraih gelas minumannya dan langsung dia
teguk lagi, hanya itu yang mampu dia lakukan untuk untuk menenangkan
diri, menutupi gemetar tubuhnya. “Kamu benar-benar percaya diri, ya?”
“Aku cuma mengamati cincinmu.” Jacques kembali memegangi tangan Mila,
berlagak lugu. “Seperti yang kubilang, ini sangat indah.” Kemudian
dengan lembut namun mantap, dia bimbing tangan Mila ke pahanya sendiri
dan kemudian Jacques menata posisi duduknya hingga ereksi penisnya
bersentuhan dengan tangan Mila. “Ukurannya besar,” ucapnya dengan
tersenyum.
Mila tersipu saat tangannya menyentuh selangkangan Jacques. Terasa
besar dan begitu keras. Jantungnya berdegup liar dan nafasnya terasa
berat. “Kamu nakal,” ucapnya, memalingkan muka untuk menghindari tatapan
tajan mata Jacques.
Jacques mengangkat kedua tangannya berlagak menyerah. “My dear Mila,
ucapanmu membuatku sedih. Biarkan aku meluruskan, aku sedang
membicarakan tentang berlianmu.”
Mila tertawa, dengan cepat dia tarik tangannya dari selangkangan
Jacques. Tubuhnya sedikit rileks. Jacques mengambil kesempatan itu dan
kembali meletakkan tangannya di lutut Mila, dengan sigap bergerak ke
dalam roknya. Nafas Mila tercekat saat dia merasakan tangan Jacques
bergerak semakin naik. Dia menggigil saat jemari Jacques menyentuh
permukaan kulitnya di atas stocking. Jemarinya sangat dekat pada
vaginanya dan tak dia sangsikan, Jacques bisa merasakan kehangatan yang
basah memancar dari pangkal pahanya. Puting buah dadanya semakin mencuat
jelas dari balik gaunnya. Dia tak punya daya untuk menepiskan tangan
Jacques.
Oh my God, apa yang kulakukan? Batin Mila, merasakan jemari Jacques
semakin bergerak naik di balik roknya. Dia rapatkan kedua pahanya untuk
hentikan perbuatannya. Jacques tersenyum dan membungkuk ke depan,
berbisik di telinga Mila, “Ikutlah denganku, kantorku di dekat sini.”
Undangannya yang terus terang ditambah nafas hangatnya yang menghembus
telinganya mengirimkan rasa dingin hingga ke sumsum tulang Mila.
Tolak ajakannya, dia perintahkan pada dirinya sendiri. Tampar mukanya
dan jawab tidak. Tapi sebaliknya, dia dapati dirinya menjawab dengan
lemah, “Tunanganku akan datang sebentar lagi.”
Seakan diberi isyarat, handphonenya berdering. Akhirnya Aldi
menelpon. Handphonenya ada di dalam dompetnya dan dompetnya ada di
bawah. Dia membungkuk untuk mengambilnya dan saat melakukan itu dia
harus meluruskan kakinya. Mila hampir saja menjerit saat tangan Jacques
bergerak semakin naik dalam roknya. Posisi mereka sangat berdekatan di
tengah keramaian bar tersebut hingga mustahil ada seseorang yang
menyaksikan apa yang sedang dilakukan Jacques. Mila langsung membuka
handphonenya dan berkata, “Hi, Aldi?” Jemari Jacques berhasil menyentuh
vagina telanjangnya. Dia tak memakai celana dalam sebab gaunnya tersebut
sangat ketat dan karena sekarang adalah ulang tahun Aldi dan Mila tahu
betul kalau Aldi akan sangat terangsang jika tahu dia tak memakai celana
dalam.
Dia lihat Jacques tersenyum. Dia rasakan jemari Jacques menjelajahi
sepanjang bibir vagina tak berambutnya. Dia coba merapatkan kedua
pahanya, tapi Jacques tak bergeming. Dia tak mau membuat Aldi curiga di
seberang telpon, jadi dia biarkan saja seorang pria lain memainkan
jemarinya di selangkangannya saat dia sedang bicara dengan tunangannya
di telpon.
“Aku di bar,” ucapnya, saat dia rasakan jemari Jacques meluncur di antara bibir vaginanya.
“Maksudku, uhhh” … Mila gigit bibirnya untuk meredam suara desahannya
saat Jacques mendorongkan satu jarinya masuk … “Maksudku, aku ada di
bar di dalam resto.”
“Nggak, aku baik-baik saja, aku ahhh god” … Mila mengerang tak
tertahankan ketika Jacques menemukan kelentitnya … “Kamu di, uhhh, kamu”
…Mila cengkeram lengan Jacques, coba menghentikannya… “Kamu di mana?”
Jacques tersenyum nakal melihat kondisi dan ketidak nyamanan Mila.
Dia tusukkan jari lainnya ke dalam dan kemudian dia mulai mengocok
sembari ibu jarinya menggelitik kelentit Mila. “Ahhh… maksudku… uhhh…
itu” …Mila kesulitan berkata saat Jacques terus mengocoknya… “Itu sayang
sekali.”
“Apa… ahhh… apa?” tanya Mila, sulit rasanya konsentrasi di bawah
serangan. Dia pejamkan matanya raat, mencoba mengacuhkan apa yang
dilakukan Jacques terhadapanya, tapi tak berhasil. “Hotel… ahhh… apa?
Hotel XXX?” ucapnya di sela sengal nafasnya. “Kamar… uhhh… 403?”
Dia dorong lengan Jacques sekuatnya tapi tetap saja dia tak mau
berhenti. God, dia akan membuatku orgasme! Mila sadar kalau dia harus
segera tutup handphonenya. “Ok, aku akan ke sana, bye,” semburnya dan
langsung dia tutup handphonenya. Tak mungkin dia biarkan seorang pria
asing membuatnya orgasme di tengah bar yang ramai. Dia rapatkan pahanya
semampunya dan kembali dia dorong Jacques. “Please stop,” rengeknya.
“Please.”
Jacques mengalah dan dia tarik tangannya. Dia usap jari basahnya
dengan selembar serbet. Dada Mila berdebar keras. Dia butuh beberapa
menit untuk mengatur nafasnya.
“Itu sangat jahat,” akhirnya dia bisa berucap.
Jacques tersenyum, tapi tak menjawabnya. Sebaliknya, dia bertanya, “Aku artikan tunaganmu tak bisa datang kemari?”
Mila gelengkan kepala. “Sesuatu terjadi di kantor. Dia harus terbang ke luar kota.”
Senyuman Jacques semakin melebar. “Jadi, dia tak akan pulang sampai besok.”
Mila tak menjawab. Jantungnya berdegup kencang di dalam dadanya.
Jacques hampir membuatnya orgasme. Dia tadi sudah begitu dekat saat dia
paksa Jacques berhenti. Tubuhnya tebakar hebat oleh birahi.
“Apa maksud tunanganmu, soal hotel XXX?”
Mila merasa berat melanjutkan obrolan tersebut. “Hari ini ulang tahunnya,” akhirnya dia bisa berkata.
Wajah Jacques berbinar mengerti. “Ah. I see. Dan tunaganmu sudah
booking kamar di hotel XXX, lalu setelah dinner, kamu bisa membantunya
merayakan ulang tahunnya? Kamar 403?”
Mila mengangguk, menghindari tatapan Jacques. Dia tahu ke mana
arahnya ini dan dia takut dengan apa yang mungkin dia lakukan. “lari!”
dia perintahkan dirinya. “Kamu nggak boleh lakukan ini! Ini ulang tahun
Aldi, kamu nggak boleh lakukan!”
“Dan dia mengabarkan ini padamu, untuk apa? Untuk membatalkan bookingannya?”
Mila ragu, tapi akhirnya dia gelengkan kepalanya. “Sudah terlambat
dibatalkan. Dia memintaku untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan di
kamar itu.”
Jacques menyeringai. Tangannya kembali memegang lutut Mila. “Sangat sayang kalau menyia-nyiakan bookingan kamar di hotel XXX.”
Mila tutupi tangan Jacques dengan tangannya, coba hentikan serangan
Jacques. “Please,” dia memohon dengan sisakekuatannya. Dia tak punya
daya untuk mencegah ini terjadi, tapi mungkin saja Jacques akan
melakukan hal yang benar. “Aku sudah tunangan. Kami akan menikah bulan
depan.”
“Mila, aku tak pernah punya maksud memaksamu, ataupun melakukan
sesuatu yang tak kamu mau,” ucapnya dengan lembut, menenangkan. Dia
tawarkan tangannya. “Aku hanya menawarkan untuk menemanimu ke kamar
hotel itu. Aku akan benci kalau kamu ditemani pria lain manapun di bar
ini, siapapun saja yang sudah menatapmu dengan lapar.”
Mila tak mampu bergerak. Tentu saja dia tak percaya Jacques, tapi dia
sungguh bingung. Tubuhnya terbakar hebat. Dia sungguh membutuhkannya.
Beberapa saat berlalu. Akhirnya Mila dapati dirinya turun dari atas bar
stool. Tapi ini serasa di luar kesadarannya. Rasanya bukan dirinya yang
turun dari bar stool, itu orang lain, seseorang lain yang mirip dirinya.
Bagaikan roh yang melayang di antara kerumunan orang, dia lihat dirinya
memegangi lengan Jacques. Dia saksikan dirinya dibimbing keluar oleh
Jacques dari bar tersebut, dengan canggung menoleh ke sekitarnya dan
berharap tak dia lihat seseorang yang dia kenal.
Tapi luput dari pandangannya di ruangan tersebut, tak pernah dia
lihat tunangannya, Aldi bersembunyi di tengah kerumunan orang,
menyaksikan semua gerakannya.
*****
Jacques menutup pintu kamar 403 dan langsung merengkuh Mila ke dalam
pelukannya. Mila merasa bersalah memikirkan tunangannya Aldi. Ini adalah
hari ulang tahunnya, tapi bukannya merayakan bersamanya, dia malah akan
menyerahkan dirinya pada pria lain. Tapi semua pikiran tersebut segera
musnah kala Jacques melumat bibirnya, dengan penuh gairah menjelajah
mulutnya dengan lidahnya.
Mila sudah memututuskan untuk tidur dengan Jacques ketika dia
meninggalkan bar bersamanya. Meskipun sebelum pergi ke bar, gejolak
birahi Mila sudah memuncak karena rasa frustrasi seksualnya, Jacques
yang mencumbunya dengan jemari hingga hampir membuatnya orgasme di bar
tadi, semakin menyirami kobaran apinya dengan bensin saja. Perasaan
bersalahnya akan dia pikir lagi nanti. Sekarang, dia butuh Jacques untuk
memadamkan kobaran api dalam tubuhnya.
