Tuesday, February 26, 2013

Orgy Club 3





The Orgy Club 3: Buih Cinta di Tengah Lautan Birahi



“Amel ya...dia sebenernya anak yang baik, orangnya gak bertele-tele, pinter lagi, gua baru tau cerita dia kaya gitu, ke gua aja yang kenal lebih lama belum pernah cerita, tapi ke lu udah, gua rasa dia juga sebenernya ada hati ke lu Ric” kata Indra mangut-mangut mendengar curhatku, “oh iya makasih Mas!” katanya pada si mas pembantu kantin yang baru mengantarkan pesanannya.

Saat itu jam setengah sepuluh pagi, baru bubaran kuliah pagi. Kami makan pagi sambil ngobrol mengenai orgy club dimana aku baru saja menjadi newbie-nya yang berkat rekomendasi dari temanku yang satu ini. Dan baru pada Indra lah aku curhat mengenai perasaanku terhadap Amel yang tiba-tiba saja timbul setelah aku ML dengannya dan ia mulai terbuka padaku. Aku tidak ingin langsung mengatakan ini cinta karena aku ingin lebih berhati-hati mengenai yang satu itu agar tidak sakit hati lagi setelah dikhianati mantanku.

“Ya itulah aneh kan Dra, gua kayanya ada rasa ke dia tapi malah enjoy kalau liatin dia digituin sama orang lain, lagian dia itu kan lebih tua dari gua, gua pengennya yang lebih muda daridulu juga”

“Haiya masa soal itu aja dimasalahin kaya milih milih mobil, gini aja deh bro, mulai sekarang gua ga akan pernah nyentuh si Amel lagi sampe lu mutusin kalau lu emang ga pengen macarin dia”

“Pacarin? Wah gua belum kepikir kesitu sumpah, buru-buru mutusin pacarin malah bikin sakit ati kaya yang dulu-dulu.”

“Udah, nyantai aja mikirnya, jodoh gak jodoh udah ada yang atur, kalau lu mau minta pendapat cewek soal ini ke Kak Angel deh, dia itu cewek yang dewasa bukan cuma umur tapi juga pemikiran, dia paling enak buat teman curhat, percaya deh”

Tiba-tiba BB Indra berbunyi dan ia mengangkatnya lalu berbicara selama beberapa saat, aku cuek meneruskan makanku sampai ia menyelesaikan bicaranya

“Huh sialan, baru inget habis masa aktif!” gerutu Indra ketika mengirim pesan yang gagal.

“Mau pake yang gua dulu?” tawarku

“Ngga...ntar aja....eeehh hhmmm...Ric!” tiba-tiba wajah Indra tersenyum penuh arti sambil memandang lurus ke belakangku

“Apa?” jawabku

“Gua lagi butuh pulsa nih, mau ga kita taruhan kalau gua menang lu isiin mentari 100 buat gua, gimana?” tantangnya.

“Kalau lu ga menang gimana?” tanyaku lagi

“Ntar gua yang beliin pulsa buat lu kalau dah habis”

“Boleh...taruhan apa emang? Bola?” aku menyeruput air mineralku.

“Bukan...lu pasti seneng deh, tuh lu liat di sana, tuh dokter itu!”









Dr. Lea





Aku menengok ke belakang mengikuti pandangan matanya, kulihat Dokter Lea, salah satu dokter klinik kampus dan juga salah satu dosen di fakultas kedokteran, baru saja menyelesaikan makannya dan hendak beranjak.

“Dokter Lea, napa emang? Naksir lu?”

“Gini, kalau gua bisa ngentotin dia, gua menang, deal?” katanya dengan suara dipelankan.

Aku menanggapinya dengan tertawa, aku pikir temanku ini tidak waras atau apa, ini kan namanya cari penyakit, dia kira ini di kost/klub apa? Bisa begituan seenaknya? Apalagi dengan dokter kampus, kena gampar saja masih untung, paling parah bisa-bisa di DO atau malah dituntut pelecehan seksual.

“Hiihihi...Dra...Dra, otak lu korslet ya? Kelamaan di klub ditambah nyandu JAV sama hentai ya!” tawaku

“Sekarang lu ketawa, nanti kita liat hasilnya, gimana? Deal ga?” tantangnya lagi.

Aku jadi penasaran juga nih, pakai cara apa dia kira-kira, Indra ini memang orangnya supel dan dengan lawan jenis gampang akrab, tapi kalau bisa merayu dokter kampus sampai mau diajak ML dalam sehari rasanya ‘mission imposible’. Maka kutepuk sambutan telapak tangannya pertanda menerima tantangannya, kan lumayan tuh dapet pulsa seratus ribu.

“Oke deal ya...yuk sekarang ikut gua, dia pasti balik ke klinik, ayo mumpung hari Jumat lagi ga banyak orang.” ajaknya.

Aku mengikuti Indra ke klinik kampus dekat fakultas kedokteran, suasana hari Jumat tampak lenggang seperti biasanya. Kamipun tiba di depan klinik itu, Indra mengetuk pintunya.

“Masuk!” sahut suara wanita dari dalam sana.

“Ehh....kamu Ndra, ada perlu apa nih?” tanyanya ramah, ia sedang membaca dokumen medis di mejanya.

Sebagai gambaran, Dokter Lea ini adalah seorang wanita 30 tahun dengan rambut pendek sebahu, wajahnya yang imut dan murah senyum membuatnya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Aku sendiri agak tidak percaya ketika belakangan mengetahui usianya. Aku sih hanya sekedar tahu saja tentang dirinya, memang banyak yang bilang ia adalah dokter cantik, tapi tidak sampai kenal karena aku tidak pernah sakit sampai harus ke klinik kampus.

“Pagi Dok...mau medical check up nih!” sapa Indra, “ini teman saya Rico” ia memperkenalkan diriku.

“Rico” aku menjabat tangannya yang halus lalu duduk di depan mejanya bersama Indra, ia tersenyum manis sekali.

“Lagi ga sibuk kan Dok?” tanya Indra

“Gak kok, biasa hari gini emang sepi, yang mau medical check up kalian berdua nih?”

“Iyah Dok, saya aja dulu ya!” kata Indra

“Baik...yuk duduk di ranjang sana” Dokter Lea menutup map-nya dan berjalan ke arah ranjang pasien di pojok.




Indra mengikuti dari belakang, aku jadi makin penasaran apa yang akan dilakukannya, masa dia mau senekad itu memperkosa Dokter Lea? Beberapa langkah dari ranjang pasien, tiba-tiba Indra menarik lengan Dokter Lea dan membalikkan tubuhnya menghadap dirinya lalu didekapnya erat. Mulut Indra langsung nyosor mencium bibirnya.

“Ahhh...Dra! Kamu gila yah!” serunya sambil memalingkan muka melepaskan diri dari mulut Indra yang mulai nakal dan sudah mulai menciumi lehernya.

“Ah, dokter ini. Santai aja, dia member klub terbaru kok” sahut Indra enteng dan dengan sigap ia menyingkap rok span hitam Dokter Lea hingga terpampanglah paha mulus dokter cantik itu.

Segera setelah itu Indra mencumbunya habis-habisan sehingga Dokter Lea terlihat mulai enjoy dan akhirnya dia berkata,”Uhhh...dasar...bilang kek dari tadi, jadi ga usah jaim-jaiman!” suaranya nampak letih namun disertai oleh desahan nafsu yang menggelora terlebih saat tangan Indra mulai mengelusi pahanya yang indah itu.

Indra mengacungkan jari tengah dan telujuk padaku di belakang punggung Dokter Lea, mataku memancarkan kemenangan tanpa melepaskan ciumannya terhadap Dokter Lea. Selanjutnya ia menunjuk ke arah pintu dan memutar telapak tangan, aku yang terpana segera ke arah pintu dan menguncinya. Dengan dada berdebar-debar, aku pun menghampiri mereka. Kupeluk tubuh langsing Dokter Lea dari belakang. Tanganku meraba dadanya yang berukuran sedang, kuremas lembut buah dadanya sehingga ia menggeliat.

“Nah...kenalin Ric, Dokter Lea ini dulunya pernah ngekost di tempat kita, jadi dia ini alumni klub, jadi ga usah sungkan-sungkan sama beliau, ya ga Dok?” kata Indra sambil meremas payudara Dokter Lea yang satunya.

“Aahh...diem kamu Ndra, welcome to the club Ric, saya suka member baru, jadi ingin mengenal kamu lebih dalam” Dokter Lea menengokkan wajahnya menghadap wajahku dekat sekali, suaranya jadi basah dan penuh gairah.

Lengannya merengkuh leherku dan telapak tangannya mendorong kepalaku ke arah wajahnya. Bibir kami pun bertemu dan berpagutan panas. Tanganku mulai menyingkap ke atas kaos dibalik jas dokternya sehingga bra kremnya terekspos.

“Wow, sudah mahir yah kamu. Sudah pengalaman ya?” guraunya setelah melepas ciuman sambil meraba selangkanganku, tangan lentiknya meremas penisku sehingga semakin menegang saja.

“Belum Dok, baru pernah ML sama satu mantan sebelum gabung ke klub?” jawabku mengendus leher jenjangnya, aroma parfum berkelas terasa dari tubuhnya.

“Tapi begitu masuk langsung empat cewek dia sikat semua dalam sehari hehehe...” timpal Indra yang tangannya tengah mengelusi selangkangan Dokter Lea dari luar celana dalamnya.

“O ya....nafsu kamu gede juga ya!” kata Dokter Lea tersenyum nakal padaku, “yuk kita ke sana aja, capek dong berdiri terus gini!” ia mengajak kami ke ranjang pasien saja agar nyaman.




Kini ia pun duduk di pinggir ranjang diapit olehku dan Indra di sebelah kanannya. Aku terus menciumi wajah, bibir dan leher Dokter Lea, sementara Indra sudah melucuti bra-nya hingga terpampanglah kini kedua payudaranya yang bulat sedang dengan puting berwarna coklat itu. Desahan Dokter Lea semakin liar ketika lidahku menggelitiki lehernya yang jenjang dan Indra bergantian melumat dan meremasi payudaranya. Bibirku kembali memagut bibirnya, lidah kami langsung terlibat saling jilat dan belit dengan panas sementara tangan kiriku meremas payudara kanannya. Ia mengerang tertahan di sela percumbuan kami ketika tangan kiriku turun ke bawah dan mengelus-elus paha dan selangkangannya. Tubuhnya semakin menggeliat tak menentu dan nafasnya terasa semakin memburu. Indra naik ke ranjang dan membuka celananya, ia menyandarkan bantal pada tembok agar nyaman berselonjor di ranjang pasien

“Sepong dong Dok!” pintanya memegang penisnya untuk dilayani Dokter Lea, ukuran penis Indra ternyata tidak jauh beda dengan punyaku, standar cowok Asia lah.

Dokter cantik itu membaringkan diri menyamping di antara paha Indra, lalu mencium kepala penis Indra, batangnya dan akhirnya memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Tangan kirinya memegang batang penis temanku itu sambil bibir dan lidahnya terus melakukan aksinya. Secara alamiah, kedua tanganku bergerak melucuti rok spannya hingga lepas lalu disusul celana dalamnya. Kini ia telah telanjang bagian bawah, tinggal memakai atasan berupa kaos yang sudah tersingkap dan jas dokternya. Kuamati dengan nanar kewanitaan Dokter Lea, vaginanya ditumbuhi bulu yang tebal tapi teratur. Agaknya ia rajin merawatnya, sebab bulu-bulu itu dicukur rapi, belahannya nampak menggairahkan membuatku tak sabar untuk segera menikmatinya. Kuraba wilayah segitiga kenikmatan itu, jari-jariku mengusap-usap bibir vaginanya lalu kugerakkan keluar masuk ke belahannya.

“Auuwww, aaahhh, enak Ric … terusin ya!” desis Dokter Lea sambil menggeliatkan pinggulnya dengan indah.

Setelah beberapa saat mencucuk-cucuk vaginanya dengan jari sampai wanita cantik itu menggeliat-geliat, kini aku mendekatkan wajahku ke selangkangannya dan lidahku kujulurkan ke belahannya yang telah becek.

“Ooooohhhh…!” desahnya sambil mempercepat gerakan mulutnya terhadap penis Indra.

Jariku membuka vaginanya hingga klitorisnya terlihat. Kuciumi biji kecil itu sambil sesekali melakuan gerakan menyedot. Bagian sensitif itu sudah tegang sebesar biji kacang hijau. Indah sekali bentuknya, apalagi ketika kukuakkan labianya bagian atas klitorisnya. Kedua labianya kupegang dengan kedua tanganku dan kubuka lebar-lebar lalu dengan lembut kujulurkan lidahku menusuk makin dalam ke vaginanya.




“Aaaaaahhhhhh ….Ric pinter juga ya kamu!” Dokter Lea berusaha mengendalikan erangannya namun sesekali suaranya meninggi tanpa terkendali.

Aku melakukan gerakan mencium, menjilat, menusuk, menyedot secara bergantian, bahkan tak urung kuisap klitoris dan kedua labianya secara bergantian, hingga erangan dan rintihannya semakin keras.

“Ahhh, yes...eeemmm!” Indra yang sedang dioral penisnya juga meracau tak karuan.

Kepala Dokter Lea naik turun mengoral penis temanku. Tangan Indra tidak tinggal diam, ia meremas-remas payudara Dokter Lea dan memilin-milin putingnya.

Cairan kewanitaan Dokter Lea keluar semakin banyak saja. Kusedot dan kutelan cairan bening itu dengan nikmatnya, gurih rasanya. Tangan kanannya kini memegang belakang kepalaku dan menekankannya kuat-kuat ke selangkangannya sambil menggeliat-geliat seksi. Agaknya ia sudah orgasme. Kurasakan aliran cairan menyembur dari dalam vaginanya yang langsung kuseruput seluruhnya dengan bernafsu. Ia menolakkan kepalaku, mungkin merasa jengah karena kuisap seluruh cairannya, tanpa mau menyisakan sedikit pun. Aku tidak mengikuti perlakuannya, tapi terus menekan wajahku menjilati sisa cairan orgasmenya yang masih berleleran. Aku masih melumat vagina Dokter Lea ketika ia mengangkat wajahku lalu mencium bibirku.

“Good start Ric, mantap!” pujinya

Kulihat Indra terpengaruh atas orgasme Dokter Lea

“Sekarang aja ya Dok, saya belum dapet nih!” ajaknya

“Aaahh...oke, tapi saya masih capek sih, jadi di bawah ya,” Dokter Lea menelentangkan dirinya di ranjang tersebut setelah sebelumnya melepaskan jas dokter, kaos dan bra nya hingga bugil total.

“Ric...tolong taro di kursi situ aja!” pintanya padaku

Aku pun melakukan permintaannya, sekalian aku melepas celana dan celana dalam lalu kuletakkan di dekat pakaiannya. Setelah itu aku kembali ke ranjang tempat peraduan kami. Indra telah mengambil posisi di antara paha Dokter Lea dan menggesek-gesekkan penisnya ke bibir vagina dokter cantik itu. Dokter Lea nampak naik lagi birahinya atas perlakuan Indra. Indra menekan penisnya hinggga melesak semakin dalam ke dalam vagina dokter itu. Dokter Lea sendiri menyambutnya dengan membuka lebar-lebar pahanya. Kedua kakinya dipentang dan dipegang oleh kedua tangan Indra. Dokter Lea lalu mengisyaratkan aku mendekatinya. Aku pun naik ke dadanya dan tangannya langsung meraih penisku.




“Keras nih...kayanya ga bakal mengecewakan, hihi...!” komentarnya.

“Ga bakal Dok, jaminan mutu boleh dicoba!” timpalku.

“Emangnya baygon, jaminan mutu!” ia mulai mengocok penisku pelan.

Sambil menyentuh penisku, perlahan-lahan ia dekatkan wajahnya ke arah pahaku dan menjilat kepala penisku.

“Eeemmm...sedap Dok!!” desahku nikmat.

Dokter Lea semakin liar bergerak menikmati tusukan penis Indra sambil melumat penisku. Kedua tanganku tidak mau tinggal diam dan meremas-remas kedua payudaranya dengan putingnya yang semakin mengeras itu. Genjotan penis Indra kulihat semakin kencang dan itu berpengaruh pada semakin kuatnya Dokter Lea menghisap penisku. Kurasakan kepala penisku menekan ujung tenggorokannya, tapi wanita ini tidak peduli, ia sepertinya sudah ahli soal beginian, air liurnya menetes di sela-sela bibirnya yang tak kenal lelah mengoral penisku. Bahkan ketika seluruh penisku ia telan, lidahnya mengait-ngait lubang kencingku, rasanya agak panas, tapi geli bercampur nikmat. Aku ikut merintih tanpa kusadari. Plok...plokkk...plok....suara penis Indra keluar masuk semakin cepat. Penisku disedot kuat-kuat oleh Dokter Lea sehingga tanganku pun makin gemas meremas payudaranya.

“Ahhh, saya mau keluar Dok...yessshhh!” erang Indra ngos-ngosan




“Sama Dra...bareng ya? Oooohhhh, akkhhh … enak gilaa... yang dalam... aaauhhggghhhhh!!” rintih Dokter Lea semakin tinggi.

Desah orgasme Dokter Lea tak tertahankan ketika dengan hebatnya penis Indra menghunjam dengan cepat dan berhenti saat orgasmenya pun menjelang. Kedua pahanya menjepit pinggul temanku sementara mulutnya menelan penisku hingga ujungnya kurasakan menekan tekak tenggorokannya. Kuperhatikan tubuh wanita ini yang indah bergetar-getar beberapa saat. Aku menengok ke belakang, tubuh Indra pun menegang otot-ototnya sambil terus menusukkan penisnya lebih dalam. Aku turun melepaskan diri dari Dokter Lea agar ia lebih menikmati orgasmenya dengan utuh dan mengambil tempat duduk di pinggir ranjang. Indra menghempaskan tubuh di atas tubuh Dokter Lea, sementara kedua tangan wanita itu memeluk temanku. Kuamati mereka berpelukan sambil bertindihan menikmati gelombang orgasme yang makin menyurut.

Tak lama kemudian, Dokter Lea berkata dari balik himpitan tubuh Indra, “Sekarang giliranmu ya Ric...yuk cepet mumpung masih jam jumatan nih, masih sepi!”

“Nggak apa-apa Dok, santai aja. Saya kan cuma nemenin Indra aja,” aku berbasa-basi

“Jangan gitu dong” Dokter Lea menolakkan tubuh Indra dan turun dari ranjang lalu mendekatiku. “kamu kan pendatang baru, masa saya belum memberi sambutan ke kamu” ia cium bibirku lembut sambil melingkarkan kedua tangannya ke leherku.

“Nah, sekarang kamu berbaring aja di ranjang” suruhnya padaku, “Dra kamu turun dulu, sempit ranjangnya tuh!”

Indra hanya mengangguk dan turun dari ranjang yang sebenarnya hanya muat satu orang itu untuk membiarkanku naik

“Giliranlu bro....enjoy!” katanya menepuk lenganku ketika aku hendak membaringkan diri.

Dokter Lea naik ke atas penisku lalu ia membuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Rambut-rambut halus vaginanya memberikan nuansa romantis yang tak terlukiskan ketika bersentuhan dengan kepala penisku. Tubuh Dokter Lea benar-benar seindah pualam. Geliatnya begitu erotis, membuat pria manapun takkan mampu menguasai diri untuk tidak menyetubuhinya dalam keadaan begitu rupa.




“Ayo Ric, ga usah malu-malu gitu, tiap member orgy club ga perlu sungkan soal ginian” rayu Dokter Lea sambil mengelus rambutku, kuamati wajahnya dari dekat, benar-benar cantik, di balik wajah wanita berintelektual tinggi ini ternyata mengandung gairah yang tinggi, payudaranya bersentuhan dengan dadaku

Tanganku mengelus-elus lengan dan perutnya. Ia menarik pergelangan tanganku agar mengelus dan meremas payudaranya. Kini aku mulai beroperasi di bagian dadanya dan memainkan putingnya yang kembali mengeras akibat sentuhan jari-jariku. Kupilin-pilin putingnya dengan lembut dan kudekatkan mukaku ke payudaranya. Lidahku kujulurkan menjilati puting payudaranya memberinya sensasi geli, setelah itu kumasukkan putingnya ke dalam mulutku sambil melakukan gerakan menyedot.

“Ooogghh, ya, yahh, gitu enak Ric! ” desisnya

Disemangati begitu, kedua payudaranya makin kuremas sambil terus mengisap, memilin, menyedot putingnya dengan gerakan bervariasi, kadang-kadang lembut, kadang ganas, hingga pemiliknya menggeliat-geliat nikmat. Kurasakan tangannya yang lembut meraih penisku dan menyentuhkan kepalanya pada bibir vaginanya. Ia menggelinjang-gelinjang antara geli dan nikmat.

“Ooouggghh, kita mulai aja yahh! Udah ga tahan nih” erangnya.

Aku mengiyakan saja mengikuti permintaannya, ia terus memainkan penisku menggesek klitorisnya hingga kurasakan semakin tegang ditekan oleh kepala penisku. Ia menurunkan tubuhnya setelah bibir vaginanya tepat pada kepala penisku

“Eeemmmhh...” lenguhnya merasakan penetrasi penisku pada vaginanya

Secara perlahan ia mulai menaik-turunkan pinggulnya menyambut masuknya penisku yang melesak makin ke dalam.

Indra memandang ke arahku sambil tersenyum. Kini ia berdiri di samping ranjang dan meraih payudara Dokter Lea dan mengenyotnya.

“Aaaahhh …… ” erang Dokter Lea lagi, tangannya memeluk kepala Indra yang menyusu darinya.

Gerakannya menaik turunkan tubuh di atas penisku berlangsung dengan ritme pelan, tetapi kadang-kadang ia menyelinginya dengan gerakan cepat dan dalam. Rintihan nikmat terdengar dari mulutnya

“Oohh...yahh...enak...isep Dra, isep yang kuat!”

Pinggulnya sesekali berputar sehingga penisku seperti sedang mengaduk. Semakin lama gerakan pinggulnya makin tak menentu. Aku sendiri terkadang aktif menggerakkan pinggulku sehingga penisku semakin menghantam-hantam vaginanya. Seiring gerakanku makin bertenaga, desahannya pun makin kuat mengarah pada jeritan, namun ia masih berusaha meredamnya dengan menggigit bibir atau jarinya sendiri. Dengan beberapa kali hentakan ke atas kubuat tubuh Dokter Lea semakin bergetar, kurasa sebentar lagi ia segera menggapai puncak kenikmatan.