Jacques menggapai ke belakang tubuh Mila untuk menurunkan resleiting
gaunnya. Mila hampir melompat mundur secara refleks saat Jacques
menurunkan spaghetti straps dari bahunya, tapi kemudian dia membiarkan
gaunnya jatuh begitu saja ke atas lantai. Dia merasa jengah saat Jacques
melangkah mundur dan dengan ekspresi lapar memandangi lekuk tubuhnya.
“My god Mila, you’re perfect,” ucapnya kagum. Lalu kembali Jacques
memeluknya, sepasang bibir menempel rapat, tangan Jacques menangkup buah
dadanya yang kecil namun kencang sempurna. Mila merasakan gundukan
besar di celana Jacques menekan keras perutnya.
Jacques mendorong Mila ke atas ranjang dengan lembut. Dengan cepat dia
lucuti pakaiannya sendiri, sebuah senyum penuh keyakinan diri terkembang
di wajahnya. Dia miliki tubuh yang tegap dan kekar. Jantung Mila
semakin berdetak kencang saat Jacques mulai menurunkan celana dalamnya.
Celana dalam itu sudah terlihat menggembung besar, tapi tetap saja
membuat Mila jadi menahan nafasnya saat Jacques mulai menurunkan celana
dalamnya hingga paha. Mila nyaris terpekik saat dia melihat batang
penisnya. Batang penis tergemuk yang pernah dia lihat. Mungkin tak
sepanjang milik Bimo, tapi tetap lumayan panjang dan begitu besar. Dan
Jacques tidak disunat, sesuatu yang belum pernah dia rasakan. Mila
merinding penuh gairah menyaksikannya dan kemudian dia jadi tersipu saat
tahu Jacques memperhatikannya dengan tersenyum.
Jacques menyusul Mila ke atas ranjang dan tehnik yang dia miliki
sungguh mengagumkan. Dia habiskan seluruh waktunya menjelajahi seluruh
area rangsangan yang ada di sekujur tubuh Mila. Bibir Jacques begitu
lembut dan dia begitu ahli dalam berciuman. Jacques membuatnya jadi liar
saat lidahnya mencumbu telinga dan celah pantatnya. Tubuhnya telah
terbakar hebat kala akhirnya Jacques bermuara di vaginanya. Mila selalu
menjaga bibir vagina hingga lubang anusnya bersih tak berambut, hanya
menyisakan rambut tipis yang tercukur rapi di atas vaginanya. Jacques
menjilati kulit lembut tanpa rambut yang super sensitif di antara lubang
anus dan vagina Mila, yang membuat jiwa Mila seakan keluar dari
raganya.
Saat akhirnya lidah Jacques menyentuh bibir vaginanya, Mila merasa
dia akan pingsan saja. Jacques menjilatinya naik dan turun,
berulang-ulang, setiap kali lidahnya hanya sedikit menggoda kelentit
Mila. Jacques menggodanya begitu yang terasa tanpa ujung. Hingga Mila
melepaskan jerit erangan birahi penuh kepuasan saat akhirnya Jacques
bergerak naik menindih tubuhnya.
Batang penisnya yang begitu gemuk, walaupun Mila telah begitu
basahnya melebihi yang pernah dia alami, tetap saja membutuhkan beberapa
menit nan panjang bagi Jacques untuk bisa membenamkan batang penisnya
seutuhnya. Tapi selanjutnya, Jacques berubah layaknya binatang liar. Dia
sodokkan batang besarnya, membuat tubuh mungil Mila seakan tenggelam ke
dalam ranjang. Orgasme pertama Mila datang dengan cepatnya dan itu
terasa tanpa jeda. Dalam beberapa menit lamanya, ombak kenikmatan
orgasme menyapu sekujur tubuhnya.
Jacques mempunyai stamina yang menakjubkan. Namun pada akhirnya, Mila
dapat merasakan Jacques sudah berada di ambang batasnya juga. Tubuh
kekarnya berubah mengejang dan batang penisnya terasa semakin bertambah
besar dan keras saja. Dengan sisa kendali dirinya yang tersisa, Mila
berkata, “Jacques… ini bukan waktu yang aman buatku… keluarkan di luar,
okay?”
Jacques sudah terlalu jauh tersesat dalam kungkungan birahi untuk
meresponnya. Dia terus mengocok dengan keras dan cepat, semakin
bertambah dekat di ambang batas pelepasannya dan menyemburkan sperma
sehatnya di rahim subur Mila.
Mila tak bisa membiarkannya. Sekarang adalah periode paling suburnya.
“Keluarkan di mulutku, Jacques,” desaknya. “Aku ingin merasakanmu. Aku
ingin menelan semua milikmu.”
Jacques tetap tak menjawab. Dia terlihat seperti kerasukan, kedua
matanya terpejam begitu rapat. Mila merasakan tubuh Jacques mengejang,
dia sadar kalau Jacques akan keluar sebentar lagi. “Keluarkan di
wajahku, Jacques!” desaknya panik, berusaha sebisanya agar Jacques
mencabutnya. “I want you to fuck my face, keluarkan di wajahku, aku
ingin, please, cabut dan keluarkan di wajah dan rambutku, please!”
Tapi itu tak berhasil. Dengan geraman keras, tubuh kekar Jacques
mengejang dan dia mulai ejakulasi. “TIDAK JACQUES JANGAN!” Mila
berteriak saat dia rasakan semburan pertama dari sperma Jacques
menembaknya. “JANGAN JACQUES CABUT! CABUT!” dia teriak dengan panik.
Teriakan Mila memecahkan kerasukan birahi Jacques. Dia terlihat kaget
dan tersadar, dia cabut keluar, tapi semua sudah terlambat.
“Oh tidak, oh tidak,” ratap Mila, menyadari Jacques telah terlanjur
menumpahkan sperma yang subur dalam rahimnya sebelum dia mencabutnya.
Seakan menguatkan hal itu, sperma Jacque meleleh keluar dari pangkal
pahanya saat Mila bergegas menuju kamar mandi. Dengan cepat dia langsung
mandi dan berusaha sebisanya untuk membersihkan sperma Jacques dari
dalam vaginanya. Tapi tetap saja dia tak bisa membersihkan semuanya,
Jacques menyemburkan spermanya begitu banyaknya.
*****
Keesokan sorenya, Mila menunggu Aldi pulang dari perjalanan bisnisnya
dengan cemas. Dia kenakan bustier hadiah Valentine (yang telah dia
bersihkan setelah kejadian dengan Bimo waktu lalu), stockings dan
stiletto heels. Setelah apa yang terjadi dengan Jacques malam
sebelumnya, dia butuh agar tunangannya bercinta dengannya serta
membuatnya keluar di dalam.
Mila langsung menyeret Aldi ke kamar begitu dia pulang. “Ada acara
apa nih?” tanya Aldi saat dia elus bahan sutera dari bustiernya, dia
remas buah dada tunangannya yang mempesona.
“Aku sangat merindukanmu,” bisik Mila di telinganya saat dia bimbing Aldi memasuki tubuhnya.
“Kondomnya gimana?” tanya Aldi.
“Nggak usah pedulikan itu,” Mila meyakinkannya.
“Tapi sekarang masa suburmu.”
“Nggak apa-apa, kita akan segera menikah sebentar lagi.”
Aldi sudah sangat ereksi, tapi Mila khawatir dia akan langsung
melemas seperti yang terjadi belakangan ini. Dia gesekkan pahanya di
paha Aldi, dia tahu kalau tunangannya suka sensasi dari bahan sutera
dari stockingnya. Lalu dia tekan ujung stiletto heels yang dia pakai
pada bagian belakang paha Aldi hingga membekas, karena dia tahu betul
kalau tunangannya ini suka hal itu. Saat Aldi mulai hampir ejakulasi,
dia kaitkan kedua lengan dan pahanya melingkari tubuh Aldi, memastikan
Aldi akan berejakulasi di dalam tubuhnya.
Aldi mencabut penisnya lalu pergi ke kamar mandi. Setelah pintunya
ditutup, Mila menggapai ke bawah dan meraba bibir vaginanya. Seperti
yang dia takutkan, Aldi tak begitu banyak keluarkan sperma, seperti
biasanya.
*****
Dua minggu kemudian, Mila pulang dari toko obat. Dengan gugup
menjinjing sebuah tas kecil dari kertas, dia menuju kamar mandi. Dengan
penuh rasa takut, dia lakukan test dua kali, tapi dia sudah tahu apa
hasilnya.
Dia keluar dari kamar mandi dan menjumpai Aldi yang sedang duduk di
kursi dapur, membaca koran. Dia membungkuk, mengalungkan lengannya ke
leher Aldi.
“Honey?” tanyanya ragu.
Aldi memandang dari balik koran, ke wajah tunangannya yang cantik. Mila terlihat mau menangis. “Ada apa, Mil?”
Mila tunjukkan alat test kehamilanya. “Aku hamil,” ucapnya, air mata menetes di pipinya.
Wajah Aldi berubah girang dan alangsung dia peluk tubuh tunangannya.
“Oh honey, ini kabar yang hebat! Jangan menangis, kita akan menikah
bulan depan, nggak ada seorangpun yang akan tahu. Aku pria paling
beruntung di muka bumi. Aku akan menikah dengan wanita terhebat,
tercantik di muka bumi dan kita akan punya bayi.”
Mila paksakan sebuah senyuman dan balas memeluk Aldi. Dia sangat
mencintai Aldi. “Kumohon Tuhan,” dia berdo’a dalam hati. “Jadikan ini
bayinya.” Tapi dia teringat betapa banyak Jacques tumpahkan sperma dalam
rahimnya, jauh lebih banyak dibandingkan milik Aldi. Dia teringat
betapa dalamJacques memasuki tubuhnya, jauh lebih dalam dibanding batang
penis Aldi yang kecil mampu menjangkau. Dan Aldi bercinta dengannya
sehari setelahnya.
*****
“Ada apa nih?” tanya Bimo, sambil duduk. “Sudah lama sekali kamu
nggak mengajakku makan siang. Akhirnya kamu memaafkanku soal yang di
kereta? Kamu tahu kan, aku hanya…”
“Aku hamil,” potong Mila.
Ucapan Mila sangat mengejutkan Bimo. “Wow,” ucapnya, ekspresi
wajahnya menggambarkan apa yang dia rasa. Lalu dia paksakan untuk
tersenyum. “Well, itu bagus. Lebih cepat dari harapanku, tapi what the
hell. Congrats, untuk kalian berdua, kamu dan Aldi.”
Mila menunduk. Bimo melihat kegelisahan di wajah Mila dan dia segera
faham. “Tunggu sebentar,” ucapnya pelan. “Ayahnya bukan Aldi?”
Mila mengangkat kepala, menatap Bimo dan kemudian mengangguk.
Mata Bimo terbelalak lebar. Lalu terbersit sesuatu di kepalanya yang membuatnya gembira. “Bayiku?”
Mila terlihat kaget, tapi kemudian dia sadar itu pertanyaan yang
wajar. Hal itu membuatnya semakin merasa begitu murahan. Kembali dia
gelengkan kepala. “Bukan,” dia menjawab dengan suara begitu lirih,
seakan tak ingin orang-orang di sekitar mereka mendengarnya. “Aku ketemu
dengan seseorang di bar. Ini hanya one night stand saja.”
Bimo berusaha sembunyikan kekecewaannya. Dia akan senang sekali
menaklukkan Mila. Dia mengangkat bahunya, coba sembunyikan rasa kecewa
dan sakitnya. “Lalu, kenapa kamu ceritakan padaku? Kenapa nggak kamu
ceritakan saja pada si tuan One-Night-Stand?”
Sekarang giliran Mila yang terkejut. “Kenapa kamu nggak berhenti
bersikap menjengkelkan dan jadi temanku? Aku sedang dalam masalah. Aku
butuh bantuan.”
Bimo diam, coba mengontrol amarahnya. Mila tak pernah membalas
telponnya sejak pesta pertunangannya. Sekarang dia sudah dihamili oleh
pria yang benar-benar tak dikenal. Kalau Mila ingin sex, kenapa tak
menghubunginya saja? Dia sungguh marah pada Mila dan dia ingin Mila tahu
itu. Tapi ini bukan waktunya, tidak jika dia masih ingin mendapatkan
kenikmatan dari tubuh Mila lagi.
“Oke, oke,” jawabnya dengan suara yang lebih lembut, memaksa dirinya untuk terdengar wajar. “Aku minta maaf. Apa Aldi tahu?”
“Ya. Dia pikir ini bayinya.”
“Kamu yakin bukan dia ayahnya?”
Mila kembali menunduk. “Ya, sangat yakin,” jawabnya. Dia tatap Bimo.
“Apa yang harus kulakukan? Kamu tahu pandanganku tentang aborsi.”
Bimo mengamati Mila. Matanya merah, rambutnya kusut. Dia tak memakai
makeup sama sekali dan hanya mengenakan celana jeans biasa, kaos putih
dan sepatu kets. Diluar itu semua, Mila tetap terlihat menggairahkan.
Meskipun jeans yang paling sederhana sekalipun tak akan bisa
menyembunyikan pantatnya yang indah, sepasang paha jenjangnya serta
bahan kaos putihnya lumayan tipis untuk memperlihatkan bra berenda yang
dia pakai. Melihat itu, Bimo teringat betapa sempurnanya bentuk buah
dada Mila. Meskipun sekarang dia tahu Mila hamil, itu sama sekali tak
mengganggunya. Bahkan itu semakin membuat birahinya tergelitik. Bimo
merasa penisnya mengeras. Bayangan bersetubuh dengan Mila yang hamil,
perutnya yang besar dengan jabang bayi di dalamnya, buah dadanya yang
membesar, sangat menggugah birahinya.
“Menurutku kamu jalani saja dan lahirkan bayinya,” kata Bimo. “Biarkan Aldi menganggap itu bayinya.”
“Sungguh?” tanya Mila, wajahnya berangsur cerah. “Apa nggak masalah kalau nggak memberitahu dia yang sebenarnya?”
“Dia bahagia kan? Memberi tahunya hanya akan membuat kacau, karena
apapun yang terjadi berikutnya, dia nggak akan senang dan juga kamu.
Dengar, ini sering terjadi. Ini nggak perlu merusak kehidupanmu. Aldi
pikir ini bayinya. Biarkan dia terus menganggap begitu. Dengan begitu,
nggak ada seorangpun yang tersakiti.”
Mila merasa lega. Dia merasa seakan beban yang maha berat telah
terangkat dari bahunya. “Ok, baiklah, kurasa aku akan melakukannya. Kamu
benar, mengatakannya pada Aldi hanya akan menyakitnya.”
Mila meremas tangan Bimo. “Thanks, Bimo. Kamu benar-benar sahabatku hari ini. Aku nggak akan melupakannya.”
Bimo tersenyum dan dia dapatkan sebuah kecupan di pipi dari
sahabatnya yang cantik. Dia ucapkan selamat pada dirinya sendiri dalam
hati. Dia telah mainkan hal ini dengan sempurna. Tak akan butuh waktu
lama lagi dia akan bisa membenamkan batang penisnya ke dalam vagina
nikmat milik Mila lagi.
*****
Pada waktu yang sama, saat Bimo memikirkan cara untuk mengajak Mila
naik ke ranjangnya kembali, Aldi sedang berada di kantornya, menyaksikan
sebuah video di komputernya. Dia punya dua video Mila sekarang. Yang
pertama diambil oleh detektif bayarannya beberapa bulan lalu, video yang
berisi adegan Mila dengan Bimo.
Yang kedua, kualitas gambarnya kalah bagus, tapi lebih menarik. Tak
diragukan karena dia sendiri yang mengambil gambarnya, hanya beberapa
minggu lalu, saat dia bersembunyi di dalam almari di kamar nomer 403
Hotel XXX ketika tunangannya membiarkan seorang pria lain menikmati
keindahan tubuhnya. Dia harus bergegas untuk mendahului Mila dan pria
tersebut sampai di kamar hotel itu terlebih dahulu. Kualitas video dari
handphonenya kurang begitu bagus, tapi dari dalam almari tersebut
memberinya sudut pandang yang sempurna ke arah ranjang. Meskipun hanya
dari sebuah celah kecil di balik pintu, dia bisa merekam dan mendengar
semuanya.
Dia tak bisa menerima Mila bersama pria lain. Dia hampir gila oleh
rasa cemburu. Mila bilang cinta padanya, bersedia menikah dengannya.
Bagaimana bisa dia menghianatinya? Bagaimana dia bisa membiarkan seorang
pria yang tak dikenalnya, merayunya dan bahkan menikmati tubuhnya tepat
di hari ulang tahunnya?
Tapi salah satu bagian dirinya begitu mabuk kepayang menyaksikan Mila
menyetubuhi pria lain. Dia tak tahu kenapa, dia tak bisa menjelaskan
gairah aneh tersebut. Bahkan dia sering saat bekerja, mengunci pintu
kantornya dan beronani sambil melihat berulang kali kedua video tersebut
di komputernya.
Dia sudah tahu bayi yang dikandung Mila bukanlah miliknya. Dia merasa
dihianati. Bahkan yang lebih parah, Mila berusaha menghilangkan jejak
dengan mengajaknya bercinta pada malam berikutnya dan membuatnya
ejakulasi di dalam. Tak pernah Mila mengijinkannya keluar di dalam, dia
selalu memaksanya memakai kondom atau kalau tidak, berejakulasi di luar.
Tapi, dia biarkan seorang pria tak dikenal merayu, menyetubuhi dan
menyemburkan spermanya di dalam, di periode masa suburnya. Aldi merasa
sangat dihianati oleh Mila.
Tapi memikirkan Mila dengan pria tersebut malah membuat batang penis
Aldi mengeras lagi. Di saat itu, saat dia birahi, perasaan dihianati
serta cemburu semakin menyulut nafsu birahinya, bagaikan bensin yang
disiramkan pada kobaran api. Setelah memastikan pintu kantornya
terkunci, dia mulai nyalakan video tersebut di komputernya dan dia
keluarkan batang penisnya dari dalam celana.
*****
Satu bulan kemudian…
Mila menutup pintu lalu berjalan masuk ke dalam kamar tidurnya. Dia
menginap di rumah orang tuanya malam ini dan mereka baru saja pulang
dari persiapan acara makan malam. Aldi menginap di hotel. Dia tak boleh
menemui calon pengantinnya lagi hingga besoknya, saat hari pernikahan
mereka.
Mila memandang dirinya di cermin. Kehamilannya belum nampak, thank
goodness. Dia ingin terlihat cantik untuk Aldi besok dalam gaun
pengantinnya.
Dia merasa begitu horny. Hormon tubuhnya jadi menggila. Dia belum
merasakan morning sickness. Tapi hormonnya membuat dia lebih horny dari
biasanya. Dia pernah membaca kalau itu sering terjadi. Kehidupan seksnya
dengan Aldi tidak berangsur membaik, tapi rasa cintanya pada Aldi jauh
lebih besar dari yang pernah dia rasakan terhadap semua pria sebelumnya.
Namun dia jadi serasa gila oleh tuntutan seksual yang dirasakannya,
tapi dia selalu yakinkan dirinya sendiri bahwa itu semua akan mereda
setelah hormon tubuhnya kembali normal.
Memandang dirinya di cermin, seakan memandang seseorang di dalam TV,
dia lepas kancing blousnya dan membiarkannya jatuh, lalu tangannya
bergerak ke dadanya. Jemarinya menyusuri bra yang dia pakai, mengikuti
pola rendanya. Lalu dia gerakkan jarinya melingkar di atas putingnya.
Putingnya bereaksi dan mulai mengeras di dalam branya.
Dia singkapkan roknya dan tangannya yang satu lagi menyusup ke balik
celana dalamnya. Satu tangan mengelusi dadanya, satunya lagi menjelajah
di balik celana dalamnya. Dia terus pandangi dirinya di dalam cermin,
berhayal tangan Aldilah yang sedang menyentuhnya. Tapi itu tak berhasil.
Meskipun merasa sedikit bersalah, dia berhayal seorang pria tak dikenal
tengah menyentuhnya, seorang pria dengan tubuh kekar dan memiliki
batang penis yang besar. Lalu hayalannya berganti, pria itu adalah Bimo.
Bukankah tidak dosa jika hanya berhayal, kan? Itu tidak selingkuh. Dia
pejamkan mata kala berhayal sedang disetubuhi Bimo, batang penisnya yang
panjang menusuknya demikian dalam, tangannya yang kekar menggerayangi
sekujur tubuhnya.
Suara jendela kamar yang berderik, mengagetkannya. Dia buka matanya dan menoleh ke arah jendela.
Itu adalah Bimo.
Mila langsung melompat dan memakai jubah mandinya. Dia buka jendela kamarnya.