“Ric, terusin ….udah mau nih, ooohh!” ia menggeram sambil menyentak-nyentakkan tubuhnya semakin cepat.

Jari-jari tangannya memeluk punggung Indra dengan erat. Dinding vaginanya semakin berdenyut-denyut memijati penisku, sentakannya kadang membuat buah pelirku ngilu tapi perasaan itu bercampur dengan kenikmatan luar biasa. Kurasakan guyuran cairan kewanitaannya membasahi penisku sedemikian rupa hingga tak kuasa kubendung luapan spermaku memasuki rongga vaginanya.

“Dokter....!!! ngecrot nih!” desahku sambil meremas payudaranya

Ia pun akhirnya ambruk menindihku setelah Indra melepaskan pelukannya. Kuciumi bibirnya rapat-rapat dan ia pun menyambut ciumanku. Kurasakan bibir kami berdua agak dingin, sebab aliran darah kami seakan-akan terdesak ke bagian bawah. Kedua belah pahanya menjepit kedua pahaku dengan kuatnya dan jepitan vaginanya seolah-olah ingin mematahkan batang penisku. Dinding vaginanya masih berdenyut-denyut memilin penisku.Beberapa kali aku mendorong tubuhnya tapi ia tak mengijinkan tubuhku meninggalkan tubuhnya.

“Buru-buru amat? Peluk aku Ric...saya suka diberi kehangatan!” katanya.

Mulutnya masih terus menciumi mulutku hingga bibir kami kembali berpagutan dan lidahnya masuk rongga mulutku menggapai langit-langit mulutku. Kulakukan hal yang sama bergantian dengannya. Cairan orgasme kami mengalir di selangkanganku, juga kuperhatikan membasahi wilayah kewanitaannya. Penisku menyusut setelah melakukan tugasnya dengan baik. Aku melepaskan diri dari pelukannya dan berbaring di sebelah sebelah kiri tubuhnya Sungguh sensasi yang terlukiskan nikmatnya. Lama kami berpelukan dalam posisi berdekapan. Elusan jari-jari Dokter Lea di tubuhku membuatku tak habis pikir, betapa dahsyat permainan wanita ini. Ia memiliki kekuatan melawan dua pria sekaligus.




“Oh gitu...jadi akhir minggu ini kalian bakal party bulanan?” Dokter Lea telah berbenah diri dan duduk di belakang meja kerjanya.

“Iya Dok, kalau bisa dateng dong ya...sejak member setahun lalu baru pernah sekali ketemu dokter di party loh saya!” kata Indra

“Ya gimana ya...maaf sekali, bukannya ga kepingin, tapi tuntutan profesi, jadwal padat...yang kali ini juga gak bisa keliatannya, ada shift malam di rumah sakit” ujar Dokter Lea tersenyum, “tapi kalau kalian mau datang ke rumah sakit, welcome banget kok saya...jam malem gitu kadang enak ada yang nemenin” lanjutnya.

“Yah...pengennya sih dokter ke party, ya udah deh....oke kita cabut dulu ya dok! Tar lagi ada kuliah lagi” pamit Indra setelah melihat jam tangan.

“Yuk Dok, kita pamit dulu, sampai nanti ya!” aku juga pamitan.

“Oke bye-bye guys” Dokter Lea bangkit dan mengantar kami ke pintu.

“Wei...ngehe lo...ga bilang-bilang kalau Dokter Lea ex-member!” aku menonjok pelan lengan Indra yang tertawa menang atas diriku.

“Huehehehe...ya salah lu juga ga nyelidikin dulu malah langsung main ketawain gua” katanya, “terus gimana nih taruhannya Ric?”

“Oke...oke gua isiin pulsa lu nanti, lu emang partner in mupeng sejati hahaha....” aku merangkul pundaknya dan berjalan meninggalkan gedung itu.

Tidak apa deh membayarkan pulsa 100ribu untuk temanku ini juga, tidak ada artinya dibandingkan bisa mendapat pasangan seks baru, Dokter Lea yang cantik dan montok itu. Aku dan Indra sedikit berlari memasuki ruang kuliah karena kami sudah agak terlambat. Untunglah Bu Tri yang galak itu belum menutup pintu sehingga kami masih boleh masuk kelas. Satu setengah jam ke depan aku mengikuti kuliah ini seperti biasa. Seusai mata kuliah ini, Indra meninggalkanku karena ada urusan, sedangkan aku masih harus menunggu karena masih ada kuliah berikutnya satu setengah jam lagi. Aku bermaksud menunggu di perpustakaan sambil baca-baca, saat berjalan ke sana aku melewati taman kampus dan bertemu lagi dengan Dokter Lea. Ia sedang bersama seorang bocah laki-laki yang memakai baju seragam taman kanak-kanak yang letaknya tidak jauh dari kampus ini. Anak itu berlari-lari di dekatnya dengan membawa robot-robotan sambil disuapi oleh seorang baby sitter yang sibuk mengejar-ngejarnya.

“Siang Dok!” sapaku menghampirinya, ia juga membalas hai dengan senyuman, “sama keponakan? Atau pasien?”

“Ooh bukan...anak” jawabnya, “Albert! Come here, say hello to uncle!” panggilnya pada anak itu.




“Hah! Anak!?” aku tersentak dalam hati, tidak kusangka Dokter Lea ternyata sudah punya anak sebesar ini, padahal masih terlihat begitu muda dan ramping, selain itu rasa vaginanya juga masih seperti wanita yang belum pernah melahirkan, hampir tidak percaya aku dibuatnya.

“Hi Albert...hello!” aku mengulurkan tangan dan ia dengan malu-malu menjabat tanganku, kuperhatikan wajahnya memang ada kemiripan dengan ibunya, terutama mata dan hidung, wah...ternyata dokter satu ini memang MILF, yes...I like it!

“Pake Inggris ya omongnya?” tanyaku setelah anak itu kembali sibuk dengan mainannya.

“Ya campur lah, kan sekolahnya pake Inggris pengantarnya” jawab dokter cantik itu.

“Eeemm...iya emang sekarang banyak sekolah yang standar internasional ya...”

“Kamu masih ada kuliah ya Ric?” tanyanya

“Iya bentar lagi Dok, kan sekarang lagi tunggu...kalau dokter, kapan pulangnya?”

“Sebentar lagi, makanya dia kesini jadi sekalian pulang abis ini”

“Dijemput sama papanya Dok?”

“Papanya...” tiba-tiba air muka Dokter Lea berubah, “nggak...saya single parent kok”

“Ups...maaf Dok” aku merasa tidak enak karena sepertinya mengorek kehidupan pernikahannya yang kelihatannya tidak berjalan mulus.

“Hihihi maaf apaan sih...kamu gak salah apa-apa kok maaf” dia mulai tersenyum lagi.

Aku buru-buru mengalihkan topik pembicaraan, kami duduk di bangku batu dekat situ dan ngobrol. Dokter Lea ternyata teman ngobrol yang menyenangkan,sehingga kami cepat akrab seperti teman lama, padahal aku pada dasarnya bukan pria yang supel. Obrolan kami semakin seru, dia bercerita dan terus berkembang hingga tidak terasa setengah jam berlalu, Aroma tubuhnya harum membuat darah lelakiku bergolak keras apalagi mengingat kejadian tadi pagi bersamanya.

“Eeehhmmm...Dok, omong-omong tadi pagi puas ga?”aku beranikan diri aku mengajukan pertanyaan nakal dengan suara pelan

Dia terdiam beberapa saat dengan pandangan ke arah anaknya yang sedang bermain, wah...aku sudah berpikir jangan-jangan dia marah nih. Lalu dia menoleh ke arahku

“Ric...saya sudah tampar kamu...” ketika dia berkata begitu nafasku tertahan karena malu telah bertanya seperti itu, “kalau kamu bukan anggota klub”

Barulah aku lega mendengar kalimat lanjutannya itu.

“Tapi saya kan udah anggota Dok, jadi gimana?”

“Hussshh....jangan omong macem-macem ah, disini ada anak saya tau”

“Kalau di ruang praktek boleh Dok?”

“Saya udah mau pulang Ric” jawabnya enteng, “tapi sebelumnya mau beres-beres dulu, kalau mau bantu saya yuk kita kesana”

Saat itu Albert sudah menghabiskan makannya dan berlari ke arah mamanya dengan manja.

“Albert, you play here for a while ok, mom will be back soon!” kata Dokter Lea sambil berjongkok dan memegang kedua pundak buah hatinya itu, “Sus, main-main aja deket sini, saya mau beres-beres dulu!”

“Iya Bu!” sahut si babysitter, “yuk sini Bert!”

“Yuk Ric...kita bicara di dalam aja!” ajak Dokter Lea setelah mengecup pipi anaknya.

“Albert bye-bye!” kataku pada anak itu yang dibalas senyumannya.

Iblis dalam diriku juga berkata, “I’m going to fuck your Mom for a while Boy...hehehehe!”

Aku mengikuti Dokter Lea yang sudah mendahuluiku di depan. Aku suka MILF satu ini, gaya pancingannya bener-bener cool.




“Kunci pintunya” perintahnya seraya berjalan ke arah jendela dan menutup tirai setengahnya.

Begitu berbalik badan setelah mengunci pintu, Dokter Lea langsung memelukku erat sekali.

“Uuuffff...Dok …”

Tanpa banyak babibu lagi bibir kami langsung berpagutan. Lidahnya yang lincah dan ahli langsung menelusuri rongga-ronga mulutku. Tangannya turun ke bawah mengelusi selangkanganku yang sudah menggeliat dari balik celanaku. Kali ini ia menunjukkan sisi agresifnya dibanding ketika pertama bercinta beberapa jam yang lalu. Sambil masih berpelukan, aku menggeser tubuhnya menuju ke mejanya. Ia menaikkan pantatnya pada tepian meja, matanya menatapku tajam, menantang dan penuh nafsu. Aku tak tahan lagi, kusingkap kaos di balik jas dokternya hingga tampaklah kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak tertutup bra krem. Gumpalan itu tampak lebih menonjol, karena posisi dadanya agak membusung. Kemudian kunaikkan juga kedua cup bra itu sehingga sepasang buah dadanya yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang gunung indah itu dengan mulutku.

“Ooohhh...Ric!” Dokter Lea merintih keenakan ketika kujilati dan kukenyot putingnya.

Aku sadar harus main quickie karena waktu tidak banyak, maka sambil mengeksplorasi payudaranya dengan mulutku, tanganku yang satu membuka celanaku dibantu tangannya. Ia sudah terlebih dahulu mengeluarkan penisku sebelum aku sempat menurunkan celana dalamku membuatku makin tegang aja. Lalu, dengan perlahan dia membantu menurunkan celana dalamku. Celana panjangku telah melorot jatuh ke lantai dan celana dalamku menyangkut di pahaku, penisku sudah mengacung tegak di depan Dokter Lea, ibu muda yang cantik dan sexy itu.

“Kamu yang ajak, jadi awas kalau ga memuaskan ya!” katanya sambil menatap penisku.

“Beres Dok, dijamin!” sahutku sambil menyingkap roknya dan menarik lepas celana dalamnya.

Celana dalam itu pun terlepas dan kuletakkan di meja itu. Dokter Lea membuka kakinya lebih lebar, klitnya pun semakin terlihat jelas, merah jambu dan berlendir, siap untuk ditusuk. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang membuka dan kami berciuman lagi. Tangan kananku membimbing penisku mencari lubang sasarannya, akhirnya kepala penisku menempel pada bibir vaginanya yang basah dan mulai kutekan.




“Uuuuuhhhhhh....eeemmmhhh!” rintihnya, padahal baru kepala penisku saja yang masuk..

“Ouufff ...pelan please!” ia menahan dadaku ketika aku menekan lebih keras.

“Oh...maaf Dok! Sori terlalu nafsu”

Aku coba lebih lembut, menusuk pelan-pelan tapi pasti sampai akhirnya penisku tenggelam seluruhnya. Vaginanya memang sungguh sempit, gesekannya amat terasa di batang penisku.

“Eeeehhmmm....enak Dok, sempit, padahal kan Dokter dah punya anak!” kataku sambil menggenjot dengan tempo sedang.

“Aaahh....aaahh...saya kan dulu sesar!”

“Oohh...pantes masih legit hehehehe....”

Tempo genjotanku pun kunaikkan sampai mejanya berderit-derit setiap aku melakukan gerakan menusuk.

“Uuuhh....Ric...kamu sadar siapa yang lagi kamu entot ini? Saya dokter kampus, ibu dari seorang anak! Ini hubungan terlarang...berani-beraninya kamu!” katanya sambil menatapku dengan matanya yang sayu.

“Tapi kan dokter anggota klub...jadi bebas dong ya ga?” kataku sambil terus menggenjot vaginanya sampai ia tidak bisa menahan erangannya sehingga harus menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Aku menyingkirkan telapak tangannya dan memagut bibirnya sehingga erangannya teredam. Ketika kurasakan gelombang klimaks itu akan tiba, saatnya mempercepat pompaan. Penisku makin berdenyut-denyut siap memuntahkan sperma. Ketika hendak mencabut penis untuk dikeluarkan di luar guna menghindari ‘kecelakaan’ sepasang kakinya menjepitku menahanku mencabut penisku, tangannya juga memelukku semakin erat saja. Karena memang aku tak mampu menahan lagi, kusemprotkan kuat-kuat spernaku ke dalam vaginanya, sambil mengejang dan melenguh. Dia juga mencapai orgasmenya tidak lama setelah aku sehingga kurasakan kehangatan di bawah sana, cairan orgame kami sudah pasti membasahi meja di bawahnya. Tak lama kemudian, tubuh kami melemas saling berpelukan. Kami dapat merasakan dengus nafas masing-masing yang ngos-ngosan.




“Thanks ya Ric…singkat tapi puas!” kata Dokter Lea sambil membelai pipiku.

“Oh masa?“

“Iya bener...kamu hebat mainnya”

“Ah...Dokter terlalu muji deh, saya biasa aja kok, malah masih kalah liar dibanding dokter”

“Kamu tau Ric, profesi saya menuntut kedisplinan dan ketelitian, ditambah peran sebagai single parent, itu semua gak mudah, stress udah hal biasa” curhatnya sambil mengelus-elus dadaku, “suami gak punya, pacar juga yah setidaknya belum dulu sampai sekarang ini, karena itu Ric, kalau lagi ada waktu senggang di luar itu saya sangat menikmati peran saya sebagai...wanita nakal...yah sangat nakal, dimana saya bisa mengekspresikan hasrat sebebas-bebasnya. Di klub inilah saya menemukan yang saya perlukan, bukan sekedar seks, tapi juga teman”

Tiba-tiba terdengar suara pesan masuk, Dokter Lea mengambil BB dari kantong jas dokternya dan membaca pesan itu.

“Sepertinya kita harus udahan dulu, kamu juga sebentar lagi kuliah kan?” ia melepaskan diri dari dekapanku dan turun dari meja.

“Wah mejanya jadi basah Dok!” aku hendak mengambil tissue untuk membersihkan cairan hasil persetubuhan kami yang berleleran di tepi meja.

“Gapapa Ric, tar saya bersihin, kamu mending cepet beres-beres biar gak telat!” katanya sambil berbenah diri, ia mengambil celana dalamnya di atas meja dan memakainya kembali.

“Lain kali kalau senggang kita bisa main lagi ok” katanya tersenyum “oh ya...saya pakai IUD, jadi feel free aja kalau kita ML”

“Oh gitu”

“Yup...satu anak aja udah cukup repot, jangan sampai tambah lagi, setidaknya belum dulu sampai saat ini” katanya lagi, “terus...ini kartu nama saya!" ia mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan menyodorkannya kepadaku.

Kuterima kartu nama itu. Tertulis nama lengkap beserta gelarnya, Dr. Lea Kumalasari Sp. PD-KGH, di bawahnya tertera rumah sakit tempatnya bekerja dan juga alamat rumah dan nomor HP.

“Spesialis penyakit dalam...KGH nya apaan Dok?”

“Konsultan Ginjal Hipertensi” jawabnya, “O ya, salam buat anak-anak di kost ya!”

“Oke deh...dokter juga kapan-kapan main ke kost dong, ya...ya...!!” godaku sambil memeluk tubuhnya.

“Kamu ini, kan udah saya bilang jadwal saya padat, harus urus anak juga...tapi kalau ada waktu saya coba ke sana sekalian nostalgia!” ia mendorong dadaku pelan dan berjalan ke arah pintu, “O iya, Amel masih kost di situ kan Ric?”

“Amel...mata gede, rambut panjang sedada itu?” aku mencoba memastikan.

“Iya...dia kayanya angkatan kamu deh”

“Masih kok, angkatan atas saya itu sih Dok” jawabku, “emang ada apa sama dia Dok?”

“Ngga...cuma tanya, salam aja buat dia” katanya

“Ya udah deh, saya kuliah dulu ya Dok....dadah” aku pamitan sambil mencium ringan bibirnya dan meninggalkan ruang klinik kampus dengan hati puas.









Amelia





Sungguh hari yang menyenangkan, aku menuju ruang kuliah dengan hati puas. Beberapa orang sudah menunggu di kelas ketika aku tiba. Setelah menyapa beberapa orang aku mencari tempat duduk dekat jendela supaya dapat udara segar. Aku duduk lalu mengecek BB sambil menunggu si dosen datang.

“Hai kayanya senang banget hari ini!” sapa Amel yang tiba-tiba sudah di sebelah, ia menarik bangku kosong di sebelahku dan duduk di sana.

“Hehe...gokil juga nih” kataku lalu membacakan sebuah status lucu di facebook salah satu temanku.

“Bukannya senang karena kenal sama dokter cantik?” kata Amel lagi yang membuatku agak kaget, “romantis banget di taman tadi, gua kira lu bapaknya anak itu” lanjutnya dengan nada agak sinis seperti biasa.

“Oohhh....itu hehehe...Dokter Lea, itu Indra yang ngenalin, gak nyangka dia anggota klub juga ternyata” kataku, “kita sempat threesome tadi pagi, si Indra tuh yang mulai” aku memelankan suara.

“Wow...jadi sudah sejauh itu, ckk....ckkk...ckk...” ia geleng-geleng kepala.

“Eh iya, Dokter Lea juga titip salam ke kamu Mel, kayanya kalian kenal deket ya?”

“O thanks, tapi gua tolak salamnya!” katanya datar.

“Hah...ada apa emang di antara kalian Mel?” kayanya lu sinis banget nadanya daritadi,” ooo...gua tau, lu cemburu ya hahaha...!”

“Ihhh...apaan sih lu, ngapain juga cemburu ke lu?” wajahnya berubah masam, “please jangan omong sembarangan yah!”

“Eh, sori bukan maksud gitu, emang ada apa sebenernya antara kalian?”

“Ini urusan pribadi gua, sori gua pindah ke belakang, temen-temen gua udah dateng”, lalu ia berdiri meninggalkanku begitu saja.

Aku tiba-tiba jadi tidak enak melihat reaksinya, entah ada apa dengannya dan Dokter Lea, sepertinya ia tidak mau diajak bercanda soal ini. Tak lama kemudian dosen pun datang dan aku mengikuti kuliah seperti biasa, Amel tidak sedikitpun melihat ke arahku selama itu, nampaknya ia marah atau tersinggung padaku yang aku belum mengerti dimana salah kataku sampai dia begitu. Usai kuliah aku masih harus bertanya beberapa hal mengenai tugas pada dosen sementara Amel sudah keluar bareng teman-temannya sehingga aku pun kehilangan jejaknya. Setelah semua selesai, aku berjalan ke parkiran motor, hatiku sedikit galau, tidak enak pada Amel. Aku ingin segera pulang menemuinya di kost dan menjelaskan semuanya.

“Ehhh! Mel!” sapaku merasa senang melihatnya di tangga, “tadi itu...sori...!”

“Udahlah gua bukan mau omongin itu, cuma mau tanya lu ada kegiatan lagi ga?”

“Ga, mau pulang ini, napa emang?”

“Bisa anter gua Ric, ikutin aja petunjuk gua, jangan tanya-tanya dulu”

“Emm...oke, boleh, yuk!” aku agak heran juga dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah, tadi marah sekarang minta tolong.




Kami meluncur sampai ke sebuah daerah yang tidak terlalu jauh dari kampus, tapi aku baru pernah menginjakkan kaki ke sini, daerahnya agak menanjak, sepi, dan rumah-rumah di sana keren-keren.

“Ini sih daerah elit!” kataku dalam hati.

“Kita kemana nih Mel?” tanyaku penasaran.

“Depan sana belok kanan” katanya mengarahkan, sepanjang jalan ia tidak bicara apapun selain menunjukkan arah tujuan kami.

“Itu Ric, yang tingkat dua itu, yang ada pohon cemara di depannya!” katanya.

Akhirnya sampai juga kami di tujuan, sebuah rumah yang megah, letakknya lebih tinggi dibanding rumah lainnya. Amel turun dari motor dan memencet bel di sebelah gerbang.

“Rumah siapa nih Mel? Sodara? Temen?”

“Ngga...ini rumahnya om Dedy, di sini kita biasa ngadain arisan bulanan Ric, nanti lu juga diajak kok ke sini, nah sekarang gua ajak liat-liat dulu”

‘Oohh ya...wah baru tau gua Mel, bukannya setau gua mereka tinggalnya di kompleks deket kost kan?”

“Iya, yang satu ini juga, yang ini lebih berfungsinya ke arah guess house, kalau ada rekan bisnis atau famili mereka dateng biasa tempatin di sini sama ya itu you know lah...yang lain udah cerita kan, tapi kadang mereka tidur di sini juga kok” jelasnya tersenyum tipis.

“Aaah...Non Amel! Ayo Non masuk!” sahut seorang pria setengah baya bertopi yang datang membukakan gerbang.

Aku pun memasukkan motorku ke pekarangan rumah itu.

“Di sini gapapa Pak?” tanyaku.

“Iya gapapa situ aja” jawab pria berpostur pendek tersebut.

“Pak Iqbal...ini Rico, anggota baru...Ric ini Pak Iqbal, penjaga di sini” Amel memperkenalkan kami setelah aku mematikan mesin dan turun dari motor.