“Kamu terlihat cantik.” puji Bimo, dia tarik sedikit jubah mandi Mila ke samping dan mengintip bra yang dipakai Mila.
Mila rapatkan kembali jubah mandinya dan dan melotot galak pada Bimo. “Mau apa kemari?”
Bimo angkat ujung jubah mandi Mila, lumayang tinggi hingga memperlihatkan pangkal stockingnya.
Bimo melirik paha jenjang dan kencang milik Mila. “Aku kangen kamu.
Kamu begitu menggoda. Aku harus setubuhi kamu untuk yang terakhir,
sebelum kamu menikah.”
Mila terperanjat dengan keterus-terangan Bimo. Mila kira Bimo
mengerti kalau hubungan khusus mereka sudah berakhir. Dia turunkan ujung
jubah mandinya.
“Kamu sedang membayangkanku, kan?” tanya Bimo, dia buka kembali jubah mandi Mila.
Mila tersipu malu. Bimo tersenyum penuh kemenangan, menyaksikan
jawabannya di wajah Mila. Dia ulurkan tangannya dan menangkup buah dada
Mila.
Mila rasakan remasan jari Bimo pada putingnya. Dia paksakan diri
untuk bergerak mundur, menjauh dari jangkauan Bimo dan kembali dia
rapatkan jubah mandinya. “Kamu harus pergi. Keluargaku ada di bawah dan
aku akan menikah besok.”
“Oh, jadi kalau kita sendirian, kamu mau?”
“Bukan itu maksudku.”
“Kurasa iya.” Bimo membungkuk dan menciumya. Mila mendorongnya
mundur, tapi Bimo memaksa. “Kamu sama menginginkannya sepertiku,”
ucapnya saat dia cium Mila lagi. “Aku bisa rasakan, kamu sudah horny
nggak karuan.” Bimo tarik jubah mandi Mila melewati bahunya dan
menjatuhkannya ke atas lantai.
“Satu kali lagi, Mila. Satu kali lagi demi masa lalu. Bayangkan bagaimana nikmat rasanya.”
Mila rasakan lidah Bimo menjelajah dalam mulutnya. Benak Mila silih
berganti antara panik dan terangsang lalu panik lagi. Orang tuanya ada
di lantai bawah sekarang ini.
Bimo membelai buah dada Mila. Dia rasakan puting Mila mengeras dan
diapun tersenyum, mengetahui dia sudah berhasil mendapatkan Mila.
Menyetubuhi Mila di malam sebelum dia menikah akan jadi penaklukannya
yang terbesar. Mungkin saja dia akan menyuruh Mila memakai baju
pengantinnya, menyetubuhinya dengan memakai itu. Bimo bayangkan Mila
berjalan menuju altar, dengan bercak-bercak bekas spermanya yang
mengering pada gaun pengantinnya.
Bimo julurkan tangannya ke pangkal paha Mila dan tusukkan jarinya ke
dalam vagina Mila. Brengsek, si binal ini sudah basah kuyup! Bimo merasa
gembira mendengar Mila melenguh saat dia mengocoknya dengan jarinya.
Sialan, ini akan jadi lebih gampang dari yang dia kira.
“Rasakan ini,” kata Bimo, menekankan ereksinya ke perut Mila.
Kemudian dia genggam tangan Mila dan membuatnya memegang batang
penisnya. “Kamu kangen batang besarku?”
Mila rasakan sekujur tubuhnya disengat rangsangan saat dia sentuh
batang penis Bimo. Terasa begitu keras dan besar. Mila merasa lututnya
lemas, vaginanya terbakar birahi, tubuhnya mendambakan kepuasan seksual.
Tapi dia tak bisa menghianati Aldi lagi, dia tak bisa, tidak di malam
sebelum dia menikah!
“Nggak, Bimo, jangan,” protesnya dengan sisa kekuatan terakhirnya, dia dorong Bimo menjauh.
Bimo tersenyum dan menarik tubuh Mila kembali. “Kamu ingin kasar,
hah? Ok, aku bisa melakukannya.” Dia sentakkan turun resleiting rok Mila
dan dengan kasar membetotnya turun hingga lantai, kemudian dia renggut
paksa hingga robek celana dalam Mila, menyisakan si calon pengantin yang
cantik hanya memakai thigh highs dan sepatu. Dia hempaskan Mila ke atas
ranjang, hingga ranjang tersebut berderit keras menghantam dinding. Dia
lepaskan baju dan celananya, mengeluarkan batang penisnya.
Mila tak bisa mencegah memandangi tubuh Bimo dengan hasrat tertahan.
Hampir dia lupakan betapa mengagumkan Bimo terlihat, begitu kekar dan
gagah. Serta urat yang menghiasi bagian sisi batang penisnya yang
panjang dan gemuk membuat Mila gemetar menanti. Dia tak pernah bisa
menolak Bimo dan sekarang ini, hormon tubuhnya begitu menggila, tubuhnya
mendambakan Bimo melebihi yang pernah dia rasakan selama ini.
“Mila, sayang,” terdengar suara dari luar kamar. “Kamu nggak apa-apa? Kurasa aku dengar suara keras tadi.”
Mila dan Bimo sama-sama menatap pintu kamar. “Oh my god, itu mamaku!”
bisik Mila cepat, wajahnya memancarkan campuran rasa lega dan kecewa.
Suara mamanya telah mengembalikan kesadarannya. “Pergilah sekarang, atau
aku janji akan teriak.”
Bimo nyaris tertawa. “Kamu nggak akan berani,” tantangnya.
“Aku berani sumpah, Bimo. Kalau kamu nggak pergi sekarang, aku akan teriak diperkosa!”
Bimo sadar Mila serius. “Brengsek Mila, kamu tega melakukan ini
padaku, setelah semua kenangan kita bersama selama ini?” lalu dia
menunjuk pada penisnya yang begitu keras. “Apa yang harus kulakukan
dengan ini?”
“Mila, sayang, kamu nggak apa-apa?” mereka dengar mama Mila
memanggil. Suaranya terdengar mendekat, mamanya tentu sedang menaiki
tangga, dan sebentar lagi akan mengetuk pintu kamar tersebut. Mila sadar
kalau dia butuh kerja sama dari Bimo. Dia tak punya waktu untuk
berdebat dengan Bimo lagi, dia butuh kerjasamanya sekarang juga, atau
mereka akan tertangkap basah.
“Ok, ok, ok,” bisik Mila cepat. “Sembunyi di dalam almari pakaian, dan… dan…”
Dia berhenti, berpikir dengan cepat, memikirkan pilihannya.
“Sembunyilah dalam almari dan akan kuberi kamu blowjob, akan kuhisap kamu sampai keluar.”
Mila melihat Bimo merengut padanya. “Itu pilihan terbaik yang bisa
kamu dapat!” desisnya pelan. “Atau, aku akan teriak perkosaan!”
Mereka dengar suara langkah kaki tepat di depan pintu. Bimo tahu dia
tak punya pilihan. Dia mengangguk setuju, lalu menghilang ke dalam
almari.
Pintu kamar diketuk. Dengan cepat Mila pakai jubah mandinya dan
bukakan pintu. “Hai ma,” ucapnya, dia paksakan untuk tersenyum. “Nggak
apa-apa, aku Cuma terpelest saja kok.”
Mamanya terlihat khawatir. Dia tepuk pelan perut Mila. “Kamu harus
hati-hati, sayang, kamu punya yang berharga sedang tumbuh di dalam
sini.”
“Aku tahu ma,” jawab Mila, berusaha terdengar riang. “Aku hanya sedikit gelisah menunggu besok. Selamat tidur.”
Sesaat kemudian, Bimo menghambur keluar dari dalam almari sambil menyeringai.
“Aku senang kamu menikmatinya,” kata Mila sinis.
“Well, sebenarnya aku lebih suka menyetubuhimu, tapi aku sudah temukan cara agar blowjob jadi menarik.”
Mila melotot padanya. “Kamu nggak pernah komplain soal blowjob
sebelumnya.” Mila mengisyaratkan Bimo untuk duduk di ranjang. “Ayo, kita
selesaikan ini.”
“Nggak usah buru-buru,” kata Bimo, dia duduk di tepi ranjang. “Partama, buka pakaianmu.”
Mila ragu, kemudian dia angkat bahunya. Apa bedanya? Bimo sudah
sering melihat tubuhnya. Dia lepaskan tali jubah mandinya dan
menjatuhkannya ke lantai, lalu dia berlutut di antara paha Bimo.
“Kubilang, nggak usah buru-buru. Temanmu memberimu sebuah bustier
baru, kan? Sarah cerita padaku. Kamu akan memakainya besok, di dalam
gaun pengantinmu? Pakai sekarang.”
Mila melotot pada Bimo. Dia tahu apa yang Bimo mau. Bimo ingin jadi
pria pertama yang akan menyentuhnya dalam balutan bustier tersebut. Jadi
pria pertama yang akan berhubungan seks dengannya saat memakai itu.
Untuk mengalahkan Aldi tentunya.
“Cepatlah,” desak Bimo dengan seringai jahatnya. “Ini akan jadi lebih cepat kalau kamu turuti apa yang kukatakan.”
Mila sadar kalau Bimo benar. Lagipula, dia tak punya waktu untuk
berdebat dengannya. Mama atau saudaranya bisa saja datang setiap saat.
Dia harus mengeluarkan Bimo dari kamarnya dan dia harus melakukannya
dengan segera.
Sambil mengangkat bahunya, Mila bangkit dan mengambil bustier
tersebut dari tumpukan lingerie pengantinnya. Warnanya putih tulang dan
terbuat dari sutera mahal, berhiaskan corak renda yang rumit, sebuah
bustier pengantin bergaya klasik. Dia kenakan di tubuhnya, lalu mulai
memasangkan garter straps ke thigh highs yang sudah dia pakai.
“Bukan yang itu,” kata Bimo, menggelengkan kepala. “Pakai yang akan kamu pakai besok.”
Mila melotot pada Bimo, tapi mereka berdua tahu Mila tak punya waktu
untuk berdebat. Dia lepas thigh highs hitam yang dia pakai tadi,
kemudian dia ganti dengan yang berwarna putih. Stocking untuk gaun
pengantinnya memiliki bagian pangkal berenda yang lebar dan dia kaitkan
dengan straps bustiernya.
“Dan sekarang sepatunya. Pakai yang untuk besok juga.”
Mila sudah tak ingin memelototi Bimo lagi kali ini. Dia ambil sepatu
untuk pernikahannya besok, bertekstur sutera warna putih tulang dan
memiliki tumit setinggi 3 inchi, dia memakainya.
“Bagus, sangat cocok,” puji Bimo. “Aldi benar-benar pria beruntung.
Sayangnya dia nggak bisa memuaskanmu seperti aku.” ejeknya. “Satu lagi.
pakai kerudungnya.”
Mila ragu, dia rasa Bimo sudah keterlaluan. Tapi dia juga sudah
terlalu lama berada dalam kamarnya. Akhirnya dengan enggan dia kenakan
kerudung pengantinnya.
Setelah Mila memakainya, Bimo kembali mengangguk kagum memandanginya.
Mila terlihat memukau, lugu dan sekaligus binal juga, selayaknya mimpi
basah dari semua top model bugil majalah pria dewasa. “Ayo,”
perintahnya, dia buka pahanya lebar. “Kamu tahu apa yang harus kamu
kerjakan.”
Mila berlutut dan dia genggam batang penis Bimo. Selalu saja
membuatnya kagum, meskipun kedua telapak tangannya menggenggam
bertumpukan, masih tetap ada bagian yang tersisa.
Seingat Mila, belum pernah dia rasakan batang penis Bimo sekeras
sekarang ini dan kelihatannya batang tersebut berdenyut mengundangnya.
Dia tepiskan kerudungnya ke samping dan mulai memasukkan ujung penis
Bimo ke dalam mulutnya, kedua tangannya masih tetap menggenggam di
bawah. Kerudungnya jatuh menutupi wajahnya dan dia kembali tepis ke
samping lagi, kali ini ke belakang telinga, berharap tidak jatuh ke
depan lagi. Dia tak mau jadi ternoda oleh cairan pre-cum Bimo.
Susah payah Mila masukkan batang penis Bimo ke dalam mulutnya. Dia
hampir lupa bagaimana cara memblowjob batang penis dengan ukuran yang
besar. Bagaimana sulitnya. Dan juga, betapa menyenangkannya.
Dia tergoda untuk memainkan jarinya di vaginanya sendiri. Itu yang
selalu dia lakukan dengan Bimo waktu dulu. Mila akan memainkan vaginanya
dengan jarinya sendiri, saat Bimo setubuhi mulut dan wajahnya. Tapi
rasa marah dan bencinya mencegah Mila melakukan hal itu. Dia tak mau
memberi Bimo rasa puas, tak ingin Bimo merasa kalau dia menkmati semua
ini barang sedikitpun.
Bimo tak sanggup bertahan lama. Dengan cepat dia mulai menggelinjang
tak karuan. Dengan susah payah Mila berusaha untuk tak melepaskan batang
penis Bimo dari mulutnya. Kemudian tubuh Bimo mengejang, pahanya
mengencang, pantatnya terangkat naik dari atas ranjang dan dia
berejakulasi, mengerang puas saat orgasme menyengat tubuhnya.
Mila tetap berusaha agar bibirnya terus mengunci kepala penis Bimo.
Dia berusaha untuk menelan semua sperma yang disemburkan Bimo, dia tak
mau sampai menodai busana pengantinnya. Tapi Bimo tak akan
membiarkannya. Dia lepaskan paksa mulut Mila dari penisnya, lalu dengan
kejamnya dia sembur wajah, rambut, kerudung dan bustier Mila dengan
spermanya yang kental.
“Argh, bajingan kamu!” teriak Mila sembari berlari ke kamar mandi
dalam kamar tidurnya. Dia ambil handuk dan berusaha semampunya untuk
menghapus sperma Bimo dari kerudung dan bustiernya.
Bimo menyeringai jahat. Seharusnya kamu biarkan aku setubuhi kamu, batinnya. Mungkin aku akan keluarkan di dalam saja.
Bimo kenakan pakaiannya dan menuju ke jendela, siap untuk pergi. Dia
menatap Mila, air matanya meleleh membasahi pipinya, masih berusaha
membersihkan spermanya dari kerdudung dan bustiernya dengan susah payah.
Bimo nyaris tertawa. Dia lirik paha Mila. Stockingnya jadi meninggalkan
bekas sedikit cacat, terlihat pada lututnya karena berlutut saat dia
memblowjobnya. Bimo julurkan tangan memegang tumpukan lingerie pengantin
Mila. Dia lihat cadangan stocking pengantin Mila, masih terlipat rapi
dalam bungkusnya. Bimo mengambilnya dan langsung dia masukkan ke dalam
sakunya. Dia tersenyum, karena dia tahu Mila tak akan punya pilihan lagi
selain harus memakai stocking yang dia pakai sekarang untuk
pernikahannya besok.
*****
Beberapa hari kemudian…
Aldi berusaha secepatnya untuk selesaikan emailnya. Dia menyesal
harus bekerja di bulan madunya, tapi kantornya tengah berusaha untuk
menggoalkan sebuah proyek besar, dan dia harus selalu tahu
perkembangannya setiap saat.
Dia pandang keluar jendela. Mila, pengantin barunya, sedang
menunggunya di pantai. Dia terlihat memukau dengan bikini string
barunya. Usia kandungannya baru sebulan lebih dan belum terlihat di
tubuhnya.
Dia saksikan Mila sedang bicara dengan seorang pria yang memakai
celana renang speedo. Dia tak bisa percaya ada pria yang mau pakai
celana renang model begitu. Ukurannya bahkan lebih minim dibanding
bikini wanita.
Pria itu membantu Mila mengambil snorkel dan kaca mata selam. Aldi
baru sadari kalau pria itu tentunya guide wisata snorkeling mereka. Aldi
saksikan pria itu tertawa dan mengobrol dengan Mila saat dia
membantunya membetulkan kaca mata selamnya. Terlihat jelas kalau pria
itu tengah menggoda isteri barunya. Aldi meraih teropongnya, yang
sebenarnya disediakan resort ini untuk melihat burung-burung.
Pria itu seumuran mereka dan berpostur tinggi serta berkulit gelap,
yang pastinya karena sering berada di bawah sengatan matahari saat jadi
guide untuk para pelancong. Wajahnya khas pria lokal, karena memang
sekarang mereka sedang berbulan madu di pulau indah ini. Tubuhnya tegap
berotot, berdada bidang, perut six pack dan lengan serta pahanya tampak
begitu kuat. Wajahnya sangat berkesan jalanan dengan senyuman yang
berhiaskan deretan gigi putih.
Tapi apa yang menarik perhatian mata Aldi adalah selangkangan si pria
dan tonjolan besar di depan celana renangnya. Terlihat sangat besar dan
kelihatannya pria itu suka memperlihatkan yang dipunyainya. Saat Mila
duduk di bangku dan mencoba flippernya, pria itu berdiri di hadapannya,
selangkangannya begitu dekat dengan wajah Mila. Aldi tambahkan zoom
teropongnya. Celana renang pria itu sangatlah ketat hingga begitu jelas
memperlihatkan bentuk kejantanan di selangkangannya. Aldi fokus pada
wajah Mila. Wajahnya terlihat sedikit merona. Lalu dia fokus pada bikini
atas Mila. Putingnya terlihat menonjol jelas di balik kain bikini
atasnya.
Aldi buka resleiting celananya dan keluarkan penisnya. Dia genggam
batang penisnya. Dengan mudah dia genggam seluruh batangya, dari pangkal
hingga kepala. Bahkan Mila bisa melakukan hal yang sama, meskipun
genggaman tangannya lebih kecil lagi.
Apa yang disaksikannya di pantai membuatnya terangsang. Bukan hal yang
mengejutkan kalau Mila didekati pria. Kecantikan dan kemolekan tubuhnya
terlalu sayang untuk dilewatkan pria manapun. Yang membuatnya terkejut,
ternyata itu juga membuatnya begitu terangsang, perasaan cemburu
menyaksikan Mila memberi respon pada pria yang coba mendekatinya,
ternyata membuatnya sesak nafas dan kepalanya serasa berputar oleh
deraan birahi.
Saat dia bermasturbasi, dia teringat pesta resepsi pernikahan mereka.
Ditengah berlangsungnya pesta, dia terkejut saat mendapati bekas
sedikit cacat pada stocking Mila. Cacat itu pada lututnya, model cacat
yang hanya bisa didapat saat berlutut lama, berlutut lama jika
memberikan sebuah blowjob. Sesudahnya, saat dia menanyakan, Mila bilang
pasti itu didapat saat dia berdandan. Tapi Aldi menyangsikannya. Dia
juga menemukan sebuah bercak pada bustier Mila. Dia tak begitu yakin,
tapi noda tersebut tercium seperti noda sperma. Apa Mila memberikan
blowjob pada Bimo, di hari pernikahan mereka, mungkin saat Mila sedang
berdandan? Mungkin sebagian spermanya tersembur mengenai bustiernya?
Aldi mengerang dan berejakulasi dalam genggamannya saat dia bayangkan
Mila mengenakan busana pengantinnya, berlutut di hadapan Bimo, dengan
batang penis Bimo yang besar di dalam mulutnya.
Dengan cepat Aldi bersihkan dirinya dengan tisu. Lalu dia pakai pakaian renangnya dan bergegas menuju pantai.
Pria itu memperkenalkan diri, namanya Dende. “Anda bisa dapatkan kaca
mata, snorkel dan flipper dari locker di sana,” ucapnya pada Aldi
dengan nada yang terdengar acuh. Saat Aldi berjalan menuju locker, Dende
melanjutkan kesibukannya pada perlengkapan Mila, tertawa dan
menggodanya seperti yang dia lakukan sebelum kedatangan Aldi.
“Dende, locker ini dikunci,” kata Aldi saat mencoba buka pintunya.
“Nggak, pintunya memang sedikit berat,” jawab Dende, sambil mendekat.
Dengan begitu gampang dia buka pintu tersebut dengan satu tangan, otot
lengannya terlihat mengeras. Dengan seringai di wajahnya, dia pukul dada
Aldi dengan bercanda. “Anda butuh olah raga, bung.” Dia remas otot
bisep Aldi yang lembut saat dia mengedip pada Mila. “Ganti lemak ini
dengan otot. Lagian, anda punya isteri seksi yang harus dibahagiakan.”
Dende tertawakan guyonannya, tapi Aldi terbakar dalam hatinya.
Dadanya yang dipukul Dende tadi terasa sakit, tapi dia tak mau
mengusapnya. “Dasar brengsek,” gerutu Aldi saat dia duduk di samping
Mila untuk mencoba flippernya.
“Ah, dia kan cuma bercanda,” kata Mila sambil meremas lengan Aldi.
Dia meremasnya, seperti yang dilakukan Dende tadi. “Kurasa tubuhmu ini
sudah sempurna.”