“Hehe...anggota baru yah Den” pria itu mengulurkan tangan padaku yang kusambut jabat tangannya, “kalau perlu apa-apa disini bilang Bapak aja yah!” katanya ramah.

“Pak, kita ke dalem dulu yah, ga ada siapa-siapa?” tanya Amel.

“Oh, silakan Non hehee...ga ada siapa-siapa kok hari ini”

“Yuk Ric!” Amel lantas meraih lenganku dan menuntunku ke pintu depan sementara aku masih mengagumi pekarangannya yang indah dan tertata rapi itu.









Pak Iqbal





“Eeennnggg...Non!” panggil Pak Iqbal, Amel pun membalik “anu...kan udah lama” tangannya tanpa malu-malu mengelus pantat Amel yang terbungkus celana jeansnya.

Amel melepaskan tanganku sejenak, lalu ia berpagutan bibir dengan pria itu dengan panasnya. Amel agar merendahkan tubuhnya karena ia lebih tinggi. Mereka beradu lidah di depanku tanpa risih, tangan pria tua itu menggerayangi payudara montok Amel dan pantatnya, adegan itu berlangsung sekitar 2-3menitan.

“Eemmhh...udah dulu ya Pak” Amel mendorong pelan pria itu ketika ia hendak menyingkap kaosnya, “gak sekarang, oke” katanya.

“Hehe...iya deh Non, Bapak ngerti, eh sori Den Rico, kangen soalnya udah lama ga ketemu Non Amel” kata pria itu cengengesan padaku, “silakan masuk aja”

“Dasar...muka ramah tapi mesum juga nih si tua!” omelku dalam hati, panas juga hatiku melihat adegan mereka tadi.

“Mau minum apa Den? Non?” tanyanya dengan tetap tersenyum

“Teh dingin aja Pak, mau apa Ric?”

“Ehh...apa ya, air dingin aja deh Pak, lagi panas nih”

Amel lalu mengajakku memasuki rumah itu. Betapa aku terkagum-kagum menyaksikan interior di dalamnya yang elegan itu. Sebuah piano di sudut, minibar lengkap dengan botol-botol minuman keras berkelas di lemari kacanya, beberapa patung bergaya Eropa maupun Oriental nampak di beberapa tempat memberi kesan eksotis. Di tengah ruangan terdapat satu set sofa lebar dan panjang serta televisi berlayar flat dan lebar dengan permadani berbulu di bawahnya. Wah...jadi disini biasanya diadakan arisan bulanan penghuni kost yang lebih tepatnya pesta Caligula itu, aku jadi tak sabar ingin segera bergabung dalam pesta tersebut.

“Mel, gapapa emang nyelonong masuk ke rumah orang gini?” tanyaku

“Kan gua udah bilang, disini lebih ke guess house, termasuk kita ini yang member orgy club.”

“Ohh gitu, ic...ic deh!” kataku sambil terus mengagumi rumah mewah ini.

“Terus, lu ajak gua ke sini mau apa emangnya Mel?” tanyaku

“Gua lagi pengen berenang” ia melangkah ke belakang membuka sebuah pintu kaca yang lebar, di luar sana terdapat sebuah kolam renang yang berukuran sedang, suasananya begitu teduh dan nyaman dengan pemandangan sekitar yang indah.

“Emang lu bawa baju renang Mel?”

Ia tersenyum dan berkata, “Baju renang? Siapa yang butuh?” habis berkata ia mulai membuka celana panjangnya, kemudian kaosnya.




Aku terpana melihatnya melucuti satu demi satu pakaiannya di hadapanku, ia lemparkan bra krem dan celana dalamnya padaku dan tersenyum melihat reaksiku. Kini ia tidak mengenakan apapun lagi, tubuh polos itu sungguh ciptaan yang agung, sungguh indah.

“Skinny diping...pernah Ric?” aku menggeleng, “oke gua terjun dulu ya!” dengan santai ia menuju ke tepi kolam.

‘JBUR!’ ia menceburkan diri ke air, berenang hingga tengah, lalu berbalik badan ke arahku yang masih terpana.

“Ikutan ga? kok bengong kaya perjaka tingting gitu?” sahutnya.

“Oke...tunggu Mel, tunggu hehehe!” buru-buru aku melepaskan pakaianku hingga bugil dan ‘JBUR!’ aku menyusulnya masuk ke air.

Air kolam sungguh menyegarkan tubuhku setelah seharian kuliah dan di tengah cuaca agak panas ini. Aku segera berenang mengejarnya, ternyata Amel bagus juga berenangnya. Dengan gaya bebas ia dengan cepat mencapai ke ujung sana dan ketika aku hampir mencapainya ia menolakkan badan pada dinding kolam dan kembali berenang gaya bebas ke ujung yang lain.

“Aaaww.!!” jeritnya sambil tertawa-tawa ketika di tengah kolam aku berhasil menyusul dan kutangkap pergelangan kakinya, “Ric...aaahh...tenggelam nih....gglllpp!”

Kutarik tubuhnya turun ke bawah air, kami saling berguling-guling di dalam air. Dalam satu kesempatan aku berhasil memagut bibirnya. Kami pun bercumbu di bawah air selama beberapa saat hingga akhirnya karena kehabisan nafas, kami pun naik ke permukaan.

"Buaaaahhh...." kami ngos-ngosan mengambil udara segar, saat itu kami di daerah dimana air merendam tubuh kami hampir ke leher.

Kami tertawa-tawa dan saling menyiramkan air.

“Non...Den...minumnya Bapak taro sini ya, ini ada kripik singkong juga!” sahut Pak Iqbal dari seberang sehingga membuat kami menengok ke sana.

“Makasih ya Pak!” sahut kami pada pria setengah baya itu.

Pria itu lalu meninggalkan kami berdua di kolam renang. Kudekap tubuh Amel sehingga kami saling merapat satu sama lain. Kuusap rambutnya yang basah ke belakang sehingga dapat lebih jelas menatap wajahnya yang nampak lebih cantik di kala basah seperti ini. Mata kami saling bertatapan sekarang, 10 detik berlalu tanpa berkata-kata. Tatapan kami serasa makin kuat ada sesuatu yang ingin diucapkan dari tatapan mata kami. Kupeluk erat tubuhnya, kurasakan setiap inci kulit di tubuh kami menempel dan bergesekkan. Kehangatan tubuh lembut Amel mengaliri diriku, kurasa ia pun mengalami perasaan yang sama.

“Ric” ia pertama membuka suara

“Iya”

“Gimana kesan-kesan setelah gabung di club?”

“Hhhmm...gimana ya, awalnya pasti rada kaget lah, baru tau ada yang ginian di negeri ini, tapi sekarang mulai enjoy, banget malah”

“Jadi lu udah bisa bedain mana cinta mana seks sekarang?” tanyanya lagi.

“Hhhmm” aku mengangguk




Aku menundukan kepala dan mencium bibirnya yang dibalasnya dengan lembut. Lidahku menjilati bibirnya yang membuka perlahan

“Umhh.” Amel menggelinjang saat lidah kami mulai saling beradu.

Ia memiringkan sedikit posisi kepalanya, dan tangannya merangkul leherku. Ciuman kami pun semakin dalam dan penuh perasaan. Lidah kami saling belit dan bertukar ludah, sungguh nikmat rasanya. Sesekali aku memainkan lidah di rongga atas mulutnya, ia meresponnya dengan menjulurkan lidahnya dan menggesek bagian bawah lidahku. Kedua tanganku di dalam air berada aktif menjamahi tubuhnya. Kuremasi kedua buah pantat Amel dan tangaku yang satunya membelai punggungnya dengan lembut. Aku dapat merasakan gelinjangnya dalam pelukanku, ia juga merabai dadaku dengan jemarinya yang lentik. Percumbuan kami berlangsung cukup lama juga hingga akhirnya aku melepaskan bibir kami dan menatap matanya dalam-dalam.

“Mel...gua say...” kuutarakan isi hatiku padanya, namun sebelum selesai ia menempelkan dua jarinya di bibirku.

“Jangan ucapin itu Ric..please” katanya.

“Tapi ini...”

“Jangan Ric...gua udah dua kali mendapat kata itu atau apapun sinonimnya, lalu gua balas mereka seperti apa yang mereka katakan itu dengan tulus, tapi apa yang gua dapat akhirnya? Semuanya palsu! Mereka cuma mau tubuh gua, seudah dapet mereka bisa seenaknya cari perempuan lain atau duain gua” suaranya sengau seperti mau nangis, “di club juga bisa seenaknya mendapat tubuh, tapi ga perlu pakai cara yang menyakitkan seperti mereka, karena itu gua gabung dan mulai menikmatinya, gua ga butuh kemunafikan, gua ga butuh kata-kata gombal...” ia lalu memelukku erat, terdengar ia sesegukan di dekat telingaku.

Aku terdiam sesaat mencoba mengerti dirinya dan kuelus-elus punggungnya, aku baru sekali mengalami pengkhianatan cinta, ia sudah dua, aku tidak ingin jadi yang ketiga.

“Gua ngerti Mel, pacaran emang berisiko terluka, gini aja, kita bukan pacaran, tapi TTM-an, gimana?” kataku melepaskan pelukan dan memegang erat kedua lengannya, “ya bisa diartiin temen tapi mesra juga bisa teman tapi mesum, jadi sex is only sex, lu bebas sama siapa aja, gua juga gitu, tapi sisanya kita jalani seperti pacaran, kita saling ngasih perhatian khusus? Jadi kalau gua ga akan jadi yang ketiga seandainya kita gak cocok nanti, kita tetap teman seandainya harus pisah nanti tanpa harus meninggalkan luka di hati masing-masing”

Amel diam, matanya terus menatap mataku.

“Seperti Alex sama Sabrina atau seperti Kak Angel juga gitu kan, inget? Kan mereka juga kelihatannya bisa menjalankan” kataku melanjutkan, aku teringat pada Alex si freak itu, sebelum aku tahu semua di balik kost aku sudah merasakan kalau Alex punya hati terhadap Sabrina, walaupun orangnya cuek, beberapa kali aku melihatnya membeli makanan untuk Sabrina atau perhatian lain yang sepertinya sepele seperti bertanya sudah makan atau belum, bagaimana ujiannya tadi, juga pernah beberapa kali menjemput Sabrina dengan motornya. Sabrina juga bukannya tidak menyadari dan ia pernah mengatakan hal itu padaku, tapi mereka belum pacaran resmi, setelah menjadi member club barulah aku tahu hubungan mereka seperti itu.




“Gapapa Mel, lu ga perlu jawab sekarang kalau memang belum siap” aku membelai rambut basahnya melihatnya terdiam terus, aku tidak ingin membuatnya tersudut, “eh...minum dulu yuk, gua ambilin yah!” aku membalik badan hendak berenang ke tepi.

“Ric” ia memanggilku dan meraih lenganku, “lu mau jawaban kan?”

Ia melingkarkan lengannya ke leherku dan menciumku kembali. Kami pun kembali terlibat percumbuan dan saling berpelukan erat penuh perasaan. Tangan kanannya meraba penisku di bawah air. Sementara ciumanku merambat ke telinganya.

“Ahh.. Ric!!”

Setelah puas dengan telinganya, jilatanku mengarah ke lehernya. Tanganku meraih kedua lekukan lututnya lalu kuangkat sebatas dadaku sehingga ia melayang di air dengan payudara tepat di depan wajahku. Tanpa basa-basi lagi aku langsung melumat payudara kanannya,

“Eeemmhhh enak…teruss” desahnya

Kepala Amel mendongkak ke langit. Jilatanku dari bulatan payudaranya mengarah ke putingnya. Lidahku bermain-main di areolanya, lalu melahap putingnya. Kusentil-sentilkan lidahku di puting itu dan menghisapnya sehingga membuatnya semakin menggelinjang.

“Yess disitu… sedot terus, jangan berhentiii…. Uhhh…”

Mendapati respon seperti itu, aku pun semakin bernafsu. Kuhisap puting itu dengan gemas.

“Ke tepi yuk Mel!” kataku setelah puas menyusu selama beberapa saat sampai meninggalkan bekas cupangan pada payudaranya.

Amel mengangguk, aku pun menggendongnya dalam posisi yang masih sama ke tepi, ia melingkarkan tangannya pada leherku sebagai topangannya.

“Duduk Ric, santai aja, sekarang gua yang servis lu!” suruhnya, aku pun duduk dan menyandarkan punggung ke dinding kolam di daerah dangkal itu, “pernah disepong di air?” tanyanya dengan senyum nakal dan memegang penisku yang sudah tegang, aku menggeleng.

Tanpa banyak omong lagi ia masuk ke air dan menangkap penisku dengan mulutnya.

“Uuuuhh!” erangku merasakan penisku dikulum di bawah air sana.

Lumayan lama juga Amel bisa bertahan sampai akhirnya ia mengeluarkan kepalanya dari air dengan nafas sedikit ngos-ngosan.

“Lagi?” tawarnya dengan senyum nakal

“Iya dong, sip banget Mel!” pujiku.




Amel kembali masuk ke dalam dan mengoral penisku. Kunikmati pelayanannya sambil merem-melek dan bersandar santai. Penisku pun kembali tenggelam di mulutnya, terasa hangat dan basah. Amel mulai menggerakan kepalanya naik turun. dan bermain-main dengan kepala penisku. Lidahnya menyapu bagian bawah kepala penisku sehingga sensasi yang kurasakan sangat membius tubuh. Ia memasukan penisku lebih dalam lagi ke mulutnya. Kali ini ia di dalam air sedikit lebih lama dari sebelumnya.

“Wah kuat juga lu Mel” kataku setelah ia muncul ke permukaan.

“Udah yah...udah abis nafas nih” katanya sambil mengambil udara.

Kuraih tubuhnya dan ia duduk dalam dekapanku menyandarkan punggungnya ke dadaku. Kuciumi pundak dan lehernya, tanganku meremas lembut payudara dan menggerayangi tubuhnya. Amel memejamkan mata menikmati perlakuanku dan menggelinjang nikmat. Tangannya membelai wajahku dan tangan satunya meraih penisku. Perlahan ia mulai menggerakan tangannya dan mengocok penisku. Aku mulai terbang akan kenikmatan yang ia berikan padaku.

“Udah boleh gua masukin belum Mel?” tanyaku dekat telinganya.

“Eeemmm” ia mengangguk, “I want you Ric”

Ia menggerakkan tubuhnya menaiki penisku. Kurasakan kejantanku yang digenggamnya bersentuhan dengan kewanitaannya yang basah dan hangat dan mulai memasuki dirinya pelan-pelan. Setiap gerakan tubuhnya memberikan kenikmatan yang tak terlukiskan. Matanya setengah terpejam, mulutnya mengeluarkan desahan menggairahkan. Kami melakukannya dengan lembut dan penuh perasaan karena ini adalah hari jadian kami, kami tidak tergesa-gesa dan ingin menikmati setiap momen ini dengan kenangan indah. Amel bergerak naik turun di atas penisku, kadang memutar sehingga penisku serasa dipijat dan dipelintir. Rintihannya memancing gairahku naik semakin tinggi sehingga kulampiaskan ke payudaranya yang kuremas dan kupilin-pilin putingnya. Di tengah desahannya sesekali Amel menggumamkan namaku. Tangannya kini memeluk leherku dan sesekali membelai pipiku. Pergumulan kami berlangsung begitu lembut dan kami saling menghayatinya. Cukup lama juga kami berposisi seperti ini. Kurasakan genjotan Amel semakin tidak beraturan, kadang cepat dan kadang lambat pertanda sebentar lagi ia akan klimaks.

“Uhhh...gua…. amannn…. hari iniii… Ahhh….ahh….” ucapnya terbata-bata karena erangannya.




Kuraih dagunya dan ia menengok ke belakang, bibir kami bertemu kembali. Penisku berdenyut semakin cepat di antara himpitan dinding vaginanya. Aku merasa sebentar lagi akan keluar. Kusentakkan penisku dengan keras ke dalam vagina Amel. Vaginanya juga berkontraksi semakin cepat dan sesuatu yang hangat dan deras tiba-tiba menyelubungi penisku.

“Aaahh....aaaaaaa!! ia melepas ciuman dan mendesah sejadi-jadinya dengan tubuh menggelinjang

Aku menggeser tubuhnya ke depan sambil tetap kudekap, kini aku bertumpu pada lututku sehingga dapat lebih cepat memacu tubuhku dan segera menyusulnya ke puncak. Gerakanku yang makin cepat menciptakan gelombang riak di sekitar kami sampai akhirnya aku menyemburkan spermaku di rahimnya.

“Uuuugghhh...keluar Mel!” erangku saat mencapai klimaks.

Gerakanku semakin melemah hingga akhirnya penisku yang telah menyusut pun tercabut dari vaginanya. Aku ambruk bersandar di dinding kolam sambil memeluk tubuh Amel yang bersandar padaku. Hening...hanya terdengar suara nafas kami dan desiran air kolam dihembus angin. Kami menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja menerpa dengan saling membelai tubuh masing-masing. Tidak perlu kata-kata, setiap rabaan dan tatapan mata sudah berbicara dengan sendirinya. Bersatunya tubuh dan emosi membuat kami mengerti apa yang dirasakan pasangan masing-masing.

"Ric, lu menyesal kita jadi seperti ini? atau mungkin nanti?" Amel memecah keheningan yang terasa indah ini.

“Nggak Mel...terus terang, waktu dulu kita kerja kelompok itu, pernah terlintas dalam pikiran bahwa gua memang naksir lu. Cuma gua ngerasa ah mungkin perasaan sesaat tertarik ama penampilan fisik aja lah, lagian kan gua masih sama mantan gua dulu. Terus setelah gua ngekost di situ, kita makin sering ketemu, makin sering ngobrol, jujur aja Mel, di situ gua udah mulai ngerasa ada chemistry...” kueratkan genggaman pada tangannya, dan ia membalasnya juga, “cuma gua gak berani bertindak, masih trauma baru putus juga sih, lagian gua pengennya sih cewek yang lebih muda dari gua, jadi bagi gua lu itu seperti kakak atau temen, aneh sih emang sampai akhirnya gua ngerasa fall in...." lagi-lagi aku tidak dapat menyelesaikan kalimatku karena jari Amel sudah menutup bibirku dengan lembut.

“Don't say something you might regret it later, Ric", suara Amel terdengar lirih, "gua ngerti, dan gua juga ngerasain itu, tapi untuk saat ini....like you said, let us be only friend, but a very special friend"

Habis berkata Amel menarik wajahku ke arahnya sehingga bibir kami berpagutan, ia menciumku dengan lembut, penuh perasaan seakan-akan memberikan seluruh dirinya padaku melalui ciuman tersebut.

"Jangan bertanya-tanya lagi, Ric, biar waktu yang bicara, yang terjadi biarlah terjadi" bisik Amel di telingaku, kami berpelukan erat sekali sampai merasakan kehangatan tubuh masing-masing di tengah dinginnya air kolam.




"Omong-omong, gua haus nih, ah...eh..oh...terus dari tadi sih" Amel melepas pelukan dan tersenyum nakal, jarang-jarang ia tersenyum begitu.

“Eehh....gua aja Mel!” aku memegang lengannya ketika ia bangkit dan hendak menuju ke meja mengambil gelas kami.

Usai menghabiskan snack yang disediakan Pak Iqbal dan menghabiskan minuman kami, Amel mengajakku masuk kamar karena angin di sini mulai besar sehingga takut masuk angin. Setelah mengeringkan tubuh dengan handuk, Amel menggandeng tanganku ke lantai dua.

“Di sini Ric” katanya membuka pintu sebuah kamar.

Kamar itu cukup luas dengan didominasi wallpaper warna krem pada temboknya, sebuah ranjang king size di tengahnya lengkap dengan TV plasma, seperti kamar hotel saja nih. Amel membaringkan diri di tengah ranjang itu dan membuka kedua pahanya sehingga tampak belahan merah di tengah kerimbunan bulu-bulunya. Kugesek bibir kewataniaannya sedikit dengan ibu jariku, dan "Uh.." ia mendesah. Aku lalu menyusupkan kepalaku diantara kedua paha mulusnya, kubuka bibir kewanitaannya dan kujilati perlahan klitorisnya. Amel memegangi kepalaku dan mendesah keenakan

"Oh... Yah...aahh!”

Aku mulai menyedot dan menghisap vaginanya. Lidahku merasakan kedutan-kedutan dari wilayah sensitif itu, ia menjepit kepalaku lalu menuntun tanganku untuk mengerjai dadanya. Kuremas-remas perlahan payudaranya sambil menyedot-sedot klitorisnya perlahan, tangan Amel menjambak rambutku dan menekannya ke vaginanya.

Amel semakin keras meracau dan mendesah, "Terus Ric...terus...lebih dalem!!", ia menggelinjang keenakan dan menekan kepalaku ke vaginanya.

Kujilati klitorisnya, kumainkan lidahku di sana bergerak melingkar-lingkar, naik-turun, dan sesekali kusedot lembut klitorisnya serta gigitan kecil yang membuatnya sesekali menggeliat-geliat. Karena rangsangan lidahku vaginanya sebentar saja sudah kebajiran dan bibir vaginanya berkedut-kedut. Aroma khas kewanitaan tercium jelas olehku, sangat memabukkan dan merangsang. Lidahku masuk semakin dalam mengais-ngais vaginanya

Amel semakin merasakan arus listrik kenikmatan yang besar. Jilatanku kini lebih fokus pada titik sensitifnya, klitorisnya. Erangan Amel pun semakin menjadi-jadi yang membuatku semakin bernafsu menjilatnya. Kugigit lembut daging kecil itu, ia seperti meledak, dengan rasa nikmat yang ia peroleh. Kemudian kelanjutkan dengan jilatan-jilatan nakal di wilayah itu




“Oohhh Ric...bawa gua ke surgaaa” erang Amel semakin menggila, sepertinya ia sudah mau klimaks

Amel tidak bisa menahan lebih lama lagi. Kepalanya semakin mendongkak ke atas, tubuhnya semakin menggeliat, tangannya semakin menekan kepalaku dan kedua paha mulusnya semakin kepalaku.

“Aaaahhhhhh!!!” Amel berteriak, badanya bergetar hebat.

Vaginanya mengeluarkan cairan cinta yang langsung kuhisap. Setelah reda gelombang kenikmatan itu, ia melepaskan jepitannya dan tangannya, lalu terkulai lemas. Tampak peluh keluar dari keningnya, aku duduk di sampingnya yang masih mengangkangkan selangkangannya. Kuciumi ringan bibirnya dan kuremas-remas dadanya. Vaginanya nampak basah olah cairan kewanitaannya bercampur dengan liurku. Aku berguling ke samping sehingga menindih tubuhnya. Amel memeluk kepalaku dan mendorongnya ke wajahnya sehingga kami berciuman lagi.

“Ayo, mulai lagi dong!” ajaknya yang segera kuiyakan

Kedua tanganku membuka pahanya lebih lebar, penisnya berhenti di depan gerbang surganya.

“My angel….” bisikku di telinganya.

“Gua bukan angel Ric, angel ga punya nafsu, lu mau gua jadi makhluk kaya gitu?”

Kami tertawa sejenak, “tapi kalau terpancing terus dia akan punya Mel, seperti Lucifer contohnya”

“Oh berarti gua demon dong?” balasnya.

“Gak peduli lu angel atau demon Mel, atau apapun itu, gua akan tetap memilih lu”

“Oke deh...stop talking Ric, fuck me! Puasin gua, gua ga pernah sepuas hari ini”

“As you wish!” kataku seraya menekan penisku hingga melesak ke vaginanya yang sudah lembab dan basah membuatnya merintih dan memperat pelukannya. Kepala penisku terbenam sudah di kemaluannya, kutekan lagi agar semakin masuk.

“Awww....Ric!!” rintihnya

Kutarik pinggulku dan kudorong kembali. Gerakan itu kulakukan dengan lembut. Kedua tanganku memegang pinggulnya. Wajah Amel bersemu kemerahan menahan rangsangan. Aku pun semakin mempercepat gerakannya.

“Ahh… ahhh ahh…” erangan Amel semakin lama semakin menjadi, “masukin..sodok lebih keras… uuhh.”




Kurasakan penisku menggesek g-spot Amel sehingga ia semakin menggelinjang. Cukup lama aku menggenjot Amel dengan posisi ini hingga akhirnya...

“Ohhhh…gua maauuu keluarrrr…aaahh...aahh!”

Belum sempat ia melanjutkan desahannya, aku menggenjotnya semakin cepat. Tubuh Amel makin mengejang.

“AAAHHHH.... AHHHHH...Ric...!!!” erangan Amel begitu keras seakan tidak peduli suaranya mungkin terdengar sampai luar kamar.

Jepitan vaginanya semakin kuat dan berkedut. Aku terus menggenjot vaginanya, penisku merasakan siraman hangat dari dalam vaginanya. Aku baru menghentikan genjotanku ketika tubuhnya mulai melemas lagi untuk memberinya isttirahat sejenak setelah ia mendapatkan orgasme yang kesekian kalinya. Tubuh kami sudah dibasahi keringat, walaupun AC di kamar ini terasa sejuk. Sekitar 30 detik tubuh Amel bergetar lemah dan bagai tak sadarkan diri. Setelah istirahat sejenak, aku membalikan tubuh Amel. Kali ini kami melakukan dalam posisi doggy style. Kuperhatikan punggung Amel begitu mulus tanpa cacat, aku semakin bernafsu. Maka aku pun langsung memasukkan penisnku dan menggenjotnya dengan cepat.

“Uhhh yessssss….Yeesshhh Ric....yes.”

Kupegangi kedua tangan Amel sehingga kini ia hanya bertumpu pada kedua lututnya. Tusukanku semakin dalam dan vaginanya semakin erat mencengkram penisku, sungguh terasa nikmatnya. Setelah beberapa lama, aku melepaskan tangannya, lalu menampar bongkahan pantat Amel yang semok.

“AWW!!”

Amel merasakan perih dan nikmat dalam waktu yang bersamaan. Kali ini yang menjadi sasaranku adalah kedua payudaranya yang bebas menggantung, kedua puting Amel habis kukerjai dengan pelintiran, cubitan, dan gesekan sehingga ia semakin menggila. Tangan kiriku berpindah tempat menggesek klitorisnya. Tubuhnya makin menggelinjang, kurasa ia akan segera kembali klimaks. Tubuhnya ambruk, tangannya tidak kuat menahan. Benar saja, vaginanya berkontraksi lebih cepat dan mengeluarkan semprotan di dalam menyiram penisku.

“Aaaaahhh!” Amel menjerit lagi, tapi kali ini teriakannya tidak sekeras orgasme yang ia dapat sebelumnya.

Amel kembali diterpa gelombang orgasme, ia memejamkan matanya, punggungnya terlihat mengkilap karena keringatnya. Kutarik penisku hingga lepas dan kubalikan tubuhnya sehingga kembali ke posisi telentang. Kulihat nafasnya naik turun seirama dengan naik turun buah dadanya yang dihiasi oleh butiran-butiran keringat yang belum hilang meskipun dihembus oleh hawa AC yang sejuk.

"Ric, gua puas banget!" kata Angel merebahkan kepalanya di dadaku sambil memainkan putingku, “eh lu belum keluar ya Ric” tanyanya melihat penisku yang masih tegak.

“Gapapa Mel, soalnya lu keliatannya dah capek, gua ga mau egois lagian masih banyak waktu kan” kataku membelai rambutnya.

“Jangan gitu dong, kesannya gua berutang ke lu Ric, gini aja, lu tutup mata, nikmati cumbuanku, oke?"




Aku mengangguk dan memejamkan mataku, ternyata dengan mata terpejam terasa lebih nikmat sekali sapuan lidah Amel di seluruh tubuhku, mungkin karena konsentrasiku yang terpusat, apalagi saat jari tangannya yang lembut menggenggam senjataku dan mengocoknya dengan cepat. Aku semakin melayang setengah sadar, semakin lama kocokan tangan Amel pada penisku semakin cepat. Sambil terus mengocok, lidahnya yang basah dan hangat memainkan putingku. Seluruh pergelangan sendiku bagai tertarik dan telah mengumpul di ujung penis. Tidak sampai lima menit saat kocokan tangan Amel semakin cepat, dan ujung dadaku dihisap kuat, seluruh tubuhku bergetar kuat dan muncratlah spermaku, tidak banyak memang sehingga hanya membasahi tangan Amel. Ia beralih ke penisku dan mengulumnya hingga bersih, setelah itu ia menindih tubuhku.

“Sekarang puas kan?” tanyanya

“Puas banget Mel” jawabku mengelus rambutnya, mata kami saling bertatapan, kutatapi lama-lama sorot matanya yang lembut, aku merasakan sesuatu dalam sorotan mata itu, sebuah cinta...cinta yang aneh memang, membuka sebuah lembaran baru dalam kehidupan cinta dan seksku.

Dalam ngobrol-ngobrol pasca bercinta, kami saling menceritakan pengalaman cinta dan awal kehilangan keperawanan kami masing-masing. akhirnya Amel bercerita juga tentang kisah cintanya yang kandas,

“Dia seorang dokter muda Ric, lulusan dari kampus kita juga, mapan dan punya prospek cerah, kita saling cocok satu sama lain, dia udah ngenalin gua ke orang tuanya dan mereka juga welcome ke gua. Jadi gua yakin dialah yang akan menjadi pendamping gua kelak, waktu itu gua masih terlalu naif mengira mereka akrab cuma sebatas rekan kerja...”

“mereka?” tanyaku belum mengerti.

“Perempuan itu...sesama dokter, janda beranak satu yang ga tau diri itu” nada suara Amel terdengar sedikit emosi, “sampai akhirnya gua ngebaca SMS di hapenya terus minta penjelasannya, dari situ gua baru sadar kalau selama ini gua diduain”

Agaknya aku mulai mengerti apa yang terjadi antara Amel dan Dokter Lea. Terus terang aku ingin tahu lebih banyak, tapi kuurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut, takut ia marah lagi seperti tadi siang, mungkin nanti kalau waktunya tepat aku akan mendengar ceritanya lebih lanjut. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menghiburnya, kupeluk erat tubuhnya dan kucium dia dengan ciuman yang penuh kasih sayang, bukan nafsu semata. Tak lama setelah itu, kami pun tertidur berpelukan tanpa sehelai benangpun selain selimut lebar yang menutupi tubuh kami.




##########################




Aku terbangun ketika langit di luar sudah gelap, kulihat jam telah menunjukkan pukul 18.20. Amel sudah tidak di sampingku lagi, tapi di buffet samping ranjang ini sudah terletak segelas air putih. Dengan malas aku menggerakkan tubuhku yang masih terasa penat hingga duduk bersandar di kepala ranjang, lalu kuraih gelas itu dan kuteguk isinya hingga habis. Uuuhh...terasa lebih segar memang.

“Mel...Amel!!” kupanggil namanya namun tidak ada yang menyahut.

“Mana ya dia?” aku bergegas turun dari ranjang mencari sesuatu untuk menutupi tubuhku karena pakaianku semua masih di pinggir kolam.

Aku mendapati sebuah kimono di gantungan baju dekat kamar mandi. Kukenakan kimono itu dan keluar dari kamar untuk mencarinya. Baru saja hendak melangkah turun dari tangga, aku sudah mendengar suara desahan wanita dari ruang tamu. Dengan deg-degan aku mencari tempat mengintip dari tangga berbentuk melengkung itu. Mataku seperti mau copot melihat Pak Iqbal, penjaga rumah ini, tengah berlutut menjilat-jilat vagina Amel, jarinya juga menggesek dan mengorek-ngorek wilayah kewanitaan gadis yang baru jadian denganku itu. Saat itu Amel dalam posisi ngangkang di sofa dan mengenakan kimono pink tanpa dalaman apapun.

“Heeeegggghhh …. ssshhh …sssshhh…” kudengar Amel mendesis-desis dengan nafas memburu.

Tangan kiri Pak Iqbal bergerilya menyusup ke balik kimono Amel dan meremasi payudaranya. Amel tampak menikmati perlakuan Pak Iqbal dengan mata terpejam sambil meremas-remas rambut pria itu. Entah mengapa aku selalu menantikan saat-saat Amel digarap, dikerjai dan disetubuhi secara oleh orang lain terutama orang-orang kasar kelas bawah seperti Pak Iqbal. Tangan si penjaga rumah menarik lepas tali pinggang Amel sehingga kimono itu terbuka.

“Tiduran aja Non!” suruh pria itu sambil berdiri dan membuka celananya, penisnya yang sudah ereksi mengacung tegak begitu celananya dibuka.

Sedangkan Amel kini terbaring telentang di sofa dengan tubuh tinggal memakai kimono yang sudah terbuka itu. Pak Iqbal menindihkan tubuh kurusnya pada Amel yang sudah terbaring pasrah di sofa. Sambil memperbaiki posisi tubuhnya agar senyaman mungkin, lelaki tersebut dengan kedua tangannya membuka kaki Amel dan segera menempatkan badannya tepat berada di tengah, di antara kedua paha mulus Amel yang telah terkangkang itu. Dengan tangan kirinya memegang batang penisnya yang besar itu, lelaki tersebut mulai mengarahkan penisnya ke arah vagina Amel yang siap menyambutnya.




Begitu kepala penis bertemu dengan belahan bibir vagina luarnya, badan Amel nampak bergetar dan kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada sofa, desahan lirih terdengar dari mulutnya. Dengan perlahan-lahan Pak Iqbal mulai mendorong penisnya memasuki relung tubuh Amel yang paling sensitif itu. Seiring dengan masuknya penis Pak Iqbal, mata Amel terlihat membelakak dan rintihan nikmatnya terdengar jelas keluar dari mulut mungilnya. Pria itu menggerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan-lahan, sambil mulutnya mencium bibir ranum Amel. Tiba-tiba dengan suatu sentakan keras, pria itu menekan pinggulnya dan terus mendorong penisnya, sehingga terbenam seluruhnya ke dalam liang vagina Amel.

“Aaahhh!” terdengar jeritan halus kesakitan yang juga mungkin kenikmatan keluar dari mulut Amel.

Selanjutnya pelan-pelan pria itu mulai menggerakkan keluar masuk penisnya, sofa itu berderit-derit karena gerakan dan tekanan tubuh mereka. Kembali rintihan, desahan, dan lenguhan kenikmatan mereka terdengar memenuhi ruangan, semakin lama semakin keras. Tubuh Amel menggelinjang dalam dekapan Pak Iqbal, kadang-kadang terlihat ia mengangkat kepalanya, giginya menggigit bibir bawahnya menahan kenikmatan yang melanda seluruh tubuhnya, kadang-kadang dia menjerit kecil ketika si penjaga rumah menusuk dengan keras. Pak Iqbal semakin cepat menggoyang pantat kerempengnya dan Amel mendesis-desis tak karuan

“Enak Non? Non suka kan Bapak entot kaya gini?” tanya Pak Iqbal sambil terus memacu tubuhnya

“Enak Pak...enak bangetthh...aaaghhhh!”

Tak lama kemudian akhirnya Amel mengejang disertai erangan panjang serta pantatnya tersentak-sentak dan kedua kakinya mengejang kaku. Namun Pak Iqbal masih aktif mengeluar masukkan batang kemaluannya dalam tempo sedang. Terus terang, rasa cemburuku timbul saat melihat Amel bercinta dengan penjaga rumah yang sudah bangkotan itu, tetapi di satu sisi aku juga menikmatinya. Tidak tahan, tanganku memegang penisku yang sudah tegang sejak tadi. Lima menit berlalu pria itu menyenggamai Amel, perlahan-lahan dia melenguh makin tak karuan, gerakanya mulai tak beraturan apalagi Amel juga ikut menggoyangkan pantatnya. Akhirnya dengan satu lenguan panjang, Pak Iqbal memuntahkan seluruh spermanya di dalam vagina Amel. Dia berteriak histeris menikmati puncak orgasmenya.




Beberapa saat kemudian, goyangan mereka mereda dan berhenti, keduanya saling peluk, suara nafas mereka yang ngos-ngosan terdengar olehku. Amel lalu mendorong tubuh Pak Iqbal yang menindihnya, ia membenahi kimononya tapi tidak mengikat tali pinggangnya dan berjalan ke arah dispenser. Diambilnya gelas kosong lalu ia menuangkan air ke situ dan meminumnya. Saat itulah aku turun dari tangga menghampiri mereka. Kulihat reaksi mereka tidak terlalu kaget melihat kedatanganku.

“Hai!” sapaku

“Eh...Den Rico” sapa Pak Iqbal

“Udah bangun Ric?” Amel menengok ke samping dan meletakkan gelasnya.

Tanpa menjawab kuraih pinggangnya dan kubawa tubuhnya ke dekapanku, mata kami saling tatap tanpa berkata-kata, tanganku bergerak melepaskan kimononya dan kulempar ke atas meja ruang tamu. Amel telah bugil dalam dekapanku.

“Kenapa gak bangunin gua malah main duaan aja Mel?” tanyaku dengan menatap tajam matanya.

“Lu tidur lelap banget tadi, gua kasian bangunin lu, lagian kan kasian Pak Iqbal dari tadi cuma jadi penonton kita terus” jawabnya beradu tatapan denganku.

“Main duaan aja kan kurang seru, gimana kalau tigaan Mel” kataku lalu mengangkat tubuhnya.

“Aw Ric! Jahat lu, masa mau ngeroyok gua!” jeritnya manja.




Kuturunkan tubuhnya di sofa di samping Pak Iqbal dalam posisi duduk.

“Ayo Pak! Kita main bareng, jangan malu-malu!” ajakku penuh semangat, lalu melumat payudaranya.

“Hehehe...si aden suka main keroyok ya, Bapak sih ayo aja, udah ngaceng lagi nih!”

Sebentar saja tubuh telanjang Amel sudah digerayangi oleh tangan-tangan kami, lidahku dan Pak Iqbal juga bergerilya menjilati kulitnya yang putih mulus itu. Tangan keriput Pak Iqbal membelai-belai payudara Amel dan memberi tanda agar ia menaiki tubuhnya. Rupanya pria setengah baya ini minta dilayani lagi. Amel lalu menempatkan diri di atas tubuhnya. Mula-mula ia berjongkok di atas pinggang Pak Iqbal dan memasukkan penisnya dengan dibantu oleh tangan kanannya. Setelah penis tersebut masuk, perlahan-lahan ia menaik-turunkan tubuhnya di atas tubuh Pak Iqbal. Pria itu menyambut gerakan Amel sambil meremas-remas payudaranya. Beberapa saat kemudian Amel merebahkan tubuhnya di atas tubuh pria itu. Gerakan mereka semakin cepat, sesekali pantat Pak Iqbal terangkat ke atas, sementara Amel menurunkan tubuhnya dan menekan kuat-kuat hingga penis pria itu menancap dalam-dalam. Kuperhatikan bagaimana penis Pak Iqbal masuk keluar vagina Amel.

“Den Rico, tuh boolnya Non Amel kan nganggur tuch. Gimana kalau dimasuki kontol?” sahut Pak Iqbal

“Ya Ric, gua baru mau usul gitu. Tapi jangan kasar ya!” kata Amel.

Aku pun mengambil posisi. Perlahan-lahan kuelus-elus vagina Amel yang basah oleh cairannya. Jari-jariku kemudian mengarah ke pantatnya. Dengan cairan vaginanya kubasahi lubang belakangnya. Telunjuk jari kananku kumasukkan pelan-pelan ke sana.

“Yaaah gitu Ric, enak tuch…. Lebih dalam lagi!!! Ayoooo!!!!” desahnya dengan suara yang serak-serak basah karena dilanda nafsu.

Jariku masuk makin dalam ke pantatnya membuat gerakan tubuhnya semakin tak menentu. Dengan vaginanya dirojok penis Pak Iqbal dan jariku memasuki pantatnya, Amel berpacu menuju puncak kenikmatan.




“Ric, jangan cuman jari lu dong! Kontolnya juga... ayooo dong!!!” pintanya.

Sungguh gadis satu ini berbeda kalau sedang bercinta dengan kesehariannya yang terlihat alim. Kedua paha Amel kini berada di bagian luar paha si penjaga rumah, membuka lebar-lebar celah vaginanya bagi masuknya pria itu. Kuposisikan kedua pahaku menjepit paha Amel. Kepala penis kubalur dengan air ludahku dan kumasukkan perlahan-lahan ke liang belakang Amel. Mula-mula agak susah, sebab sempit, cairan kewanitaan dan air liurku cukup membantu dalam proses penetrasi anal itu.

“Sssshhhh, ohhhh Ric!” rintih Amel

“Sakit Mel?”tanyaku menghentikan gerakanku karena tidak tega melihatnya kesakitan.

“Rada...udah terusin aja, nanggung dong dicabut...ssshhh!” rintihnya.

Aku pun memasuk-keluarkan penisku ke dalam analnya dengan perlahan. Sedang dari bawah, penis Pak Iqbal masih merojok-rojok vaginanya dengan kecepatan pelan sambil menungguku penetrasi. Amel yang terhimpit berada di antara tubuhku dan si penjaga rumah melayani kami berdua sekaligus mengayuh biduk kenikmatan. Penisku kini telah menancap penuh di duburnya dan mulai bergerak maju-mundur perlahan. Gerakan Pak Iqbal semakin cepat, mungkin tak lama lagi ia akan orgasme. Amel pun semakin liar menggerakkan pinggul dan pinggangnya, apalagi di bawah sana Pak Iqbal menyusu pada payudaranya secara bergantian. Jeritan Amel yang begitu kuat seperti tadi kembali memenuhi ruang tamu. Inilah enaknya bercinta di rumah besar dengan lingkungan sepi seperti ini, suara rintihan dan jeritan kami dari dalam sini takkan terdengar keluar sehingga kami bebas mengekspresikan kenikmatan ragawi ini dalam erangan dan jeritan. Kedua tangan Amel memeluk tubuh tua Pak Iqbal erat-erat sambil menekan tubuhnya hingga dapat kupastikan penis Pak Iqbal masuk sampai pangkalnya, sedangkan penisku kugerakkan berirama ke dalam duburnya.

“Iyah...Ric...aaahh...aaahh...terussshh...enak!!” pinta Amel.

Kedua pundak Amel kupegang kuat sambil menghentakkan penis sedalam-dalamnya ke duburnya. Kami bertiga secara cepat melakukan gerakan menekan. Pak Iqbal dari bawah, Amel di atasnya menekan ke bawah, aku dari atas tubuh Amel menekan dalam-dalam penisku ke dalam duburnya.

“Ooougghh…gua keluar lagi! Ssssshhhhhh …akkkkhhh!!” jerit Amel dengan tubuh menggelinjang.

Kurasakan betapa jepitan duburnya begitu kuat, sama seperti vaginanya tadi, menjepit penisku. Tak berapa lama, Amel berdiri melepaskan diri dari himpitanku dan Pak Iqbal. Ia lalu berlutut tepat di depanku. Semula aku tak mengerti maksudnya. Kuelus-elus punggung, pinggul dan payudaranya dari belakang tubuhnya. Tangan kanannya meraih penisku dan mengarahkannya ke duburnya lagi.

“Wah, masih pengen ternyata?” kataku dalam hati.

Penisku kembali memasuki duburnya dalam posisi kami berdua berlutut. Lalu ia mengisyaratkan aku merebahkan tubuh ke belakang. Aku turuti permintaannya dan dengan penis tetap berada di dalam duburnya, aku berbaring terlentang sedang Amel kini ada di atasku dalam posisi sama-sama terlentang. Ia mengambil inisiatif bergerak menaik turunkan tubuhnya hingga penisku masuk keluar dengan bebasnya ke dalam duburnya.




Dari atas sana, Pak Iqbal bangkit mendekati kami berdua dan kembali mengarahkan penisnya ke vagina Amel. Kini gantian aku yang berada di bawah, Amel di tengah, dan penjaga rumah itu di atas Amel. Desahan, rintihan dan jeritan kami silih-berganti dan kadang-kadang bersamaan keluar dari bibir kami bertiga. Tanganku kumainkan meremas-remas payudara Amel dari bawah, kupilin-pilin putingnya yang sudah mengeras itu. Beberapa saat kemudian, Pak Iqbal melenguh,

“Ayo Non Amel, Bapak mau keluar nih...uuhhh!!!!”

“Tunggu bentar!” kata Amel, dan tiba-tiba ia bangkit hingga penisku terlepas dari pantatnya. Dengan cepat ia tolakkan tubuh Pak Iqbal hingga jatuh terbaring, lalu ia berlutut di antara paha pria itu dan menggenggam penisnya sambil memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Sebentar saja, pria setengah baya itu pun memuncratkan cairan sperma mengenai wajah dan mulut Amel, tetapi ia tidak jijik menjilati cairan yang keluar itu. Aku teringat lagi perkataan Pak Kasimun, si penjaga kost, bahwa Amel memang suka menelan sperma. Dengan sabar aku menunggunya menyelesaikan cleaning service.