Mereka masuk ke air untuk memasang peralatannya. Saat Aldi sedang
sibuk berusaha memasang flipper dengan gelombang ombak yang
menghantamnya, dia dapati dirinya terpisah dengan Mila dan Dende
sekarang. Aldi menoleh ke arah mereka. Dende yang membantu Mila memasang
perlatannya, membuat posisi Dende merapat pada Mila. Mereka nyaris
bersentuhan saat Dende membetulkan tali kaca mata selam Mila. Meskipun
dia tak bisa melihat, sebab dari pinggang ke bawah mereka berada dalam
air, Aldi menerka mungkin Dende menekankan tonjolan selangkangannya pada
isterinya. Aldi merasa batang penisnya berdesir membayangkan hal itu.
Saat mereka menyelam di terumbu karang, Dende hanya memberikan
seluruh perhatiannya pada Mila, saat menunjukkan indahnya kehidupan
bawah laut. Dende dan Mila adalah perenang dan penyelam yang berfisik
lebih kuat dibandingkan Aldi. Awalnya, mereka bertiga masih beriringan,
seringnya Mila menunggu agar Aldi dapat menyusul. Namun seiring
berjalannya tur tersebut dan pemandangannya bertambah menarik, mereka
mulai terpisah. Mila dan Dende terus pergi untuk mendapatkan pemandangan
bawah laut yang lebih bagus dan Aldi berjuang untuk dapat menyusul
mereka.
Di perairan yang jernih, Aldi bisa melihat keduanya. Terkadang, Dende
akan memegang pinggang Mila untuk memberinya tanda, terkadang hingga
dekat pantat Mila. Terkadang saat mereka berhenti untuk melihat sesuatu,
paha mereka akan saling bersentuhan. Terkadang tiba-tiba saja Dende
berputar dan membuat tubuhnya menempel rapat pada tubuh Mila, dada
kekarnya menekan buah dada Mila, batang keras di selangkangannya
menggesek paha Mila.
Satu jam kemudian mereka kembali ke permukaan. Setelah menaruh semua
peralatan ke dalam locker, mereka duduk santai di kursi pantai. Wajah
Mila terlihat merona merah.
Mata Aldi melirik buah dada isterinya. Putingya terlihat keras dan
membekas jelas pada bikini atasnya. Apa Dende telah membuatnya
terangsang?
“So, apa rencana kalian berikutnya?” tanya Dende.
“Oh, belum tahu,” jawab Aldi. “Kami belum punya rencana. Mungkin
hanya santai-santai saja di pinggir kolam, lalu cari makan malam.”
“Restoran terbaik di sini adalah Baja Salsa,” ucap Dende meyakinkan.
“Nggak terlalu dipublikasikan, jadi nggak banyak turis yang tahu dan
makanannya lezat. Di sana selalu ada live band dan dansa.”
“Kedengarannya menarik. Gimana menurutmu, honey?”
Mila mengangkat bahu, tak melihat ke arah Aldi maupun Dende. Dia
terlihat bingung. “Nggak tahu. Aku sedang memikirkan sesuatu yang lebih
tenang, mungkin cuma room service saja.” Lalu dia berdiri. “Ayo, honey,
kita balik ke hotel.”
“Baiklah,” jawab Aldi, agak terkejut dengan kekasaran isterinya. Baru
saja dia akan berdiri saat dia melirik ke bikini bawah Mila, yang ada
di depan matanya. Hampir saja Aldi menjerit, karena pada kain tipis
tersebut tercetak sebuah camel toe. Tak diragukan lagi, isterinya telah
terangsang oleh Dende.
Begitu Mila melangkah menuju ke hotel, Aldi melirik ke arah Dende,
yang tersenyum padanya dengan pongah. Jelas sudah kalau Dende juga
melihat camel toe Mila. Dende berpaling untuk menatap Mila yang berjalan
menjuh, matanya menatap tajam dari pantat ke paha jenjang Mila, sama
sekali tak peduli untuk menyembunyikan dari Aldi, akan rasa tertariknya
terhadap pengantin barunya.
Jantung Aldi berdebar kencang. Saat dia berjalan menyusul Mila, dia betulkan celana renangnya agar ereksinya tak terlihat.
*****
Beberapa jam kemudian, Aldi pergi ke resepsionis saat Mila berdandan.
“Aku dan isteriku berencana untuk pergi ke Baja Salsa malam ini. Gimana
menurutmu tempat itu?”
Sang resepsionis, seorang pria paruh baya, menatap Aldi dengan khawatir. “Tuan, anda dan isteri anda sedang bulan madu, kan?”
“Benar. Dende, instruktur diving kami, merekomendasikan tempat itu pada kami.”
Sang resepsionis tampak semakin khawatir. Dia lihat sekeliling untuk
memastikan tak ada seorangpun yang mendengar. “Tolong jangan katakan
pada siapapun kalau saya katakan ini,” bisiknya. “Dende teman dekat
pemiliknya dan dia bisa membuatku di pecat. Tapi Baja Salsa itu tempat
untuk orang yang masih single, bukan orang yang sudah menikah seperti
anda. Tempatnya sangat liar… gimana bilangnya ya? Sebuah tempat ‘pasar
daging’. Dan Dende,… dengarkan saranku, tuan, jaga isteri anda jangan
dekat-dekat dengan Dende. Dia suka… dia suka dengan isteri orang, wanita
yang sudah bersuami, anda paham maksud saya, kan?”
Aldi mengangguk pelan dan memberi uang tips pada sang resepsionis.
Dengan pelan dia berjalan balik ke kamarnya, jantungnya berdebar
kencang. Begitu dia buka pintu kamar, dia dapati Mila sedang memberi
sentuhan akhir pada rambut dan makeupnya. “Aku baru saja ngobrol dengan
resepsionis,” ucapnya, puluhan kupu-kupu terbang di dalam perutnya. “Dia
juga suka Baja Salsa, dia sangat merekomendasikannya.”
*****
Antrian masuk ke Baja Salsa sangatlah panjang, tapi itu karena malam
ini adalah ladies’ night (Aldi baru tahu kemudian ternyata di sana
memang selalu ladies’ night), jadi mereka diantarkan hingga ke bagian
depan antrian. Puluhan kepala menoleh saat mereka masuk. Mila terlihat
begitu menawan, mengenakan sebuah sundress sederhana. Dengan bagian atas
ditopang dengan spaghetti straps yang tipis dan bagian bawah hanya
sampai di pertengahan paha. Penampilannya disempurnakan dengan sepasang
ankle strap high heels membungkus kakinya. Di balik gaunnya dia pakai
strapless bra dan celana dalam sutera berenda.
Mereka dapat sebuah meja dan tiba-tiba saja seorang pria mendatangi
mereka dan meminta Mila untuk berdansa. Beberapa saat setelah dia
menolak, ada seorang pria lagi yang mengajak. “Aku nggak percaya gimana
beraninya para pria di sini,” ucapnya pada Aldi seusai dia tolak ajakan
pria kedua tadi. “Maksudku, aku pakai cincin kawin dan kamu ada di
sampingku.”
Aldi juga merasa terganggu, tapi juga penasaran. Dia angkat bahu dan
setelah mempelajari daftar menu selama beberapa saat, merekapun memesan
makanan.
Lalu, secara berturut-turut, ada dua lagi pria yang mengajak Mila
berdansa. Aldi dan Mila tertawa dengan kekonyolan tersebut. Kemudian
sebelum seorang pria lagi yang datang dan berkata untuk mengajak
isterinya berdansa, Aldi tertawa lagi. “Lebih baik kamu meng-iya-kan
saja, honey. Kurasa mereka nggak akan berhenti mengajakmu sampai kamu
berdansa dengan salah satu dari mereka.”
Mila juga tertawa dan mengikuti pria tersebut ke lantai dansa. Aldi
menyaksikan mereka berdansa dalam irama lagu yang cepat. Lalu sebuah
lagu bertempo lambat mulai diputar dan pria itu membisikkan sesuatu ke
telinga Mila. Mila gelengkan kepala dan kembali ke mejanya.
“Apa yang dia bisikkan?” tanya Aldi.
“Dia mengajakku berdansa dengan lagu slow ini, tapi kubilang aku harus kembali ke sampingmu.”
Saat mereka menunggu pesanannya datang, Aldi dan Mila turun ke lantai
dansa saat lagunya berganti dengan tempo cepat lagi, disambung dengan
sebuah lagu slow berikutnya. Baru saja mereka duduk kembali di meja
mereka, pesanan mereka datang. Kondisi kehamilan Mila saat ini
membuatnya tak begitu berselera makan. Sebenarnya dia merasa lebih
banyak bergerak lebih baik bagi dirinya dari pada hanya duduk saja.
Lalu, saat ada seorang pria lagi yang mengajaknya berdansa, Aldi
berkata, “Turun saja honey, aku akan nikmati makanannya dulu.”
Aldi saksikan mereka berdansa dalam irama lagu yang tinggi dan
disambung dengan lagu berikutnya. Sedikit demi sedikit mereka hilang
dalam keramaian lantai dansa. Beberapa lagu berikutnya berlalu dan Mila
masih belum kembali ke meja mereka. Merasa curiga, Aldi bangkit dan
melangkah menuju kerumunan di lantai dansa. Akhirnya dia temukan Mila.
Dia sedang berdansa dengan seorang pria, tapi bukan dengan pria yang
mengajaknya tadi. Kerongkongan Aldi berubah kering saat dia tahu bahwa
ternyata pria yang tengah berdansa dengan Mila tersebut adalah Dende.
Lagunya bertempo cepat, tapi Mila dan Dende berdansa dengan tempo
lambat. Tubuh mereka begitu dekat, nyaris bersentuhan. Keduanya terlihat
begitu asik mengobrol, bicara di telinga satu sama lain agar dapat
terdengar di tengah kerasnya suara musik dan keramaian. “Mungkin mereka
hanya ngobrol tentang diving tadi siang,” pikir Aldi.
Lalu Aldi perhatikan jari Dende bergerak menyusuri salah satu
spaghetti straps Mila. Mila menghentikannya begitu jari Dende mulai
mendekati tonjolan buah dadanya. Mila gelengkan kepalanya menolak dan
Dende hanya tertawa. Dende lingkarkan lengannya di pinggang Mila dan
mulai menuntunnya ke bagian belakang club tersebut. Mila menghentikannya
dan menanyakan sesuatu. Jawaban Dende tampak menenangkan Mila, karena
dia membiarkan saja saat Dende menuntunnya menuju ke belakang club
tersebut.