Tak lama Amel menoleh ke arahku sambil berkata, “Ric, lanjut yuk, masih kuat kan!”

Ia kemudian menungging di hadapanku sambil terus menjilati penis Pak Iqbal yang semakin lemas. Kutempatkan tubuh di belakang Amel lalu kumasukkan kembali penis ke dalam duburnya.

“Ric, jangan main belakang melulu dong, sakit tau, ntar gua jalannya jadi ga enak” katanya. “Eh oke deh, ga main belakang lagi nih” kucabut penisku dari sana dan kumasukkan ke dalam vaginanya yang basah.

Cairannya masih banyak tapi penisku tetap dijepit kuat sewaktu memasuki vaginanya. Penisku pun mulai bergerak maju mundur di dalam gua Risa. Sementara itu tanganku juga terus bergerilya di gunung kembarnya.

"Ahh...Ric...dalem lagi.. Ohh" Amel terus menggelinjang ke sana ke mari.

"Oh.. Oh...gua gak tahan lagi...mau keluar lagi...lebih keras dong... Ohh" erang Amel sambil terus mengocok penis Pak Iqbal

"Ahh.. Uhh.. Uh.. sama...gua juga Mel" lenguhku menahan nikmat

“Aaaaggghhh, nikmatnyaaahhhh!!” jepitan vaginanya begitu luar biasa saat jeritannya terdengar, hingga tak bisa lagi kutahan aliran spermaku kembali memasuki kepala penisku dan keluar tanpa tedeng aling-aling.

“Aaaahhh, Annn ….. gua muncrat Mel!” erangku sambil memeluk tubuhnya dari belakang dan meremas-remas kedua payudaranya.

Kami bertiga lunglai dalam keadaan telanjang, aku dan Amel di atas permadani dan Pak Iqbal di sofa. Lelehan cairan kenikmatan kami bertiga bertebaran di sofa kulit itu, sepertinya itu bukan yang pertama mengingat tempat ini sering menjadi ajang pesta seks.

“Ric, laper ga?” tanya Amel lemah, “gua udah titip beliin makan ke Pak Iqbal, tuh di meja sana kalau mau makan”

“Belum terlalu sih sekarang, lu aja duluan Mel” kataku sambil meraih kimononya di sofa lalu menutupi tubuh telanjangnya.

Aku mengecup ringan dahinya lalu bangkit berdiri dan memakai kembali kimonoku

“Kemana Ric?” tanya Amel melihatku berjalan ke arah kolam.

“Mau duduk di luar dulu, cari angin sambil ngerokok” kataku sambil melangkah keluar.




Aku keluar ke pinggir kolam, langit sudah gelap, hembusan angin sepoi-sepot menerpa air kolam, suara jangkrik kodok terdengar di kompleks yang jauh dari hiruk pikuk jalan raya ini. Kuraih ceana panjangku yang masih tergantung di kursi santai, kuambil rokok dan lighter dari kantongnya. Sambil duduk bersandar dan menatap langit, aku menghirup rokokku dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya. Kehidupan cinta memang aneh, aku sudah jadian lagi, ya aku tidak bisa menutupi lagi bahwa aku mencintai Amel, tapi aku malah bergairah melihat pacarku digarap orang lain. Beberapa saat kemudian kulihat Amel menyusulku, ia sudah memakai kimono pinknya dan rambutnya sudah digulung ke atas, membuatnya terlihat makin cantik. Aku menggeser tubuhku untuk memberinya tempat di kursi santai yang lumayan lebar itu. Ia tersenyum dan duduk di sebelahku.

“Ric, lu cemburu yah gua tinggal sendiri terus gituan sama Pak Iqbal?” tanyanya.

“Nggak kok Mel. Gua cuma gak habis pikir, koq bisa-bisanya kita jadian sementara kita malah cuek ngeliat pasangan kita ML sama orang lain, terus terang Mel...gua kok malah nafsu ngeliat lu gituan sama orang lain” kataku sambil menatap wajahnya.

Amel menatapku sebentar, lalu tiba-tiba ia tertawa lepas, aku suka melihatnya ketika sedang tertawa seperti itu karena selama ini ekspresi seperti itu memang jarang sekali.

“Ric, hidup ini memang terkadang aneh ya” katanya berfilsafat. “sekarang biar kita jalani aja dulu, daripada pacaran, bilang cinta, lalu selingkuh, itu kan nyakitin banget. Omong-omong...gua suka keterusterangan lu. Yang lain boleh aja memakai tubuh gua, tapi hati gua cuma lu yang bisa memiliki” katanya menggenggam telapak tanganku, kami terdiam saling genggam tangan dan menatap langit selama beberapa saaat.

Tangaku baru saja meraih rokok dari asbak di meja ketika ia meraih tanganku dan mengambil rokok itu. Kukira ia mau ikut mengisapnya tapi ternyata ia malah mematikan puntung rokok itu dengan menekannya di asbak.

“Ric...kurangin yah, stop lebih baik, gua gak suka cowok perokok” katanya memegang dadaku, “buat kesehatan lu juga, karena lu itu...my special one”

Aku mengangguk dan mata kami saling tatap lagi. Aku baru tahu, walau sehari-harinya terkesan cuek, Amel begitu perhatian terhadap orang yang ia cintai. Tatapan matanya sungguh menakjubkan mengandung perasaan terdalamnya yang tidak ia ungkapkan lewat kata-kata.




“Eh iya” tiba-tiba ia mengeluarkan BB-nya dari kantong kimono, “smile dong Ric!” ia raih kepalaku mendekatinya dan mengarahkan lensa kamera BB-nya ke arah kami.

“Yah...jelek, lagi-lagi...” ia kurang puas dengan hasilnya dan memotret sekali lagi, “nah ini bagus, foto pertama kita Ric” ia menunjukkannya hasil jepretan keempat padaku, bagus juga walau aku senyumnya agak maksa.

Amel lalu merebahkan kepalanya di dadaku dan jari-jarinya bermain lembut di pahaku.

“Malam ini kita tidur di sini yah!” katanya

“Emang boleh Mel?”

“Sebenernya ga sih, harusnya minta ijin dulu, tapi mumpung Om Dedi sama istrinya lagi ga di tempat, terus Pak Iqbal udah gua kasih jatah tadi, gua pengen malam ini cuma buat kita aja, lu mau kan?”

Aku tidak menjawabnya dengan kata-kata, tetapi mengangkat dagunya dan mencium bibirnya. Ciuman membara yang kembali terjadi di antara kami membuat kami berdua kembali hanyut dalam gelora asmara. Kurasakan dadanya yang semakin kencang ketika kami saling berdekapan. Entah berapa lama kami menikmati ciuman itu. Jari-jarinya bermain di dadaku sedangkan jari-jariku membelai tubuhnya. Ia naik ke tubuhku, kami saling raba dan saling berpelukan erat

“Lu mau main lagi?” tanyanya sambil memandang wajahku.

“Lu gak capek emang Mel?”

Ia menggeleng “Demi kamu, my special one...gua mau lagi,” jawabnya.

Aku hanya tersenyum melihatnya. Ia meraih penisku dari balik kimono dan mulai mengocoknya. Benda itu pun mulai bangun dari tidurnya.

“Udah bangun lagi adik lu Ric” ia tersenyum nakal dan semakin bernafsu.

Tangannya kini bermain-main dengan kedua buah zakarku. Amel merayap turun dengan gerakan erotis hingga berlutut di antara kedua pahaku. Ia kecup kepala penisku lalu mulai menjilati dari bagian kepalanya itu, sisi kanan dan kiri sampai kedua zakarku. Aku menikmati pelayanannya dengan wajah menatap langit

“Ohhh...” aku mendesah

Kedua tanganku memegang kepala Amel menahan nikmat. Sewaktu ia memasukan penisku ke dalam mulutnya, tanganku menekan kepalanya sehingga kulumannya semakin dalam.

“Ahhhh....enak Mel” sekali lagi aku mendesah nikmat.

Amel mengeluarkan penisku dari mulutnya untuk membetulkan posisinya, mengecup sekali lagi kepala penisku, lalu mengulumnya lagi. Kali ini ia membuka mulutnya sampai batasnya. Penisku masuk semakin dalam sampai akhirnya tiga perempat dari seluruh batangan itu tertelan olehnya. Lidahnya keluar dan menjilat bagian bawah penisku. Matanya menatap nakal padaku, sungguh liar sekali. Aku mencoba fokus dan bertahan dari serangan Amel.




Setelah beberapa lama, ia akhirnya mengeluarkan penisku. Kali ini ia naik ke selangkanganku sambil tangannya memegangi penisku yang sudah basah dan keras itu. Sambil satu tangan berpegangan pada pundakku, ia mengarahkan senjataku ke vaginanya. Perlahan-lahan ia menyelipkan batang penisku ke dalam liang vaginanya. Aahh.. aku merasakan kehangatan dan sensasi yang luar biasa saat bibir kewanitaan Amel menghimpit penisku. Pelan-pelan ia menurunkan tubuhnya sehingga penisku melesak semakin dalam, dan akhirnya amblas ke dalam vaginanya. Uhh.. rasanya ketat dan lembab sekali di dalam sana.

"Sshh...puasin gua Ric, please", Amel mendesah di telingaku.

Pelan-pelan ia mulai menaik-turunkan tubuhnya. Ohh... nikmat sekali goyangannya, aku menikmatinya sambil merem melek. Kuraih kimononya dan kupeloroti lewat kedua bahunya sehingga payudaranya terbuka sudah. Tanganku yang meremas kedua gunung kembar itu.

"Aahh.. ahh.. Mel...enak banget", aku merasakan tubuhku akan meledak menahan rasa nikmat yang luar biasa.

Aku menegakkan tubuhku dan memeluk tubuhnya, kuelus punggungnya yang halus, mulutku mengenyoti payudara dan putingnya.

“Ric, gua udah mau dapet lagi. Turunin gua dong! Sekarang lu yang goyang”

Kuturunkan tubuhnya dan ia mengambil posisi nungging di kursi santai itu dan memintaku memasuki tubuhnya dari belakang. Kuarahkan penis ke vaginanya lalu memaju-mundurkan tubuhku sambil meremas-remas kedua payudaranya dari belakang. Erangan Amel semakin kuat ketika hunjaman penisku semakin cepat masuk-keluar vaginanya. Aku tidak ingat sudah berapa lama kami melakukan itu, ketika tiba-tiba kurasakan dinding vaginanya kembali berdenyut-denyut tanda akan orgasme lagi.

“Terusss...iya dikit lagi...aahhh...aahhh!!!” jeritnya sambil menghempaskan pantatnya kuat-kuat ke arah pahaku.

Cairan kewanitaannya yang hangat mengucur deras, tubuhnya mengejang selama beberapa saat. Aku merasakan kejantananku bagai sedang dipilin dan dihisap oleh sebuah mulut yang amat kuat sedotannya sehingga aku pun tak tahan lagi. Spermaku tumpah mengisi rongga kewanitaan Amel yang sedang megap-megap dilanda orgasme. Kami mengerang dan mengejang merasakan siraman birahi panas yang seperti hendak menerobos setiap pori-pori di tubuh kami sebelum akhirnya terkulai di kursi santai. Kami bersetubuh tidak terlalu lama memang, sekitar seperempat jam, tapi tubuhku terasa lemas karena hari ini terlalu sering orgasme. Kami berpelukan dan berciuman mereguk seluruh kenikmatan dari persetubuhan itu. Selama beberapa saat, kami hanya terdiam sambil berpelukan, saling memandang, lalu berciuman dengan lembut.

“Makan yuk, laper nih!” ajak Amel

Kami pun menyantap bakmi yang dipesan Amel lewat Pak Iqbal sambil ngobrol. Setelahnya dilanjutkan mandi bersama, Amel sungguh mengisi kekosongan hatiku, obrolan kami cocok satu sama lain, kurasakan ia juga merasakan hal yang sama, senyumannya hari ini sejak jadian di kolam tadi nampak begitu lepas dan bahagia. Malam itu kami tidur berdua di kamar berinterior mewah tempat kami memadu kasih tadi tanpa selembar benang pun di bawah selimut yang hangat

"Mel, jujur yah, malam ini gua benar-benar menikmati saat indah bersama lu." kataku membelai rambut panjangnya.

"Gua juga" balasnya.

Sebelum terlelap kami masih sempat melakukannya sekali lagi dengan tempo lembut dan relatif singkat.




#######################

Keesokan paginya, jam delapanan kami bersiap untuk meninggalkan rumah ini.

“Mel bentar dulu, gua kok mendadak sakit perut nih, tunggu bentar ya” kataku, “Pak nanti dulu, mau ke WC dulu saya!” sahutku pada Pak Iqbal yang bersiap membukakan gerbang.

“Yee...bukannya dari tadi, cepetan ya!” kata Amel.

“Iya sori, tunggu aja” kataku sambil bergegas kembali ke dalam.

Aku memang benar mau ke toilet tapi cuma pipis dan setelahnya aku tidak langsung kembali ke luar melainkan mengintip keluar melalui jendela dekat pintu depan. Aku ingin tahu apakah bakal terjadi sesuatu antara Amel dan Pak Iqbal jika kutinggal. Oh my God, seperti yang kuduga, mreka terlihat sedang saling berpelukan mesra. Amel berdiri bersandar pada dinding, Pak Iqbal sedang mencium bibirnya dan ternyata dibalas Amel dengan menundukkan wajahnya karena tubuhnya yang lebih jangkung dari pria itu. Mereka saling berpagutan penuh gairah. Tangan Pak Iqbal mulai merayapi lekuk lekuk tubuh Amel. Kadang tangannya meremas bongkahan bokongnya dan perlahan merayap ke atas dan sampai ke gundukan bukit buah dada Amel dan dengan remasan perlahan tapak tangannya lalu membuat gerakan meremas dan memutar seperti memijat. Kemudian tangan pria itu mulai menyingkap kaos Amel. Amel melepas ciuman sebentar untuk menggerakkan tangannya meloloskan kaosnya lalu ia letakkan di jok motorku. Pak Iqbal lalu menyingkap bra Amel ke atas sehingga tersembulah kedua gunung kembarnya yang putih mulus dengan putingnya yang telah mengeras di wajah pria itu. Dengan perlahan lidah Pak Iqbal menyapu gundukan bukit buah dada Amel dan kadang menghisap perlahan puting Amel. Dari balik jendela kulihat Amel memejamkan matanya dan mulutnya mengap-mengap. Libido Amel telah naik, dia menggelinjangkan badannya ketika pria itu terus menghisap putingnya sambil tangan kanannya menyusup masuk ke balik celana panjangnya mengobok-obok selangkangannya, namun sebentar kemudian pria itu mengeluarkan tangannya dan mulai membuka ikat pinggang dan resleting celana Amel. Wah, gila, pria itu sepertinya ingin menelanjangi Amel, memang sih pagar tinggi itu berlapis canopy sehingga kegiatan mereka tidak akan terlihat dari luar tapi nekad juga berbuat seperti itu. Timbul semacam bara cemburu yang sangat merangsang hasrat birahiku. Namun aku tidak berniat menghalangi pergumulan mereka. Kecemburuanku itu justru menginginkan agar pencurian nikmat syahwat ini terus berlanjut. Aku justru sangat berhasrat menyaksikan ekspresi wajah pacarku yang baru saja jadian itu digarap pria lain. Aku ingin mendengar erangan nikmatnya saat penis pria lain menghujam-hujam vaginanya. Tanganku mulai meraba selangkanganku memegangi penisku yang telah ereksi. Amel telah telanjang sekarang, sebagian pinggulnya yang putih mulus itu telah berada di dalam genggaman tangan keriput Pak Iqbal. Tangan itu terus mengusap dan membelai paha jenjangnya. Sementara tangan kiri Pak Iqbal kulihat membuka celananya sendiri dan kulihat tangannya mengeluarkan kejantanannya yang ternyata telah menegang dan besar lalu mengarahkan tangan Amel untuk memegang batang penisnya.




Dengan terus berciuman, Amel dengan perlahan memegang batang kemaluan tersebut, dan secara mulai mengurut batangan itu ke atas ke bawah. Keduanya saling memberikan rangsangan kepada pasangan masing-masing. Tak lama kemudian Pak Iqbal mengangkat kaki kiri Amel dan mengarahkan penisnya ke vaginanya. Perlahan didorongnya penisnya yang sudah ereksi lagi masuk ke liang kenikmatan Amel

"Aagh.. yess.. terus masukin Pak..!" aku dapat mendengarkan erangan Amel dari tempat persembunyianku.

Pak Iqbal dengan irama yang teratur memompa vagina Amel, sambil mempermainkan lidahnya di leher dan bibirnya. Desahan Amel semakin berisik terdengar. Kadang mereka saling bicara diselingi ciuman mesra. Aku melongo melihat ekspresi wajah Amel saat diterpa birahi itu, matanya setengah tertutup. Kepalanya terkadang mendongak dan di lain waktu merunduk. Bibir si penjaga rumah tidak henti-hentinya memagut bahu dan payudaranya. Pantat pria itu terus berayun penuh irama dengan sangat indahnya makin lama semakin cepat dan kasar. Hanya dengan melihat ekpresi wajah Amel yang begitu enjoy menikmati genjotan Pak Iqbal, aku mendapatkan sensasi birahi luar biasa yang berbeda dari bersetubuh langsung, terlebih ketika mendengar suara desahan nikmat yang terus keluar dari mulut keduanya. Aku merinding dan darahku bergejolak hebat. Aku merasakan begitu nikmat mengocok kemaluanku sendiri sambil menyaksikan pacarku bermesum ria dengan pria lain. Klub ini memang telah mengubah drastis persepsiku tentang seks dan cinta, sungguh gila namun aku menikmatinya. Sepuluh menit kemudian aku mulai merasakan spermaku akan keluar. Kupercepat kocokanku hingga akhirnya aku pun sampai kepada puncak orgasmeku

Pergumulan antara Amel bersama Pak Iqbal sampai pada puncaknya ketika Amel tiba-tiba mengejang dan mempererat pelukannya pada pria itu. Erangan panjang terdengar dari mulutnya. Tak sampai tiga menit kemudian, giliran Pak Iqbal keluar, dia buru-buru mencabut penisnya dari vagina Amel. Amel pun tanpa diperintah berlutut di depan pria itu dan meraih penisnya yang lalu ia masukkan ke mulutnya. Sebentar saja, pria itu sudah mendesah keenakan sambil menengadah ke atas, sementara Amel nampak berkonsentrasi mengisap penisnya, pasti sperma pria itu telah tertumpah ke mulut Amel. Setelah menuntaskan hasrat birahi mereka kembali berpakaian, Amel terlihat agak rusuh karena seluruh pakaiannya terlepas, sedangnkan Pak Iqbal tinggal membenahi celananya saja. Aku pun menyudahi mengintipku, setelah cuci tangan aku pun kembali ke luar.




Ketika aku keluar Pak Iqbal sedang menyapu halaman depan dan Amel duduk di bangku taman sibuk dengan BB-nya seperti tidak terjadi apa-apa dengan mereka sebelumnya.

“Whew...lega nih” kataku sambil mengelus-elus perut dan berlagak tidak tahu apa-apa, “sori lama, yuk Mel!”

“Oke yuk” Amel memasukkan BB-nya ke tas dan bangkit berdiri.

Kami pun meluncur dengan motorku meninggalkan rumah mewah itu. Ketika berhenti di lampu merah, Amel berkata,

“Ric, waktu nunggu lu tadi...gua gituan sama Pak Iqbal”

“Ooohh...gitu” kataku seakan baru mengetahuinya

“Lu ga marah?” tanyanya lagi.

Aku menggenggam telapak tangannya dan berkata, “nggak, thanks atas kejujuran lu malah, kan seperti komitmen kita kemaren Mel, kita bebas mau sama siapa aja, bedanya cuma hubungan kita lebih khusus”

Kurasakan tangannya yang melingkar di pinggangku memelukku makin erat dan dadanya menghimpit punggungku, ia juga menyandarkan kepalaku di sana. Lampu sudah menyala hijau sehingga aku harus menjalankan kembali motorku. Hari yang tidak terlupakan itu menjadi awal hubungan cintaku yang baru, hubungan yang tidak biasa dan sama sekali berbeda dari hubungan cinta pada umumnya.




By: Caligula1979

Orgy Club 2


The Orgy Club 2: Kehangatan di Ruang Tengah

Hari itu aku tidur lelap sambil tersenyum dan tak sempat kurasakan apapun, tapi ketika aku terjaga karena alarm pada BB-ku berbunyi tepat pukul enam sore sesuai yang telah kustel sebelumnya. Baru terasa badanku pegal-pegal terutama lutut dan pinggangku, bahkan untuk bangun dari tempat tidurpun berat sekali rasanya. Jika saja Indra tidak meneleponku tak lama setelahnya mungkin aku tertidur lagi
“Hai Bro, congrats ya! Hehehe!!” sahut Indra di seberang sana
“Tau darimana Dra? Lu udah di kost emang?” tanyaku masih setengah ngantuk
“Belom hari ini gua maleman balik, cuma tadi si Hany udah ngabarin di SMS”
“Hehe...thank you nih udah ngajak masuk ke sini, asyik gila!”
“Katanya lu udah main sama Hany, Angel sama Amel ya tadi? Wah maruk juga lu, baru masuk udah embat tiga sekaligus hehehe...”
Aku senyum-senyum dan berterima kasih pada Indra karena telah diajak ke kost ini yang mengubah pandanganku tentang seks. Setelah ngobrol beberapa saat akhirnya kami menutup pembicaraan. Setelah ngobrol, dengan memaksakan diri aku bangun dari tempat tidur, namun saat kuberdiri terasa lututku lemas dan bergetar, hampir aku jatuh terduduk. Baru setelah mandi badanku terasa agak segar. Aku keluar dari kamar hendak mengambil beberapa snack yang kusimpan di kulkas bersama dekat dapur. Saat itu hujan lebat sekali disertai sesekali petir dan guntur. Kamar Alex, salah satu teman kost yang juga seuniversitas denganku sudah menyala, ia pasti sedang sibuk dengan komputernya seperti biasa. Hanny masih belum pulang, ia memang biasa pulang malam, kalau tidak sedang bersama teman prianya paling sedang bareng teman-teman ceweknya. Demikian juga Amel, dari yang kuketahui ketika ngobrol waktu makan siang tadi ia hendak ke tempat temannya. Sebelum aku sampai ke kulkas tiba-tiba aku terpancing oleh suara desahan dan adegan yang terjadi di ruang tengah yang terlihat sekilas melalui jendela yang menghubung ke halaman samping. Aku pun sedikit berputar dan hati-hati melongok ke dalam. Pemandangan di dalam sana sungguh membuat penisku mulai bereaksi. Gila, lagi-lagi adegan hot sedang berlangsung.
Sabrina bersandar di sofa dengan Pak Somad, si tukang nasi goreng langganan anak-anak di kost ini, di sebelahnya sedang sibuk menyusu dari payudaranya dan tangannya mengelusi paha mulus gadis itu. Tubuh bagian atas Sabrina sendiri sudah terbuka, kaos ketat tanpa lengannya telah tersingkap ke atas, demikian juga dengan cup branya warna pink-nya. Sabrina memiliki payudara yang ideal, kencang, cukup besar dan menantang ditambah dengan tubuh yang langsing dan putih mulus. Saat itu penisku juga tidak tanggung-tanggung langsung bangun dan mengeras.