Aldi membuntuti, dengan berhati-hati berusaha agar selalu berada di
belakang kerumunan orang agar tak terpergok. Mereka berhenti di salah
satu dinding ruangan dan kelihatannya Mila mengira mereka hanya akan
berdiri di depan dinding tersebut untuk melihat keramaian orang-orang
sejenak. Ternyata, Dende berusaha memposisikan agar Mila bersandar di
tdinding dan dia berdiri di depannya, tubuh mereka nyaris bersentuhan.
Dende rendahkan kepalanya mendekati Mila. Tampak Dende berbisik di
telinga Mila. Selang beberapa saat, Mila mulai gelisah. Dia terlihat
bicara dengan keras pada Dende dan Mila mengangkat tangan kirinya,
menunjukkan cincin kawin mereka. Dende tertawa dan dia kembali menunduk
dan berbisik di telinga Mila. Mila mulai telihat risau lagi dan raut
wajahnya terlihat panik, seperti seekor rusa yang kena sorot lampu
mobil. Aldi menerka-nerka apa yang sedang terjadi dan kemudian dia
menyadari kalau dia tak bisa melihat tangan Dende karena terhalang oleh
tubuh Mila.
Tepat di saat itu, ada pasangan yang sedang berdansa dengan tak
sengaja menabrak Dende, hingga mendorong tubuhnya ke samping. Mila
terlihat seolah tersadarkan diri dan dengan cepat dia melangkah pergi.
Aldi bergegas membelah keramain orang agar sampai lebih dulu ke meja
mereka.
“Hai honey, dari mana saja kamu?” tanya Aldi. “Aku sudah mulai cemas.”
“Maafkan aku,” jawab Mila, pipinya tampak merona merah. “Aku suka dengan musiknya, kelihatannya aku jadi lupa waktu.”
Aldi perhatikan kalau isterinya tak menyinggung telah bertemu Dende,
hatinya terasa cemburu dan juga gairah gelapnya terasa bangkit. Dia
yakin melihat puting isterinya mengeras, meskipun di balik bra dan sun
dressnya. Dia membayangkan apakah celana dalam isterinya sudah basah
sekarang. Dia yakin kalau itu sangatlah mungkin. Bayangan tersebut
membuat benaknya penuh berselubung gairah gelap.
*****
Permainan cinta mereka malam itu berlangsung begitu penuh gelora,
tapi hanya berlangsung singkat. Begitu bergairahnya Aldi hingga hanya
dalam beberapa kali sodokan saja, dia langsung keluar.
Paginya, kegelisahan dan perasaan sakit serta cemburu kembali hadir.
Tapi begitu Aldi memikirkan bagaimana Dende merayu isterinya di lantai
dansa kemarin malam dan di manakah sebenarnya tangan Dende berada dan
apa yang sebenarnya sudah dilakukan mereka, membuat birahi Aldi langsung
bangkit kembali. Dia cek emailnya. Bossnya butuh laporan, tapi
sebenarnya mudah saja kalau dia suruh sekretarisnya mengerjakan itu.
Tapi kemudian dia memikirkan tentang Dende lagi dan apa yang dikatakan
sang resepsionis: ” Dengarkan saranku, tuan, jaga isteri anda jangan
dekat-dekat dengan Dende. Dia suka… dia suka dengan isteri orang, wanita
yang sudah bersuami, anda paham maksud saya kan?”
Dengan hati serasa ada di tenggorokannya, Aldi teriak pada pengantin
barunya. “Honey, bossku menyuruhku menyiapkan laporan hari ini.”
“Oh tidak,” jawab Mila, dia kalungkan lengannya di leher Aldi. “Ini
kan bulan madu kita. Butuh berapa lama menyelesaikan laporanmu?”
“Hanya aku yang bisa membuat laporannya, karena ini di tanggung
jawabku,” dusta Aldi. “Paling tidak aku bisa menyelesaikannya sampai
sore.”
Mila tampak kecewa dan Aldi melihat kesempatannya. “Hey, aku punya
ide,” ucapnya dengan nada gembira. “Kelihatannya kamu sangat suka diving
kemarin. Kenapa nggak kamu hubungi instruktur selam… siapa namanya,
Dende? Dia bisa memberimu tur lagi hari ini.”
“Aku nggak tahu,” jawab Mila ragu, dia palingkan pandangannya untuk
menghindari mata Aldi. “Aku nggak yakin apa aku suka dengannya.”
“Oh ayolah, dia hebat dan kemarin dia bilang ada bangkai kapal
tenggelam di suatu tempat. Mungkin saja ada pemandangan yang cantik di
sana, dia bisa memperlihatkannya padamu.”
“Tapi, aku nggak tahu…” jawab Mila bimbang, tapi Aldi rasa dia menangkap sedikit kegembiraan dalam suara isterinya.
“Honey, aku bisa selesaikan laporannya lebih cepat kalau nggak ada
kamu di sini. Bersiaplah sana dan hubungi toko alat selamnya dan atur
turnya.”
*****
Mila keluar dari dalam kamar tidur beberapa menit kemudian. Aldi
perhatikan kalau isterinya menyisir rambutnya dan bahkan memakai makeup.
Dia juga mencium bau parfum. Isterinya memilih bikini stringnya yang
paling minim untuk dipakai sekarang. Semua bikini yang dibeli Mila untuk
bulan madunya banyak memamerkan kemulusan tubuhnya, Tapi yang ini,
bagian atas berbentuk segitiga yang menutup buah dadanya berukuran lebih
kecil. Bikini tersebut lebih cocok untuk dipakai berjemur di pinggir
kolam, bukannya untuk pergi menyelam.
Aldi pura-pura tak perhatikan bagaimana Mila mendandani dirinya. Dia
arahkan matanya terus fokus pada layar komputernya, pura-pura terus
kerja. Mila sendiri, bergegas melewati ruangan itu, terlihat berharap
suaminya tak perhatikan bagaimana dia berdandan.
Aldi keluarkan teropongnya dan mengamati Dende membantu Mila naik ke
atas kapalnya. Tampaknya, mereka harus berlayar ke kapal yang tenggelam
terlebih dulu. Dende bertelanjang dada, tapi dia tak memakai speedo,
melainkan sebuah celana pendek yang longgar.
Empat jam ke depan bagaikan sebuah siksaan bagi Aldi. Dia tak bisa
hentikan membayangkan apa yang mungkin dilakukan Dende terhadap
pengantin barunya. Apa Dende menciumnya, sekarang ini? Apa dia sedang
meremas buah dada isterinya? Apa dia sedang menyetubuhinya? Atau mungkin
batang penisnya sudah terbenam dalam vagina Mila, dan sekarang berada
dalam kuluman mulut Mila, untuk dibuat ereksi lagi agar bisa disodokkan
dalam vagina pengantin barunya sekali lagi.
Aldi mengocok dengan cepat. Dia sudah ejakulasi dan kemudian rasa
menyesal serta bersalah hinggap di hatinya. Lalu saat dia memikirkan apa
yang mungkin tengah dilakukan Dende dengan Mila (atau menonton video
Mila dengan Bimo atau Mila dengan Jacques, atau tentang bekas cacat di
stocking Mila pada hari pernikahan mereka, atau bau sperma pada bustier
pengantinnya), dan gairahnyapun langsung meninggi dan dia kembali
bermasturbasi lagi.
Sekitar pukul 1, Aldi melihat kapal mereka kembali. Dende membantu
Mila turun dari kapal dan mengatakan sesuatu pada Mila. Mila
menggelengkan kepala menolak, lalu mulai melangkah kembali ke kamar
hotel mereka.
Aldi Berpikir sejenak, lalu dia membuat keputusan. Dengan cepat dia
menulis dalam selembar notes dan meninggalkannya di atas meja. Dia
sambar camcordernya kemudian bersembunyi di dalam almari pakaian, dengan
memastikan menyisakan sedikit celah di pintu agar dia bisa mendapatkan
pandangan dari ranjang sepenuhnya.
*****
“Aldi?” panggil Mila begitu dia masuk ke dalam kamar hotel mereka.
Dia lihat sebuah kertas notes di atas meja dan membacanya: “Hai honey –
aku harus pergi ke kota untuk cari warnet, harus browsing buat bahan
laporannya. Aku akan kembali saat makan malam. Love, Aldi”
Mila membiarkan notes tersebut jatuh ke atas lantai, lalu dia duduk
di pinggir ranjang, pandangannya menerawang jauh, dia tak tahu harus
berbuat apa. Dia merasa cemas dan tegang, dia merasa hampir gila.
Tubuhnya berteriak padanya, merengek padanya, terus menerus
mengingatkannya tentang kebutuhannya dan memohon padanya untuk sebuah
penyaluran dan kepuasan. Dia berusaha semampunya untuk mengendalikan
tubuhnya, tapi dia merasa pikiran dan hatinya telah kalah dalam
pertempuran dengan tubuhnya sendiri.
Semua itu berawal dengan Bimo, di malam sebelum hari pernikahannya.
Dia sudah tahu siapa Bimo sesungguhnya dan dia berjanji untuk tak bicara
lagi dengan Bimo. Tapi semua rabaan dan sentuhannya pada tubuhnya,
serta blowjob yang dia berikan padanya, telah memantikkan sepercik api
pada gairah tubuhnya.
Semua jadi bertambah parah kemarin, saat dia bertemu Dende. Langsung
saja Mila tertarik padanya. Pesona ketampanan yang kasar, tinggi kekar,
kulitnya gelap oleh sengatan matahari dan air laut, tangannya kuat dan
kapalan karena kerja beratnya, penuh dengan kepercayaan diri hingga
terasa arogan. Tipe pria yang selalu menarik hati Mila. Meskipun Mila
tahu pria seperti itu buruk baginya, tapi dia tak bisa mencegah untuk
tertarik pada mereka.
Kemarin saat divng, Dende memanfaatkan setiap kesempatan yang dia
dapat untuk menyentuhnya dan menggesekkan tubuh kekarnya pada tubuhnya.
Ya, Dende telah membuatnya terangsang, tapi hanya sebatas itu saja.
Namun kemudian, Dende berhasil menemuinya di club dan berikutnya,
berhasil menyudutkannya di dinding. Berada begitu dekat dengannya
membuat lutut Mila terasa lemas, tunduk pada rangsangannya karena
terperangkap di antara jepitan dinding dan tubuh kekarnya. Lalu Dende
mulai berbisik di telinganya dan mengingat panas nafas Dende yang
menghembus leher dan di telinganya, mampu mengirimkan getaran birahi di
selangkangannya.