Sabrina


"Hhhggg... hggg..." terdengar desahan Sabrina sambil meremas rambut Pak Somad.
Aku tidak tahu bagaimana permulaan mereka main, kan aku tidak lihat. Tapi nampaknya mereka belum lama mulai. Di meja depan sofa itu nampak sebuah piring kosong bekas nasi goreng dan sebuah gelas, pasti Sabrina baru menghabiskan nasi goreng dari Pak Somad pikirku. Televisi yang masih menyala sedang menayangkan sinetron membosankan tapi banyak digandrungi itu sepertinya sudah diabaikan.
"Aaaccchhh..." desah nikmat Sabrina seraya mendongakkan kepalanya ke atas saat tangan Pak Somad membelai-belai selangkangannya dari luar celana pendeknya.
Kemudian tangannya menyibakkan rambutnya ke belakang memperlihatkan leher jenjangnya yang menggiurkan. Sungguh suatu paduan gerakan alami nan menawan. Sejurus kemudian ia menyilangkan kedua tangan dan meloloskan kaos yang telah tersingkap itu lalu meletakkannya di meja. Pak Somad juga kemudian bangkit dan melepaskan celana yang dikenakannya termasuk celana dalamnya. Segera menyembullah penisnya yang kepalanya disunat. Sabrina tanpa malu-malu menggenggam batangnya dengan tangan kanan, dikocoknya perlahan lalu ia membuka mulut dan melahapnya hingga tertelan oleh mulutnya yang dihiasi bibir mungil itu. Milik si tukang nasi goreng itu kelihatannya ukurannya kurang lebih sama dengan punyaku hanya saja lebih hitam sedikit.
"Non... achhh... ach...!!" erang Pak Somad yang memuncak nafsunya.
Tanganku mulai meraba-raba selangkanganku sendiri. Kira-kira tak sampai sepuluh menit Sabrina mengoral penis Pak Somad, ia mengeluarkannya batang itu dan segera si tukang nasi goreng itu berjongkok di depan Sabrina lalu menarik celana pendek serta celana dalamnya hingga terlepas seluruhnya. Sekarang Sabrina sudah bugil total, dia tidak mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya sementara Pak Somad tinggal memakai kemeja lusuhnya saja. Bulu-bulu hitam lebat menghiasi kemaluan Sabrina, sungguh menggairahkan. Aku sebenernya bisa saja nongol di depan mereka dan ikut bergabung, tapi aku sedang ingin menyaksikan adegan beauty and the beast ini dulu, rasanya ada sensasi tersendiri yang tidak kalah seru seperti tadi siang menyaksikan Amel dikerjai oleh Pak Kasimun si penjaga kost. Pak Somad perlahan membelai dan menciumi tubuh mulus itu. Mulutnya nampak menggelitik telinga kanan Sabrina, turun ke leher, lalu menyusuri bahu berputar-putar di sana sejenak dan terus turun mendekati bukit nan menjulang sebelah kanan. Dia membiarkan kedua payudaranya dimainkan pria setengah baya itu, malah dengan tangannya dia mengarahkan sebelah tangan pria itu yang satu lagi untuk menggerayangi vaginanya.
"Ssshhh... achhh...ya Pak!" sayup-sayup aku dapat mendengarkan rintih nikmat Sabrina.
Sekarang jari-jari Pak Somad menyibakkan rumput hitam lebat itu dan mulai mencucuk-cucuk ke lubangnya.
"Eennhh....terus Pak...gitu eeemm!!" tangan kanan Pak Somad sibuk tepat di pusat itu dan nampak Sabrina sangat menikmatinya.

Lagi seru-serunya mengintip sambil menggosok-gosok selangkanganku tiba-tiba saja bahuku ditepuk dari belakang membuatku sedikit kaget.
“Hei...ngapain?”
“Haduh...Kak Angel, ngagetin aja, itu Kak, si Sabrina tuh, lagi rame nih!” kataku dengan suara pelan
Ternyata Angel, si pramugari cantik yang tadi siang bercinta denganku, yang menyapaku dari belakang. Dia tetap cantik meskipun baru bangun tidur, apalagi saat itu ia memakai gaun tidur tipis warna pink ditambah sebuah cardigan putih.
“Kok gak masuk aja? Yuk ikutan aja, kan kamu udah anggota klub” Angel menarik pergelangan tanganku dan mengajakku masuk.
“Eh, entar...entar aja Kak, gua masih pengen ngeliatin Sabrina dikerjain Pak Somad, lagian mereka lagi enjoy duaan, kita nonton aja dulu Kak” kataku sambil menarik kembali tangan Angel, “omong-omong Kak, waktu sebulan sebelum gua jadi member, kok gua ga pernah liat yang terang-terangan gini ya? Apa kalian emang sengaja puasa seks dulu kalau ada orang luar?”
“Eeemmm, berarti si Hany belum jelasin ke kamu Ric, gini loh tandanya...itu tuh kamu liat lukisan Bali di sana itu kan?” tunjuk Angel ke arah lukisan wanita Bali bertelanjang dada sambil memikul buah-buahan di atas kepalanya.
“He-eh, lukisannya emang sebelumnya beda sih, tadinya penari Bali duaan itu kan?”
“Nah itu dia tandanya, kalau lukisan yang digantung yang itu, tandanya kondisi di sini safe for sex, jadi kamu boleh ngentot di mana aja di kost ini, mau di dapur, ruang tengah, koridor, terserah karena saat itu cuma ada orang dalam di sini” jelas Angel
“Berarti kalau yang dipasang lukisan dua penari jadi sebaliknya dong ya?”
“Yup betul, kalau lagi ada orang luar, tamu, atau penghuni baru yang masih masa seleksi seperti kamu dulu, yang dipasang ya lukisan penari itu. Kalau gitu artinya kita harus liat sitkon kalau mau gituan, minimal jangan di tempat terbuka lah, di kamar masing-masing aja. Itu tugasnya Pak Kasimun sih, dia yang memantau situasinya”
“Ooo...gitu toh kodenya, baru ngerti gua sekarang” kataku mangut-mangut.
“Ya udah kalau lu masih pengen nonton mereka lanjut aja dulu” kata Angel, “biar nontonnya lebih enak....gimana kalau...”
Angel meneruskan kata-katanya dengan berlutut di depanku lalu tangannya dengan lincah menarik turun celana beserta celana dalamku. Penisku yang sudah tegang itu segera mencuat tegak di hadapan wajahnya. Jemarinya yang lentik dan lembut itu segera menggenggam batang kemaluanku. Diremas-remas sebentar dan dikocok lembut, serta dieluskan pada pipinya.



Pak Somad

“Uhhh....Kak, tempo lambat aja yah, biar ga buru-buru ngecrot!” aku mengerang-ngerang kenikmatan.
Sambil menikmati pelayanan oral Angeline, kembali aku melihat ke dalam sana. Wow, Sabrina dan Pak Somad kini sudah bergaya 69, Sabrina berada di atas dan sedang mengulum penis Pak Somad yang sesekali ia kocok dalam genggamannya, sementara Pak Somad sedang asyik menjilati dan mengobok-obok vaginanya. Wajah Sabrina memerah menahan gejolak nafsunya yang sudah tak tertahan lagi, sesekali keluar desahan sensual dari bibir mungilnya. Ia mengocok batang kemaluan si tukang nasi goreng itu hingga terlihat kepala penis itu terkadang menyembul di antara kulit kelaminnya. Batang kemaluan Pak Somad nampak berwarna merah ketika darah beserta nafsunya terpompa akibat kocokan tangan Sabrina. Sementara Pak Somad menghujani klitoris gadis itu dengan jilatan dan gesekan jemari tangannya, bibir vaginanya juga ia jelajahi dengan jilatan lidah yang mengelilingi liang kenikmatannya itu. Mungkin kira-kira seperti itu lah karena aku melihatnya tidak dari dekat, yang jelas Sabrina mendesah hebat sampai tubuhnya berkelejotan. Sementara di luar jendela, aku juga berjuang menahan suaraku agar tidak mendesah terlalu keras menahan rasa geli campur nikmat dari pelayanan oral Angel supaya tidak ketahuan sedang mengintip.
“Akhhh…enak Kak…tapi pelanin please” desahku lagi sambil memegang kepalanya, aku memintanya agar tidak terlalu heboh memperlakukan ‘adik’ku.
Angel cukup pengertian, ia melambatkan gerak maju-mundur kepalanya, namun hisapan-hisapannya tetap memberikan kenikmatan padaku. Pak Somad menepuk pantat Sabrina dan gadis itu turun lalu membaringkan dirinya telentang di sofa. Sambil nyengir mesum Pak Somad membuka kedua kaki Sabrina dan mengambil posisi siap di antara kedua pahanya. Perlahan pria itu mulai melesakkan batang kemaluannya hingga menembus dan membuka liang sorgawi Sabrina. Perlahan tetapi pasti, seiring dengan kaki Sabrina yang panjang menekuk menyambut batang yang memberikan kenikmatan birahi itu. Pak Somad melakukan penetrasi tanpa kesulitan berarti, tak lama setelahnya mulailah ia bergerak perlahan memompa. Sebentar saja gerakannya sudah seirama dengan gerakan Sabrina yang diiringi nafas memburu pria itu dan desah lirih tiada henti dari mulut si gadis. Adegan persenggamaan di atas sofa itu membakar birahiku yang masih mengintip di luar. Penisku yang sedang dilayani oleh Angel terasa semakin berdenyut-denyut di dalam mulutnya. Kalau tidak kuhentikan juga aku mungkin sudah ejakulasi, padahal ini baru pembukaan, maka aku pun segera memintanya berhenti,
“Kak...udah Kak, udah dulu sepongnya...bisa keluar duluan nih!” kataku dengan berusaha memelankan suara.
“Kok berenti sih!? Tanggung amat, makanya dibilang kita gabung ke dalam aja!” Angel protes.
“Eee...kan saya bilang juga nanti kita bakal masuk, tapi sekarang nonton dulu Kak!” kataku, “yuk sekarang gantian Kak!” kupegangi lengannya dan menariknya hingga ia berdiri.
“Gantian apanya Ric?”
“Gantian tadi kan Kakak yang kocokin saya, na sekarang saya yang ngocokin Kakak!” kataku sambil memutar tubuh Angel ke arah jendela lalu menghimpitnya dengan tubuhku dari belakang.

Kedua tanganku menggerayangi payudaranya dari luar, ia tidak memakai bra sehingga aku dapat merasakan putingnya. Pramugari cantik ini mendesah ditahan ketika biji kecil di payudaranya itu kupilin dengan kedua jemari tanganku. Ia nyaris tak dapat lagi menahan libidonya, hal itu nampak dari mukanya yang memerah dan putingnya yang mengeras. Dengan kakiku aku menggeser kakinya sehingga membuka lebih lebar untuk memberiku ruang menggerayangi bagian bawahnya. Tangan kiriku turun meraba-raba paha mulus Angel yang masih tertutup gaun tidur yang menggantung kira-kira sejengkal di atas lututnya. Kuusap perlahan kemudian naik menuju ke atas yaitu selangkangannya.
“Ughhh…Ric…” rintih Angel ketika jemariku dengan nakalnya mulai membelai selangkangannya dari luar, mulutnya mendesah perlahan ketika jemariku dengan lembut membelah bibir vaginanya
Celana dalam itu sebentar saja telah basah seiring dengan semakin liarnya permainan jariku di bibir vaginanya. Sementara tangan kananku kini menyusup ke kerah gaun tidurnya dan langsung mencaplok payudara kanannya.
“Uuuhh....anak baru udah nakal banget kamu yah!” desahnya menggigit bibir bawah.
“Hehe...ya gimana gak nakal kalau lingkungannya bikin jadi nakal Kak?” balasku
Jemari tangan kananku meremas payudaranya bergantian dan memilin putingnya sementara itu tangan kiriku menggesek klitoris dan bibir vagina Angel sehingga membuatnya semakin lemas tak kuasa menahan sentuhan-sentuhan erotisku .
Di dalam sana, pertarungan Pak Somad vs Sabrina juga makin seru saja, Pak Somad masih dengan perkasanya membombardir vagina Sabrina tanpa ampun sehingga tubuh gadis itu terguncang-guncang akibat sodokan ganas pria itu. Hujan di luar semakin deras ditambah dengan sesekali sambaran kilat dan bunyi gemuruh, suara desahan nikmat di dalam masih terdengar sedikit ke tempat kami. Semakin lama genjotan penis Pak Somad terlihat makin cepat mengobok-obok vagina Sabrinya sampai membuat payudara gadis itu tergoncang-goncang seperti terlanda gempa bumi. Sabrina meraih kepala si penjual nasi goreng itu yang langsung memagut bibirnya. Mereka nampak saling melumat dengan ganas yang disebabkan gelombang dahsyat yang menerpa birahi mereka.
Angel tidak dapat berdiri tegak lagi, tubuhnya terus menggeliat dalam dekapanku. Celana dalamnya sudah melorot dan kini menggantung di pahanya yang mulus itu. Aku dapat merasakan nafas Angel terengah-engah ketika ia menggelinjang keenakan dengan rangsangan kedua tanganku di vagina dan payudaranya.
“Akhhh…aaahh...!!” Angel tersentak ketika merasakan jariku menyodok ke vaginanya.
Sodokan jariku berlanjut lagi, kali ini telunjukku ikut masuk menyusul jari tengahku yang sudah masuk sebelumnya. Kugerak-gerakkan kedua jariku mengaduk-aduk liang kenikmatan Angel, liang itu pun semakin becek dan menimbulkan bunyi berdecak karena kukocoki seperti itu.
“Rico...oohhh...pelan-pelan...aaahhh...aahhh!!”desah Angel sambil tangan kirinya memegangi tanganku meminta agar aku menurunkan kocokanku.
Namun aku justru mempercepat kocokanku, jariku bukan saja melakukan gerakan menusuk-nusuk, tapi juga diselingi dengan gerakan mengaduk sehingga Angel merasakan vaginanya seperti dimixer.
“Aaahh...Rico...gila!” ia orgasme, cairan kewanitaannya mengucur deras sampai membasahi tanganku dan ia tidak bisa lagi menahan desahannya sehingga kali ini suaranya tidak terkendali, ditambah lagi tangannya tanpa sengaja menggebrak jendela, ‘brak!’ memang tidak kencang tapi tentu orang dari dalam terkejut sehingga mereka pun menoleh ke arah kami.

“Hi....hehehe...!” aku menyapa sambil cengengesan ke arah mereka.
Mengetahui yang mengintip ternyata orang dalam juga, Sabrina pun tersenyum dan tanpa canggung melambaikan tangan ke arah kami agar masuk.
“Kak Angel...Rico...ayo sini, ngapain di sana?” panggilnya
“Masuk yuk, di sini kan nyamukan!” Angel menarik pergelangan tanganku setelah menaikkan kembali celana dalamnya.
“Nah sekarang nih pesta yang sebenernya mulai, yes...yes...yes!!” kataku dalam hati dengan girang.
Kami masuk lewat pintu samping tidak jauh dari jendela tempat kami mengintip.
“Kak Angel...kapan pulang!?” Sabrina menyambut kami tanpa sehelai benang pun di tubuhnya begitu kami tiba di tengah ruangan.
“Tadi siang, terus tidur sepanjang hari cape banget” jawab Angel
Mereka cipika-cipiki sejenak lalu disusul berpagutan bibir selama beberapa saat, lidah mereka juga ikut main. Kedua wanita ini melakukannya di depanku dan Pak Somad tanpa malu-malu.
“Na...” sahut Angel setelah melepas ciuman mereka, “nih anggota baru, baru resmi masuk tadi siang!”
“Yea, I know, Pak Kasimun udah ngomong kok, Hany yang melantik ya” kata Sabrina sambil menghampiriku, “gimana Ric? Lu enjoy di klub ini?” tanyanya padaku dengan senyum yang nakal, tangannya membelai dadaku
“Ya enjoy lah masa ada yang asyik-asyik gini ga enjoy Na hehehe” jawabku, belaian Sabrina telah sampai ke tonjolan di selangkanganku begitu aku menyelesaikan kalimatku.
“Hhhmmm...udah keras gara-gara ngintipin kita tadi ya?” tanyanya, aku mengangguk dan senyum-senyum saja menjawabnya “Ric, gua kasih tau ya...di klub ini ga ada ngintip-mengintip, kalau mau liat ya liat aja langsung, kalau mau ngentot ya ngentot langsung, paham?” katanya dengan wajah dekat sekali dengan wajahku.
“Iya, paham bos” aku mengangguk dan cengengesan lagi.
“Dan gua ga suka diintip Ric...karena itu lu harus dihukum!” lanjutnya dengan suara lebih tegas tapi menggoda.
“Emang hukumannya apa Na?” tanyaku
“Puasin gua, puasin sampe gua takluk!” jawabnya, suaranya mendesah sehingga membuatku semakin bergairah.

Kutatap tubuhnya yang indah dan padat berisi, tingginya sepantaran denganku. Sungguh karya agung dari Sang Pencipta, melihatnya saja membuat penisku semakin tegang. Sabrina (21 tahun) juga sama-sama anak kuliahan seperti aku dan kebanyakan penghuni di sini, tapi berasal dari universitas yang berbeda. Gadis berdarah Jawa-Tionghoa-Australia ini memang memiliki kecantikan khas blasteran dengan rambut kecoklatan dan mata yang indah. Dengan modal itu, sambil kuliah ia juga tengah merintis karir sebagai model dan foto-fotonya telah terpampang di beberapa majalah. Sejak awal masuk kost ini aku sudah tergiur dengannya apalagi ia sering berpakaian seksi sehingga membuat mupeng, hari ini akhirnya fantasiku menjadi kenyataan. Tanganku mendarat di bahunya, turun ke bawah merasakan kulitnya yang halus, payudaranya begitu kenyal dan bentuknya indah, belaianku terus ke bawah. Sabrina tersentak dan melenguh ketika tiba-tiba jariku menusuk ke vaginanya.
“Uuuhh...yes, ayo lagi...lu ga cuma bisa segitu kan?” tantang Sabrina dengan suaranya yang menggoda dan tangannya melingkar ke leherku.
Merasa tertantang, aku pun semakin mengintensifkan serangan pembukaanku.
“Ah, empfff, enak Ric…..” desahannya semakin menjadi saja saat jari-jariku memainkan bibir kemaluannya dan juga klitorisnya.
Aku gesek-gesekan jari tengahku di klitorisnya yang membuat dia menjadi kalang kabut menerima luapan hasrat nafsunya sendiri. Tak butuh waktu lama sebelum akhirnya dia lemas dan mungkin sudah tersungkur kalau tidak kudekap tubuhnya. Kubaringkan dia di sofa , payudaranya kujilati tanpa melepaskan jari-jariku dari vaginanya. Desahan-desahan mulai keluar dari mulutnya makin tak terkendali. Sementara tanganku yang satunya mulai beroperasi di lekuk-lekuk tubuhnya yang lain, mulai punggung , pantat hingga paha Sabrina. Diperlakukan seperti itu akhirnya Sabrina pun mau tak mau semakin terbuai, desahannya mulai disertai jeritan kecil menahan rasa nikmat ketika puting susunya kugigit-gigit. Payudara montok itu pun kurasakan mengeras dan putingnya mencuat seolah-olah meminta lebih.
“Rico…ackhhh…lu udah pernah entotin…berapa..ackhhh…cewek sebelum masuk ini..ackchh...ahhh!” desahan maupun rintihannya sudah tidak dapat dibedakan lagi.
Sabrina tampak sangat menikmati pemanasanku seutuhnya. Setiap kali aku menyodokkan jariku dan mengorek-ngorek dalamnya, ia langsung menggelinjang dan mendesah yang semakin lama semakin keras saja volumenya.
“Baru sama mantan gua aja kok Na, kenapa emang?” jawabku sambil tersenyum yang kemudian dengan rakusnya dia mulai mengenyot payudaranya dan mengorek-ngorek vagina Sabrina yang berbulu rapi itu dengan.
Aku memang paling suka melakukan pemanasan yang hot, berdasarkan pengalaman dengan mantanku serta bacaan dan film-film bokep, aku sudah banyak mencoba macam-macam gaya. Mantanku juga mengakui ia sangat puas dengan foreplayku sehingga ke sananya permainan lebih panas. Hasilnya sudah dapat ditebak, Sabrina pun tidak akan tahan dengan cumbuan dan sentuhan erotisku pada tubuhnya. Dia menyerah dan akhirnya mengikuti kemana nafsuku membawanya pergi. Setelah beberapa saat lamanya jari-jariku bergerilya di daerah vaginanya, cairan kewanitaanya sudah mulai berleleran membasahi daerah kewanitaannya.


Angeline




Sementara aku sibuk dengan Sabrina, Angeline pun berailh ke Pak Somad untuk mereguk kenikmatan birahi bersamanya.
“Non Angel, kemana aja nih, lama ga keliatan...sini dong sama Bapak!” sahut Pak Somad sambil menepuk pahanya, “kangen nih!”
“Ya ginilah profesi saya Pak, kalau di luar bisa lama, baru pulang tadi siang” jawab Angel sambil berjalan ke arah dispenser dekat situ, dituangkannya air ke gelas dan diminumnya.
“Jalan-jalan ke mana aja Non kemaren?” Pak Somad masih tetap duduk di sofa sambil sesekali melihat ke arahku dan Sabrina yang sedang asyik.
“Deket-deket aja kok, Singapur, Malay, Thailand, Filipina, Australia...”
“Asyik ya Non jadi pramugari, jalan-jalan terus kerjanya hehehe”
“Yang asyik mah penumpang pesawatnya Pak, kita sih banyaknya di pesawat sama bandara, paling ada waktu dikit-dikit aja buat nyantainya” Angel menuangkan air lagi dari dispenser dan kembali menghabiskannya.
“Non kangen sama Bapak ga? Bapak asli kangen loh hehehe” seloroh Pak Somad
Angel hanya tersenyum sambil berjalan menghampiri Pak Somad di sofa. Ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu yang menengadah memandangnya dengan tatapan mesum.
“Jadi bapak kangen sama saya? Apa buktinya kalau bener kangen Pak?” suara Angel mendesah menggoda si penjual nasi goreng.
“Ya kangen contohnya ngelusin paha Non yang bagus ini” jawab Pak Somad, tangannya meraih paha luar Angel dan mengusapnya, tangannya semakin ke atas akhirnya menurunkan celana dalamnya.
Angel menggerakkan kakinya membiarkan celana dalamnya dilolosi. Pak Somad meletakkan celana dalam tersebut di sofa. Disibakkannya bagian bawah gaun tidur Angel yang pendek itu. Tubuh Angel bergetar saat pria itu mencium kemaluannya dan tangan satunya meremas bokongnya. Akhirnya dia juga malah merapatkan kemaluannya ke bibir Pak Somad dan mengangkat kaki kanannya di sandaran tangan sofa.

“Bapak juga kangen sama memek Non yang wangi ini....mmmmhh!” ujar Pak Somad lalu menciumi wilayah kewanitaan Angel
Secara naluriah Angel mulai menggoyangkan pinggulnya supaya pria itu lebih leluasa menciumi kemaluannya dan ia sendiri semakin menikmati jilatannya. Wajah cantiknya menengadah dengan mata terpejam dan mulutnya mengeluarkan desahan merasakan nikmat lidah Pak Somad yang mengais-ngais vaginanya. Ia mengelus-elus kepala Pak Somad dan semakin merapatkannya ke selangkangannya. Rupanya si penjual nasi goreng itu tanggap bahwa Angel akan mencapai puncak. Maka dihisapnya wilayah kewanitaan Angel kuat-kuat sampai terdengar bunyinya, ssrrrpp....sssrrrppp...
"Uuhh!!" lenguhan Angel dengan merapatkan kakinya dan tubuh mengejang.
Setelah Pak Somad melumat kemaluan Angel, tidak ketinggalan seluruh sisa cairan yang masih ada di sekitar wilayah kenikmatan itu, dibersihkan dengan lidahnya. Oh enak sekali kelihatannya sampai aku makin bersemangat mengocoki vagina Sabrina. Selesai menikmati jilatan dan hisapan pada vaginanya, dengan gerakan menggoda Angel naik ke pangkuan Pak Somad. Setelah menyibakkan rambutnya yang agak kusut ke belakang dia meraih penis Pak Somad yang sudah benar-benar tegang dan membimbingnya memasuki liang kenikmatannya. Sejurus kemudian Angel menggerakkan pinggulnya memainkan gerakan indah berirama turun-naik berulang-ulang. Tangan Pak Somad melepasi cardigan yang dipakai Angel dan menjatuhkannya ke lantai. Kemudian disusul kedua tali bahu yang menyangga gaun tidurnya itu, dipelorotinya hingga ke bawah dada sehingga kedua payudara montoknya menyembul di depan wajah pria itu. Kepala Pak Somad langsung nyungsep ke ketiak Angel. Diciuminya lembah ketiak Angel yang bersih tak berbulu itu. Sambil menggarap Sabrina, kusaksikan bagaimana Angel menggeliat-geliat di atas pangkuan Pak menerima nikmatnya kecupan dan jilatan pria itu serta sodokan-sodokan penisnya pada vaginanya. Tanpa ragu Angel mendesah dan merintih menahan derita birahi yang sedang melandanya. Hal itu memberikan pemandangan indah tersendiri, terlebih ketika ia mendongakkan kepalanya meresapi gelombang kenikmatan yang datang menerpanya. Pak Somad juga melenguh dan mendesah merasakan penisnya diremas-remas dinding kewanitaan Angel. Dia mengelusi punggung Angel dan mengenyoti payudaranya dengan rakus. Tak lama mulutnya naik dan memagut bibir Angel, keduanya pun berciuman dengan penuh birahi sementara tangan pria itu tetap bergerilya di sekujur tubuh Angel. Seksi sekali Angel saat itu, dengan gaun tidur pinknya masih menyangkut di perut ia naik-turun di pangkuan Pak Somad. Lenguhan dan desahan nikmatnya yang tak jarang berupa teriakan.

Sekarang posisiku dan Sabrina berbaring menyamping di sofa, aku mendekapnya dari belakang dengan tangan kanan meremasi payudaranya dan tangan kiri mengobok-obok vaginanya. Sesekali kami berpagutan mulut, telinga dan lehernya tak luput dari jilatan dan ciumanku. Setelah kurasakan vaginanya sangat basah, kutarik jariku dari liang kenikmatan itu. Cairan bening berleleran di jariku dan kusodorkan ke mulutnya. Sabrina membuka mulut dan mengemuti jariku yang berlumuran cairan kewanitaanya sendiri. Dari caranya menjilat saja aku sudah merasakan dia sangat ahli dalam bermain oral seks.
“Gua tusuk sekarang ya Na!” kataku dekat telinganya
“Daritadi juga gua udah pengen...ayoh...aahh....jangan bacot terus!” Sabrina nampak sudah tidak tahan, itu terlihat dari vaginanya sudah sangat becek.
Kuangkat betis kirinya sehingga kakinya membuka, lalu segera kulesakkan penisku sedikit demi sedikit kedalam vaginanya. Bibir vagina Sabrina mulai membelah membuka lebar menerima tusukan penisku.
“Ahhhhh, achh, ahhhh…Ric!!!” ia mendesah sejadi-jadinya,
Aku meneruskan proses penetrasi, tidak terlalu sulit sih karena vaginanya sudah sangat berlendir karena sebelumnya sudah main dengan Pak Somad.
“Aaagghhh!!!” erangan Sabrina berakhir keras saat seluruh penisku masuk ke dalam liang kewanitaannya.
Tanpa buang waktu lagi, aku memulai dengan sodokan-sodokan ringan disertai beberapa kali gerakan memutar. Secara bertahap aku semakin menaikkan frekuensi sodokan penisku dan membuat Sabrina menjadi kalang kabut. Setiap kali penisku menusuk lebih dalam maka semakin erat pula jepitan vaginanya.
"Aaahhh....aaahh....iya gitu Ric...aaahh...aahh!", Sabrina semakin menggila, tubuhnya semakin menggelinjang dan sesekali rambutku dijambaknya.
Vaginanya semakin basah dan berkedut-kedut seakan-akan memijat penisku, nikmat sekali.
"Argh..", desahku keenakan merasakan persenggamaan ini, dengan irama kocokan yang semakin cepat, suara gesekan dan benturan yang basah.

"Aduh Ric, gua nggak tahan lagi, mau keluar nih rasanya....eeeemmmhh....aaahhh", desah Sabrina yang merasakan g-spotnya tergesek dengan penisku
Aku dapat merasakan vaginanya semakin berkedut-kedut dan lendirnya juga semakin banyak sehingga pahaku basah oleh cairan kewanitaan yang keluar sangat banyak. Sebenarnya aku juga sudah nggak tahan ingin keluar, apalagi mendengar desahan erotis dan melihat wajah cantik yang sayu itu ketika di ambang klimaks, maka aku pun mempercepat genjotanku. Dan akhirnya spermaku mendesir ke batang penisku dan aku mencapai orgasme yang diikuti pula dengan orgasme Sabrina.
"Ough...keluar nih Na... Ahh..", erangku saat air maniku keluar dengan derasnya di dalam vagina Sabrina.
Sabrina terbaring dalam dekapanku masih dalam posisi menyamping seperti sebelumnya. Vaginanya berkedut seakan-akan memeras sisa spermaku. Sementara di sofa sebelah, Pak Somad dan Angel sudah berganti posisi, kali ini Angel berbaring telentang dan Pak Somad di antara kedua kakinya sibuk menggenjoti vagina si pramugari cantik itu.
"Asyik kan ML rame-rame gini?" kata Sabrina padaku, “lu pernah ga sebelumnya?”
“Belum lah...gua ga nyangka ada klub ginian dan gua bisa masuk di dalamnya, lu sendiri udah dari kapan jadi member Na?”
“Dua tahun lebih...lumayan lama, diajak temen yang tadinya kost disini juga”
“Kalau udah ga kost disini masih terhitung member orgy club ga Na? Maksudnya masih bisa gituan lah” tanyanya
“Mmm...ya tergantung, ada alumni sini yang memang masih suka ikut acara kita kok, tapi biasa kalau yang dari luar kota udah lulus gitu ya biasa susah kontaknya lagi”
Aku mangut-mangut sambil mengelus punggungnya yang mulus. Setelah lima menitan istirahat dan ngobrol ringan dalam posisi ini, aku bangkit hendak mengambil minum. Aku berjalan ke dispenser mengambil dua gelas plastik dan menuangkan air ke dalamnya. Saat itu Pak Somad semakin gencar menggempur vagina Angel. Ditindihnya tubuh pramugari itu dan gerakan pinggulnya semakin gencar. Mereka juga bercumbu dengan ganas sehingga dari sela-sela mulut mereka terdengar bunyi desahan tertahan. Aku kembali ke sofa tempat kami tadi dan menyodorkan gelas pada Sabrina.
“Thanks” sahutnya seraya menyambut gelas itu dan meneguknya, “lu masih pengen lagi? Atau udahan?” tanyanya
“Pengen lagi dong, masa udahan...tapi kumpul tenaga dulu ya” kataku sambil menjatuhkan pantatku di sebelahnya.
Sabrina lalu menggeliat bangkit dan duduk di sampingku, ia menjilati penisku yang telah mengendur lalu membersihkannya dengan lidahnya.

Saat itu tiba-tiba pintu samping terbuka dan Alex masuk dengan membawa panci kecil. Yang lain hanya melihat sebentar lalu terus beraktivitas lagi, sementara aku sedikit terkejut, maklum masih pendatang baru. Alex juga adalah teman sekampusku, tapi beda fakultas, ia kuliah di fikom (fakultas ilmu komputer). Pemuda Tionghoa berambut cepak dan berwajah mirip tikus ini terbilang seorang yang nyentrik, seorang computer dan gadget freak yang sering menghabiskan waktunya berjam-jam di depan monitor, selain kuliah, ia juga part time di sebuah toko komputer milik saudaranya. Ia sangat dapat diandalkan kalau minta bantuan yang berhubungan dengan minatnya itu, pernah dia memperbaiki laptopku yang kena virus, dia juga tidak pelit berbagi koleksinya yang banyak mulai dari musik, program hingga bokep, baik bokep normal maupun yang aneh-aneh seperti scat atau beastiality. Di kost dia lebih banyak menghabiskan waktu di kamarnya sibuk di depan komputernya dan hanya keluar kamar untuk makan dan mencari pelepasan stress dengan ngeseks tentunya. Menurut penuturan Amel tadi siang, gaya seks Alex sering aneh-aneh, suka main ikat-ikat dan sedikit kasar, kadang malah kalau lagi mumet dengan komputernya ia meminta salah satu dari wanita di kost ini untuk mengoralnya sambil dia sendiri mengutak-atik komputer, katanya kadang membuat otak jadi jalan lagi. Aku berpikir mungkin semua itu merupakan bentuk pelampiasannya dari hasrat seks terpendamnya yang sehari-hari nampak seperti nerd itu. Hobi nyeleneh Alex lainnya, masih berdasarkan penuturan Amel, adalah suka mendokumentasikan adegan seks yang dilakukannya sendiri maupun yang dilakukan orang lain dengan handycamnya dan file-filenya ia simpan di hardisknya. Untuk yang satu ini, ia pernah ditegur Om Dedy, pemilik kost sekaligus ketua Orgy Club ini, karena berisiko tinggi bila rekamannya bocor ke luar, namun entah bagaimana ia dapat meyakinkan Om Dedy bahwa ia hanya menyimpan semua hasil rekaman itu untuk pribadi, tidak akan pernah masuk ke internet ataupun dishare pada siapapun, bahkan Om Dedy sendiri pernah meminta hasil dokumentasi waktu orgy party bulanan darinya. Dari karakternya yang cenderung introvet itu sepertinya ia memang bisa dipercaya, juga kata Amel, ia tidak pernah mengshare file-file rekamannya pada siapapun termasuk penghuni kost yang menginginkannya untuk koleksi pribadi, ia hanya mengijinkan mereka menonton rekaman itu di kamarnya. Kepadaku sewaktu aku masih belum masuk klub, ia tidak pernah menyinggung sedikitpun mengenai hal itu maupun segala sesuatu di kost ini yang waktu itu belum waktunya kuketahui. Hhhmmm...lain kali aku akan minta ijin untuk melihat rekaman-rekaman serunya, kan sekarang udah member, pasti boleh lah.

“Hai Lex, mau gabung? Ini member baru kita nih!” sapa Sabrina.
“Nggak dulu...lagian member barunya cowok, masa main pedang-pedangan, mau bikin mie dulu, laper nih” jawabnya, “met mupeng dah Ric!” katanya padaku, “eeh...Kak Angel, udah pulang ya!” katanya melihat ke Angel yang sedang disenggamai Pak Somad.
“Baru tadi siang!” sahut Angel membalas sapaan Alex di tengah gempuran Pak Somad pada vaginanya.
“Jadi pengen anget-angetan bentar sama Kak Angel nih!” Alex meletakkan panci yang dibawanya di atas dispenser lalu menghampiri Angel di sofa.
“Yee...Kak Angel lagi sibuk malah diganggu, gua yang lagi break dicuekin!” kata Sabrina.
“Kalau lu kan tiap hari juga ada di sini Na, avaiable everytime, Kak Angel kalau pergi lama baru pulang lagi, mumpung pulang kan harus melepas kangen” sahut Alex sambil menurunkan celana boxernya dan mengeluarkan penisnya di hadapan Angel, “yuk Kak, sepong aja kok!”
Angel pun meraih bantal kursi dan menyelipkannya di bawah kepalanya agar lebih enak mengoral penis Alex. Ia lalu meraih penis berukuran sedang yang telah menegang dan tidak bersunat itu.
“Akhh…sssiippp....sepongan kakak emang…paten...mantap abis...ohhh” desah Alex menikmati penisnya dikulum Angel.
Pemandangan ini benar-benar luar biasa, seorang wanita secantik Angel melayani dua pria, yang satunya di antara kedua belah pahanya menggenjot vaginanya, satunya lagi menyodorkan penisnya dioral olehnya. Tiba-tiba Sabrina memelukku dan mendorong tubuhku ke samping hingga aku terbaring, aku melihat wajahnya nampak kesal. Ia lalu menindihku dan berbisik di telingaku.
“Kurang asem si freak satu ini, gua tau dia naksir ke gua tapi gilirannya gua tawarin dia malah nolak, bilang avaiable everytime lagi, emangnya gua apaan? Ric...tolong bantu gua bikin dia panas ok?”
“O ya? Terus gua harus gimana Na?” tanyaku berbisik.
“Main belakang...sodomi gua Ric, dia pernah minta itu ke gua tapi waktu itu ga gua kasih”
“Yakin lu Na? Gapapa nih? Perlu pake kondom kali biar lebih licin”
“Ga usah, tapi jangan kasar-kasar ya, gua juga ga suka sebenernya, jarang...tapi ini buat ngehukum dia aja, biar tau rasa”
“Oke deh kalau gitu, yuk!” aku mengangkat tubuhnya dan mengaturnya menjadi gaya doggie menghadap ke arah Angel yang sedang berthreesome dengan Pak Somad dan Alex, tangannya bertumpu pada sandaran tangan di sofa dan ia menunggingkan pantatnya ke arahku.

Aku menggesek-gesekkan penisku yang masih basah oleh liurnya pada bagian luar lubang anus Sabrina dan dengan perlahan aku mulai meneroboskan penisku ke liang belakangnya dan bisa diduga kalau Sabrina merintih kesakitan.
“Akhhh…sakitttt….aaahhh…! Yes...terus...slowly aja!!” rintihnya
Sekalipun ini bukan pertama kalinya dia main belakang namun tetap saja lubang itu masih terbilang sempir, apalagi kalau tanpa kondom berpelumas begini.
“Tusuk gua Ric, sodomi gua sampe gua…aaahhh...ga bisa bangun...aahh” Sabrina mengerang sengaja memprovokasi Alex yang sedang mengerjai Angeline.
Tangannya meraih penisku turut membantu adik kecilku itu memasuki pantatnya. Alex sepertinya terpancing, ia menengok ke arah kami dan menatap tajam pada Sabrina, nampaknya ia tidak rela wanita yang ditaksirnya bersedia melakukan anal pada orang lain sementara tidak padanya. Alex tidak berkata apapun namun ia melampiaskannya pada Angel. Ia yang tadinya pasif membiarkan Angel mengulum penisnya kini menjadi ganas, dipeganginya kepala Angel sambil memaju-mundurkan pinggulnya menyetubuhi mulut pramugari itu. Perlakuannya tentu saja menyebabkan Angel kalang-kabut, erangan tertahan terdengar dari mulutnya, tangannya mendorong Alex namun kalah tenaga, Alex terus menyetubuhi mulutnya sambil menatap penuh cemburu ke arah kami. Aku memaju-mundurkan penisku beberapa kali pada anus Sabrina sampai terasa lancar dan aku pun mulai menaikkan sedikit temponya, desahan sensual keluar dari mulutnya, sepertinya ia sudah dapat menikmati anal seks ini walaupun masih terasa sakit dan perih di liang anusnya
“Akhh…sempit banget bo’ol lu Na, kaya perawan aja nih hehehe...!” ceracauku sembari meremas-remas payudaranya yang menggantung bebas dan nampak bergelayutan tiap kali aku memberikan sodokan keras, “You like it honey?” godaku sambil menyodok dengan keras anus Sabrina.
“Yeah....aaahhh....ahhh...harder baby! Lebih dalem lagi Ric!” desahnya lalu disambut dengan pandangan dan raut wajah Alex yang semakin memberengut.
Tak beberapa lama kemudian tubuh Alex nampak bergetar, ia melenguh dan memuntahkan cairan spermanya di dalam mulut Angel, belum habis semprotannya, ia tarik penisnya sehingga spermanya bercipratan ke wajah pramugari itu. Setelah semprotannya reda, tanpa mempedulikan Angel yang masih terbatuk-batuk ia menarik kepalanya dan kembali menjejali mulut Angel dengan penisnya. Beberapa kali ia memaju-mundurkan penis itu untuk dibersihkan dengan mulut Angel, barulah ia menaikkan kembali celananya dan meninggalkan Angel kembali berduaan dengan Pak Somad. Saat ia melewati kami, diraihnya payudara Sabrina yang menggantung.

“Aaaww...apaan sih lu?!!” rintih Sabrina karena Alex meremas payudaranya dengan brutal lalu berlalu begitu saja setelah mengambil panci kecil yang telah ia isi air dari atas dispenser.
Aku sebenarnya ingin komplain pada Alex soal aksi brutalnya terhadap Angel maupun Sabrina tetapi setelah kupikir-pikir tidak ada untungnya toh mereka juga tidak meributkannya lebih lanjut, mungkin itu termasuk gaya seksnya Alex yang emang sedikit nyeleneh seperti yang diceritakan Amel tadi siang. Sudahlah, ini orgy club, semua mau fun, jangan sampai merusak suasana. Alex keluar dari ruangan ini dan menutup pintu setengah dibanting.
“Gapapa Na?” kataku menghentikan sejenak genjotanku.
“It’s OK beib...sometimes I like hardcore, itulah yang unik dari si freak itu” katanya sambil menengok ke belakang dengan tersenyum, “hei kok stop? Siapa yang suruh? Ayo tusuk lagi!” perintahnya.
“Uuuhh...kenapa lagi sih tuh orang Na? Gilanya kumat lagi...uhuukkk...uhhhukk...ampir mati sesak nafas aku!” keluh Angel yang masih batuk-batuk dan mengatur nafas
“Biasa Kak... emang ada kecenderungan masochist dia hihihi!” sahut Sabrina
“Hehehe...kasar ya Non tadi, makanya mending sama Bapak aja ya Non, Bapak kan lembut tapi menghanyutkan....bikin Non ketagihan, eeemmhh!” kata Pak Somad lalu melumat payudara Angel dengan gemas.
“Ric, kita gabung ke sana yuk...foursome!” ajak Sabrina menarik tubuhnya dari dekapanku sehingga penisku pun terlepas dari pantatnya.
Sabrina berlutut di samping Angel, ia mulai menjilati ceceran sperma Alex pada wajah pramugari itu, sebentar kemudian bibir mereka bertemu dan berpagutan dengan panasnya, tangan Sabrina juga meremasi payudara Angel yang satunya, jari-jari lentiknya nampak memilin-milin puting yang sudah mengeras itu. Melihat adegan erotis itu, aku pun menghampiri mereka dan berlutut di belakang Sabrina, penisku kuarahkan ke vaginanya dan kugesek-gesekkan di bibirnya. Ciuman Sabrina merambat turun ke payudara Angel, sesampainya di sana mulutnya mulai menjilati gunung itu hingga basah oleh ludahnya, kemudian dimasukkannya ke mulutnya lalu dikenyot-kenyot.
“Aaahhh!” desahan seksi terdengar dari mulut Angel yang sedang dikeroyok.
Sementara aku mulai menekan masuk penisku ke vagina Sabrina yang langsung menjepitnya erat-erat. Dari gerak tubuhnya kutahu ia pun diamuk birahi dan butuh pemuasan. Dalam beberapa saat selanjutnya hanya terdengar dengusan napas dan desahan kami berempat terengah cepat dan gesekan di antara bunyi 'pak-pak-pak' yang timbul beradunya alat kelamin. Kami bertahan dalam formasi demikian sekitar sepermpat jam. Ketika Angel telah mendekati orgasme, Pak Somad menghentikan genjotannya, ia menaikkan Angel ke pangkuannya dalam posisi memunggunginya. Angel segera mengerti, ia lekas-lekas memasukkan kembali penis Pak Somad ke vaginanya, dengan posisi ini kini ia lebih aktif menggerakkan tubuhnya mengejar puncak kenikmatan yang sudah hampir tercapai. Pak Somad cenderung pasif menerima genjotan Angel, ia hanya memegangi pahanya dan membentangkannya lebar sehingga penisnya menusuk lebih dalam ke vagina gadis itu.