Kemudian Dende mulai mengelus pahanya, sebentar saja awalnya,
menyentuh kulit pahanya sekilas saja. Percumbuan yang wajar, Mila
meyakinkan dirinya, jarinya masih di bawah ujung rokku. Tapi kemudian
Dende mulai bergerak naik, merayapi paha bagian dalamnya yang sensitif,
semakin bertambah naik mendekati ujung roknya. Mila menghentikannya,
mengingatkan Dende bahwa dia sudah menikah, bahkan dia angkat tangan
kirinya untuk menunjukkan cincin pernikahannya. Tapi Dende cuma tertawa
dan jarinya terus mendaki menaiki pahanya. Tangannya berhenti di balik
roknya dan Mila merasa lumpuh tanpa daya, kepalanya menyuruhnya untuk
lari, tapi tubuhnya telah terbakar dan mendambakan lebih banyak lagi
sentuhan Dende.
Dende menekan ereksi di selangkangannya ke tubuh Mila, tubuhnya terus
bergerak naik di dalam roknya dan di telinganya Dende merayunya untuk
ikut bersamanya ke ruang belakang. Tubuhnya bertarung melawan akal
sehatnya, merengek dan memohon untuk menuruti ajakan Dende. Dia tak tahu
apa yang akan dia lakukan, jika saja tak ada pasangan yang tengah
berdansa itu menabrak tubuh Dende. Gangguan tersebut kelihatannya
mengembalikan kesadaran Mila dan dia kembali ke Aldi secepat yang dia
bisa.
Tapi kemudian Aldi harus kerja hari ini dan dia memaksanya untuk
pergi diving dengan Dende. Begitu mereka bertemu pagi tadi, Dende
meminta maaf dengan kejadian semalam, dia menjelaskan kalau dia pasti
mabuk karena terlalu banyak minum tequila. Mila merasa cemas dengan
maksud tersembunyi Dende, tapi dia terlihat begitu wajar dan perhatian,
serta dia juga tak memakai speedo yang kemarin, hanya sebuah celana
renang pendek yang longgar saja.
Perjalanan kapal berlangsung wajar saja, Dende tak berusaha merayu
ataupun coba menyentuhnya. Tapi saat Mila duduk tepat di depan Dende,
celana renangnya yang longgar membuat Mila bisa melihat dengan jelas
paha Dende. Mila berusaha palingkan pandangannya, tapi itu terlalu
menggoda untuk diacuhkan. Mila curi lirikan saat dia rasa Dende tak
perhatikan. Apa yang dilihatnya, membuat selangkangan Mila langsung
terasa basah. Dende memiliki penis berukuran besar. Batangnya begitu
panjang dan lembut, laksana seekor ular yang melata di pahanya. Tampak
begitu lebar bagian pangkalnya dan kemudian semakin mengecil, tapi
bagian kepalanya laksana kepala jamur yang besar. Mila tak mampu
mencegah dengan pesona ukurannya dan bahkan itu sama sekali belum
ereksi. Mila merasa bagaikan seorang wanita jalang yang mencermati
ukuran kejantanan Dende dan dia marahi dirinya sendiri karena bertingkah
bagaikan wanita binal yang diamuk birahi.
Saat mereka tiba di area kapal karam, Mila berharap dinginnya air dan
indahnya pemandangan bawah laut akan membuatnya lupa apa yang ada dalam
celana Dende. Tapi celana Dende sebenarnya bukanlah celana renang,
hanya celana pendek biasa dan bahan kainnya cukup tipis. Begitu basah,
celana tersebut menempel di kulitnya, hingga batangnya yang panjang dan
gemuk tercetak jelas di celananya. Celana renang pendek itu sebenarnya
jadi lebih mempertontonkan kejantanan Dende dibandingkan speedo kemarin,
karena bahan speedo yang ketat membuat batangnya terlihat lebih kecil
dari ukran yang sebenarnya.
Perjalanan balik ke resort jadi siksaan bagi Mila. Vaginanya
berdenyut liar. Setelah Dende muncul dari dalam air, celananya yang
basah melekat di tubuhnya layaknya kulit kedua. Dia duduk di depan Mila
seperti sebelumnya, tubuhnya disuguhkan dengan bebas. Benak Mila jadi
gila oleh nafsu setiap kali dia berusaha menghindar agar tak memandang
tubuh Dende. “God, aku sungguh binal,” dia rutuk dirinya sendiri,
berusaha sembunyikan dari Dende efek yang dia beri padanya. Hormon
kehamilannya yang bergejolak semakin membuatnya bertambah parah.
Menyadari kalau dia baru saja menikah, juga hamil, begitu mendambakan
Dende, membuatnya merasa seperti wanita murahan. Dia lilitkan handuk ke
pinggangnya agar paling tidak Dende tak bisa melihat betapa basah
selangkangannya.
“Kamu mau makan siang denganku?” tanya Dende saat dia bantu Mila
turun dari kapal. Mila gelengkan kepala menolak, tak mengucapkan sepatah
katapun karena dia takut suaranya akan terdengar gemetar dan membuka
kelemahannya di hadapan Dende. Mungkin saja tubuhnya menginginkan Dende
tapi dia masih bisa mengontrol kepala dan hatinya dan dia sudah
menetapkan hati untuk tak akan lagi menghianati Aldi.
Dia bergegas menuju kamarnya, berharap mendapat seks di siang hari
untuk melepaskan birahinya. Tubuhnya butuh kepuasan. Tapi Aldi tak ada
dan baru akan kembali hingga makan malam nanti.
Masih dududk di pinggir ranjang, Mila taruh kepalanya dalam
tangannya, air mata frustrasi seksual mulai mengaburkan matanya. Dia
telah lakukan apa yang dia bisa. Dia naik ke atas ranjang dan dengan
satu tangan masih menutupi matanya, dia turunkan tangannya yang satu
lagi masuk ke dalam bikini bawahnya. Jarinya menyentuh kelentitnya dan
hampir saja sengatan rasa nikmat membuatnya memekik. Dia buka pahanya
lebar saat jarinya mulai menggesek kelentitnya dengan gerakan melingkar,
ombak orgasmenya datang dengan cepat.
Aldi saksikan pengantin barunya bermasturbasi dari kegelapan almari
pakaian. Dia merasa lega sekaligus kecewa mendapati Mila masuk ke kamar
hotel hanya seorang diri. Bagian gelap dirinya berharap Mila bersama
Dende di atas ranjang. Tak diragukan, Dende sudah membuat Mila birahi
dan Dendelah alasan Mila melakukan masturbasi di tengah hari. Sama
sekali tiada ragu Mila tengah membayangkan Dende saat dia memuaskan
dirinya sendiri. Pikiran itu membuat batang penis Aldi berdenyut.
Tubuh Mila mengejang, punggungnya melengkung naik, jari kakinya
menekuk ke dalam matras dan dia mendesah panjang saat ombak orgasme
menghantam tubuh mungilnya yang lentur. Namun selang beberapa saat
berusaha mengatur nafasnya, Mila memukul ranjang dengan tangannya dan
menangis frustrasi. Orgasme yang dia dapat bisa sedikit menolong, tapi
apa yang diinginkan tubuhnya adalah sebuah persetubuhan yang selayaknya,
sebuah kepuasan sejati yang hanya bisa diraih dari sebatang penis besar
dan keras.
“Tadi itu sangat indah,” sebuah suara terdengar dari arah pintu.
“Oh my god!” teriak Mila begitu dia lihat ternyata itu adalah Dende.
Dengan panik dia tutupi tubuhnya dengan selimut. “Apa yang kamu lakukan
di sini? Bagaimana kamu bisa masuk?”
“Kamu nggak kunci pintunya,” jawab Dende ringan, senyuman bejat
tersungging di wajahnya. Dia melangkah mendekati ranjang. “Sangat indah,
yang tadi. Nggak ada yang lebih sexy dibandingkan seorang wanita yang
bermain dengan tubuhnya.”
“Kamu harus keluar,” kata Mila panik, perasaannya bercampur antara
takut dan mengharap. “Aku sudah menikah, kamu nggak boleh di sini.”
“Kurasa kamu butuh yang lebih,” ucap Dende, tak mengacuhkan ucapan Mila. Dia buka celananya dan membiarkannya jatuh ke kakinya.
“Oh god,” Mila tercekat, matanya terbelalak lebar menatap batang
penis Dende yang besar, ereksi dengan sempurna. Dende tertawa kecil, dia
tak kaget dengan reaksi wanita dengan tubuhnya. Batang penisnya lebih
keras dari biasanya sekarang ini. Dia suka menikmati keindahan tubuh
wanita yang sudah bersuami. Dia suka menyetubuhi isteri orang. Ada
sensasi tersendiri saat merayu dan menaklukkan isteri orang. Tapi Mila
adalah seorang pengantin baru, yang sedang berbulan madu. Dan dia adalah
wanita tercantik dan paling sexy dibandingkan dengan semua wanita yang
pernah dia nikmati. Penaklukannya kali ini akan dia ingat dalam waktu
yang sangat lama.
Mila tak melawan saat Dende menyingkapkan selimut yang menutupi
tubuhnya. Dia tak melawan saat Dende melucuti bikininya, ataupun saat
dia pentangkan pahanya lebar. Dia tak menolak saat batang penis Dende
menembus tubuhnya. Dia tak menolak saat Dende menyetubuhinya dan
menyemburkan spermanya di dalam rahimnya. Mila sudah tak memiliki
perlawanan dalam dirinya lagi, tubuhnya telah memenangkan pertarungan
dengan kepala dan hatinya.
Dan dari kegelapan di dalam almari pakaian, Aldi merekam adegan yang
dimainkan Dende dengan pengantin barunya, satu tangan yang gemetar
memegangi camcorder dan satu tangannya yang lain mengocok penisnya
dengan cepat dan keras.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Musim Panas di Los Angeles - 3
Ketika keluar dari kamar Jeanne, aku mencium wangi makanan. Sepertinya Jeanne membuat nasi goreng dan oseng-oseng ayam dan udang dengan sa...
-
Vani Gadis KU Semasa kuliah terjadi sebuah pengalaman serta cerita sex aku bersama temanku. Gimana sih cerita dewasa dan cerita sek...
-
Sudah setengah jam ini suara dengusan nafas yang memburu dan lenguhan penuh birahi terdengar sayup-sayup dari sebuah kamar kos di bilangan ...
-
Cerita Seks Vani Peju Siapa Ini Cerita Seks Vani Peju Siapa Ini, Sinar matahari sudah di ubun-ubun kepala. Suasana sebuah kos di satu...