Di bawah sofa, Sabrina yang sedang kusetubuhi dalam gaya dogie menjilati penis Pak Somad yang sedang sibuk dengan vagina Angel. Sesekali ia mengulum buah pelir si tukang nasi goreng itu. Kudengar desahan Angel kian tak karuan

“Ooohhh, enak Pak...aaahhh…kontol bapak enak banget!” erang Angel, aku tak menyangka kalau Angel yang berpembawaan lemah lembut itu dapat ngomong jorok juga sewaktu gairahnya tinggi.
“Sama Non manis….Bapak juga mau crot nih...memek kamu enak bangeeeet!! tahan dulu!” desah Pak Somad sambil meremasi payudara Angel lebih brutal.
Tak sampai lima menit, tubuh Angel mengejang, jeritan panjang terdengar dari mulutnya karena tak kuasa menahan nikmatnya orgasme. Ssssrrrr...cairan bening mengalir dengan deras dari vaginanya sehingga bunyi decakannya makin terdengar. Pada saat bersamaan, Pak Somad menekan kuat-kuat tubuh Angel ke selangkangannya sehingga penisnya menancap hingga mentok di liang vagina Angel.
“Uuugghhhh….!!!” dia pun menyusul ke puncak, penisnya menyemburkan sperma yang meleleh di sela-sela bibir vagina Angel bercampur dengan cairan kewanitaanya.
Cairan itu diseruput oleh Sabrina yang sejak tadi melakukan oral terhadap mereka berdua. Sungguh luar biasa sensasi foursome seperti ini, aku mungkin tidak akan pernah merasakannya kalau tidak masuk ke klub ini.
“Na, kita crot barengan ya!” aku mempercepat genjotanku ketika kurasakan cairan kewanitaan Sabrina mulai banyak,
“Okehh...terus...jangan stop...dikit lagi inihh...” erangnya sambil menggoyangkan pinggulnya menyambut hujaman penisku, tangannya masih mengocok penis Pak Somad yang mulai menyusut.
Tak lama kemudian, tubuh Sabrina menggelinjang liar, vaginanya mengeluarkan semakin banyak cairan yang menghangatkan dan memperlancar keluar masuknya penisku. Akhirnya keluar juga spermaku membanjiri liang vagina Sabrina. Kurang lebih empat kali tembakan sperma keluar dari ujung batang kejantananku mengisi vaginanya.
“Ahhhh…Na….” aku tenggelam dalam kenikmatanku.
Selama kurang lebih 10 detik aku dan Sabrina menikmati terpaan gelombang orgaseme hingga akhirnya tubuh kami melemas lagi. Saat itu Angel dan Pak Somad juga telah mengakhiri pertempuran mereka. Angel masih dipangku pria itu dengan penis masih menancap di vaginanya. Setelah agak bertenaga, aku memapah Sabrina ke sofa tempat kami tadi dan aku membaringkan diri dengan dia di atasku.
“What a great fight” katanya tersenyum lemas dan memandangku
“Gua juga puas banget Na, pasti tidur pulas dah malam ini” kataku menghela nafas

Tubuh kami yang sudah mandi keringat saling berpelukan. Kami berciuman dan berpagutan ringan dengan sisa-sisa tenaga kami. Kulihat jam dinding telah menunjukkan pukul setengah delapan lebih, di luar sana hujan telah reda, tapi rintik-rintik kecil masih terdengar.
“Pak, nasi goreng kornetnya satu dong...pake telor ga pedes!” pintaku, lapar juga rasanya setelah ML habis-habisan tadi.
“Oke Den, siap!” sahut Pak Somad mulai memakai kembali pakaiannya lalu keluar dari situ untuk menyiapkan pesananku.
Kami memulihkan tenaga sambil ngobrol dan bercanda dengan santai, dari situ kami merasa lebih dekat dan mulai bercerita lebih banyak mengenai diri kami masing-masing, mulai dari kota asal, kegiatan kampus, hobby sampai hal-hal yang privat. Dari cerita Angel aku baru tahu sisi lain kehidupan pramugari yang panas dan seru, mungkin akan kuceritakan di lain kesempatan. Ia sendiri sebenarnya sudah punya pacar, seorang bule asal Belanda yang pekerjaannya mengharuskannya bolak-balik Indonesia dan negerinya, keduanya bertemu di pesawat. Ia pernah diajak pacarnya ikut swinger party ketika di negara asal sang pria. Dari situ hasrat liar dalam dirinya mulai bangkit hingga akhirnya di tanah air ia menemukan penyaluran di klub orgy ini yang gilanya lewat perkenalan sang pacar yang juga adalah kenalan Om Dedy. Pacar Angel sendiri pernah dua kali menjadi tamu di arisan klub orgy di rumah Om Dedy dan ia tidak keberatan pacarnya yang cantik ini menjadi budak seks di klub ini.
“Kita saling terbuka aja kok, aku pernah ML sama siapa selalu bilang ke dia, dan sebaliknya...dia bilang mumpung masih belum merit ya silakan puas-puasin hasrat liar, ntar kalau udah saatnya menjadi istri atau mama yang baik!” tandasnya.
“Yeah...I like her man, amazing, especially his style and cock” kata Sabrina pelan padaku saat Angel bercerita tentang hubungannya dengan pacar bulenya.
“Hey, cut it off bitch!” Angel melemparkan bantal kursi pada Sabrina yang menangkapnya sambil cekikikan.
Weleh...weleh...bener-bener pemikiran yang nyeleneh bin edan juga ya pikirku yang sebelumnya belum pernah mendengarkan pemikiran seperti itu. Lain halnya Sabrina memang dari awalnya adalah pencari kesenangan sensual, namun ia tidak akan pernah melakukannya demi uang seperti menjadi ayam kampus atau menjadi simpanan orang kaya. Baginya seks ya seks, buat kesenangan, bukan buat cari uang seperti PSK. Ia bersedia memberikan kehangatan tubuhnya secara sukarela bila memang ia menginginkannya, bahkan menurut pengakuannya ia pernah melakukannya dengan dua ABG ojek payung yang tidak dikenalnya, namun ia bisa marah dan tersinggung bila seseorang yang berlagak baik padanya dan mendekatinya dengan tujuan untuk menidurinya, semakin orang itu menginginkan tubuhnya semakin ia tidak akan memberikannya. Sementara Pak Somad mengaku dirinya merasa lebih segar dan awet muda sejak menjadi member luar klub orgy ini. Ia menjadi member lewat rekomendasi Pak Kasimun lalu melalui persetujuan Om Dedy dan tentunya para member atau penghuni kost ini. Dengan menjadi member klub ini ia tidak perlu lagi menghabiskan uang untuk melampiaskan nafsunya yang menggebu-gebu dengan pelacur-pelacur kelas bawah, malah dia mendapat yang high quality dengan gratis, sehingga ia dapat menghemat anggaran dan menyisakan lebih banyak uang untuk dikirim pada istri dan anaknya di kampung, syaratnya hanya diam, jangan cerita apapun tentang orgy club pada mereka yang bukan anggota.

“Gimana Ric kesan-kesannya setelah bergabung di klub ini?” tanya Angel sambil meletakkan gelas kosong yang baru diteguk isinya di atas meja ruang tengah
“Yah...seneng, kaget, ga percaya, campur-campur deh, soalnya ga nyangka ada klub kaya ginian. Sebelumnya kan cuma pernah ML satu lawan satu sama mantan cewek gua aja” kataku sambil menyuapkan nasi goreng yang masih hangat ke mulutku, ah enak banget rasanya, seperti mendapat asupan tenaga lagi.
Saat itu itu terdengar suara gembok pintu gerbang depan dibuka sehingga refleks akupun memunguti pakaianku untuk mengenakannya, tapi Angel dan Sabrina malah senyum-senyum melihat reaksiku. Saat itu memang Angel sudah memakai kembali gaun tidurnya, demikian pula Pak Somad yang sebelumnya keluar membuatkan pesanan nasi gorengku, jadi tinggal aku dan Sabrina saja yang masih bersantai dan belum memakai pakaian kami. Lalu terdengar suara motor memasuki tempat parkir kost.
“Hihihi...tenang aja Ric, orang dalam kok itu” kata Sabrina.
“Yakin bener lu? Kalau bukan gimana? Kalau iya terus mereka bawa orang dari luar gimana?” tanyaku bingung.
Sejak lu resmi member tadi siang, beritanya udah disms ke semua penghuni kost sini kok, mereka juga udah tau, jadi kalaupun mereka bawa orang dari luar mereka bakal hati-hati kalau-kalau ada yang ngentot di luar kamar seperti kita tadi itu” Sabrina menjelaskan.
“Lagian Pak Kasimun jaga di posnya juga akan kasih tanda bel musik kok kalau ada orang luar datang kalau waktunya ga tepat supaya kita bisa beres-beres dulu” tambah Angel.
“Cuma belakangan si Kasimun suka meleng ke mana aja, waktu itu Bapak pernah entotan sama Non Amel ampir kepergok temennya Den Leo!” Pak Somat menyeletuk.
Tiba-tiba aku merasa cemburu mendengar si tukang nasi goreng ini menyebut ia bercinta dengan Amel walau memang horny juga membayangkan Amel disetubuhi olehnya. Sungguh aku tidak mengerti perasaan ini, sebelumnya terhadap Amel aku hanya menganggap teman, tapi kenapa sejak bercinta dengannya tadi mulai timbul perasaan lebih dari itu. Aku belum bisa menjelaskannya sekarang.
“Emang waktu itu di mana sama Amel Pak sampe ampir kepergok?” tanyaku penasaran.
“Di kamarnya Non Amel...tapi pintunya belum tertutup bener, untung keburu sadar ada orang lain”

“Hei...hei all! Gile hujannya besar sekali tadi mana banjir pula!” sapa Mario, “wah...wah...baru pada ngentot ya?” tanyanya begitu melihat aku dan Sabrina yang masih belum pakai apa-apa, “Eh Ric, selamat ya, akhirnya lulus juga jadi anggota lu! Asik deh sekarang udah bisa ngentot bebas lagi, hehehe”
Mario (27 tahun) adalah seorang staff marketing di sebuah perusahaan, pria berdarah Ambon ini memiliki badan yang gempal, kulit gelap dan berambut cepak. Dilihat-lihat mirip dengan Mike Mohede si juara Indonesian Idol, tapi dengan level ketampanan yang di bawahnya. Orangnya rame dan mudah dekat dengan orang lain, berbanding terbalik dengan Alex, si maniak komputer itu.
“Angel...kapan balik lu?” tanyanya pada Angel dengan logat Ambonnya itu
“Siang tadi” jawab Angel, “sana mandi dulu udah basah gitu kamu!” katanya melihat celana Mario yang sudah sangat basah walaupun bagian bawahnya telah digulung.
“Bareng mandi yuk Ngel, udah mandi belum lu?”
“Oke yuk...badan udah lengket juga nih” Angel mengiyakan dengan ringan dan bangkit berdiri, “mau di mana? Kamar mandi luar, kamar kamu apa kamar aku?”
“Kamar aku aja lah Ngel...sekalian taro ini barang-barang”
“Sini! Sun dulu dong, udah lama gak ketemu” Mario langsung mendekap tubuh Angel dan memagut bibirnya.
Keduanya pun berpagutan mesra di depan kami tanpa risih, tangan Mario menyingkap gaun tidur Angel dan meremas bongkahan pantatnya. Angel juga tidak kalah agresif, tangannya merabai selangkangan pria itu dari luar celana panjangnya. Setelah tiga menitan baru mereka melepas bibir.
“Mmm...tambah manis aja kau! Yuk ke kamarku!” kata Mario menuntun pergelangan tangan Angel, “O ya Pak...nasi goreng kambingnya ya, yang pedas!” sahutnya pada Pak Somad, “Dingin gini enak makan kambing bisa anget...o ya Ngel, kamu mau juga?”
“Ngga ah...ga usah! Udah makan dikit tadi” tolak Angel
“Ya udah...ini Pak, uangnya aja dulu, kembalinya ambil aja!” kata Mario mengeluarkan selembar dua puluh ribuan dari dompetnya dan mengulurkannya pada Pak Somad, “nanti taro aja di depan kamar saya ya, mau mandi dulu ini!”
“Siap Den! Makasih banget ya!” Pak Somad segera keluar untuk membuat pesanan Mario.
“Gitu deh Kak Angel...tiap baru pulang semua pengen melepas rindu sama dia” kata Sabrina.
Kini tinggal aku dan dia saja di ruang tamu ini, sekarang sudah lebih bertenaga sih setelah menghabiskan sepiring nasi goreng Pak Somad.
“Jadi pengen mandi juga, nih udah keringetan gini!” kata Sabrina menggeliatkan tubuhnya lalu bangkit berdiri, “mau bareng Ric?”
“Gua tadi udah sih, tapi kalau yang ngajaknya lu masa gua nolak hehehe”
“Dasar...ayo, di kamar gua aja ya!” katanya

Kami pun masuk ke kamar mandi di kamarnya, harum dan rapi kalau dibanding kamar mandi di kamarku atau cowok lain di sini. Semburan air hangat dari shower sungguh menyegarkan menghilangkan peluh sehabis bercinta tadi. Kami saling menyabuni dan saling meraba tubuh pasangan masing-masing diselingi obrolan ringan dan nakal, kami juga sempat bercinta di bawah siraman air, sebentar saja tapi karena sudah lelah. Akhirnya setelah mandi kami pun memakai pakaian kami lagi.
“Ngapain Na abis ini?” tanyaku
“Bobo lah...besok kuliah pagi, lu sendiri?” ia tanyanya sambil memakai kaos gombrang tanpa bra di baliknya.
“Gua ada tugas kuliah, harus ngerjain, abis ML kayanya plong deh rasanya, kerjain tugas rasanya jadi semangat”
Di depan pintu kamarnya kami bercanda sejenak lalu kupagut bibirnya sebelum berpisah, tanganku meraba dadanya, kurasakan putingnya di balik kaos tanpa bra itu. Saat itu kudengar langkah kaki mendekat membuatku menoleh ke arahnya. Oh...ternyata Amel yang baru pulang.
“Hai Mel!” sapa Sabrina yang dibalas Amel dengan hai juga dan senyum tipis.
“Eh...Mel, abis darimana? Malem gini baru balik?” aku menyapanya dengan sedikit salah tingkah.
“Dari temen, tadi nungguin ujan berenti baru pulang” jawabnya datar sambil terus melengos.
“Na gua cabut dulu ya, dah!” aku pamitan ke Sabrina lalu menyusul Amel “Mel...udah makan belum lu?”
“Udah” ia menjawab singkat,
“Malem ini lu sibuk ga Mel?” tanyaku.
“Napa emang nanya-nanya gitu?” ia terus berjalan dengan gayanya cuek seperti biasa.
Saat itu kami lewat di depan kamar Mario, dari dalam sekonyong-konyong terdengar suara desahan, pasti si Ambon itu sedang asyik mereguk kenikmatan bersama Angeline.
“Gapapa sih...kalau ga sibuk...kita tidur bareng yuk malem ini, gimana?” aku heran juga diriku jadi lebih berani sejak masuk klub ini padahal belum juga sehari.
Ia hanya tersenyum penuh arti padaku sambil mengeluarkan kunci kamar dari tasnya karena kami sudah dekat dengan kamarnya.
“Hehe...berani juga ya lu terus terang gitu padahal member baru tadi siang” katanya
“Nnggg...yah gimana ya, mungkin kebawa suasana di sini jadi berani...gimana Mel, kok belum jawab?”
“Yaahh...gua suka keterusterangan lu Ric” jawabnya menghela nafas, “tapi sori yah, malam ini gua udah janji nemenin Pak Kasimun, lu denger sendiri kan tadi siang?”



Amelia

Kembali aku jadi panas mendengarnya, terlebih langsung dari mulut Amel sendiri.
“Oke deh, maybe next time ya!”
“Oh ya Ric, boleh gua minta tolong ga?” ia seperti teringat sesuatu setelah membuka pintu kamarnya.
“Ya...apaan?”
“Gua mau pindahin data dari USB ke CD, lu bisa?”
“Bisa, di laptop lu ada Nero nya?”
“Ada...cuma belum ngerti caranya sih”
“Ya udah gua ajarin sini!”
Kamipun masuk ke kamarnya, ia menyalakan laptopnya dan menyerahkan USB dan sekeping CD kosong padaku.
“Eehmm...Mel, gimana kalau lu ga usah pake apa-apa sambil gua ajarin, biar lebih semangat gitu loh” kataku ketika tiba-tiba ide nakal melintas, “tenang aja si Sabrina udah nguras tenaga gua tadi, ga bakal sampe ML kok, lagian gua juga harus ngerjain tugas abis ini”
“Oke...no problem, asal lu yang bener ya ajarinnya” katanya dengan cuek lalu mulai melepaskan satu demi satu pakaiannya lalu kembali duduk di sebelahku dengan tubuh polos.
Aku melongo memandangi tubuh telanjangnya yang kali ini kunikmati dengan utuh (tadi siang ketika bercinta dengannya kan ia masih mengenakan pakaiannya). Ternyata Amel memiliki tubuh yang mulus dan indah, tidak kalah dengan tiga wanita lain di kost ini, sungguh luar biasa payudaranya yang montok dan berputing kemerahan itu, juga bulu-bulu lebat yang tumbuh di selangkangannya. Kesehariannya yang hampir tidak pernah memakai pakaian seksi dan pembawaaanya yang alim sungguh memberi nilai lebih pada gadis satu ini.
“Ayo dong, ajari guanya kapan? Jangan bengong terus! Kaya ga pernah liat cewek bugil aja!” protesnya membuyarkan lamunanku.
“Ohh, iya...iya Mel...jadi gini caranya...” aku mulai memberi instruksi bagaimana mengoperasikan Nero, memindahkan data ke CD dan ia menggerakkan mouse mengikuti instruksiku.
Tentunya sesekali aku tidak konsen mengajarinya dalam keadaan ia telanjang begitu, herannya justru dia malah biasa saja tanpa terlihat risih tanpa pakaian di tubuhnya begitu.
“Nah, sekarang tinggal tunggu beres, gak lama kok!” kataku setelah ia mengklik tombol burn sehingga proses burning ke CD dimulai.
“Hihi...” ketika menunggu tiba-tiba ia tertawa kecil memperlihatkan senyumnya, ia tambah manis kalau sedang senyum begitu, heran sehari-harinya malah jarang senyum.
“Kenapa Mel? Ketawa apa?” tanyaku.
“Kamu belajar dari Alex ya Ric? Persis banget sama dia” jawabnya
“Persis? Maksudnya?”
“Iya...si freak itu juga kalau diminta bantuan yang berhubungan sama komputer juga mintanya sambil aneh-aneh gini, ya kitanya harus bugil kaya gini, atau sambil nyepong atau kocokin dia, atau kadang sambil ML di pangkuannya malah”

“Ngga...asli ngga...cuma lagi iseng aja kok gua makanya kepikir gitu, emang si Alex pernah apa aja ke lu?” tanyaku penasaran.
“Mmm...gua pernah ML sama dia waktu nungguin install Office ke laptop gua, sambil oralin dia juga pernah” tuturnya enteng
“Hehe...beneran ga nyangka ternyata lu nakal juga ya Mel sampe ikut klub ini segala!” kataku
“Everyone has her darkside, sah sah aja kan?” katanya sambil mengangkat bahu
“Sini Mel!” aku menarik pergelangan tangannya dan menyuruhnya duduk di pangkuanku menyamping.
Kuelusi paha mulusnya hingga tanganku sampai ke selangkangannya
“Ooohh...” ia mendesah ketika jariku mulai mengorek vaginanya
“Cerita ke gua Mel...lu paling sering ngentot sama siapa di kost ini?” aku bertanya penasaran sambil mencucuk-cucukkan jari tengah dan telunjukku.
“Aaah...aahh...duh sama rata lah...disini semua sex for fun, mau sama siapa aja bebas!” jawabnya sambil mendesah.
“Pak Kasimun emang dia sering ngajak lu nemenin tidur?” aku menusukkan jariku lebih dalam dan menemukan klitorisnya.
“Gak juga...aaahhh...lebih sering temenlu si Indra malah...aahh!” tubuhnya semakin menggelinjang sampai dadanya membusung.
“O ya? Si In....mmmmhhh!” tiba-tiba ia menempelkan bibirnya ke bibirku, dan kami pun terlibat percumbuan yang panas sambil jariku tetap mengobok-obok vaginanya.
Vagina Amel semakin berlendir sehingga kini jadi manisku pun masuk ke sana turut mengais-ngais. Klitoris yang merupakan bagian sensitif setiap wanita itu kugesek-gesekkan dengan jariku, Amel pun berkelejotan dibuatnya. Kira-kira 10 menit aku mengobok-obok vaginanya hingga akhirnya tubuhnya bergetar
"AAAhhhhhh...enakkhh...Ric!!” desahnya panjang
Amel pun tiba di puncak kenikmatannya, vaginanya mengeluarkan cariran bening yang hangat, cukup banyak sampai belepotan di tanganku. Aku pun melepaskan tanganku dari selangkangannya, kusodorkan jari-jariku yang basah ke bibirnya. Tanpa ragu Amel mengulum jariku yang belepotan cairan klimaksnya sendiri. Setelah menjilatinya hingga bersih, ia memberikan kecupan ringan di bibirku. Saat itu proses pemindahan data telah selesai, CD tray di laptopnya telah membuka dan layar monitor menayangkan screen saver karena lama ditinggal.

“Thanks ya Ric...lu bener ga mau itu dulu?” tanyanya sambil kembali mengecup bbirku.
“Bener ngga...nanti aja deh ya...gua ada tugas, lu juga kan? Jadi perlu tenaga nih”
Akhirnya aku pun pamitan padanya dan kembali ke kamarku. Malam itu, setelah beres mengeprint tugas kuliahku, aku tertidur karena kecapaian, hampir seharian ngeseks terus, tentu terasa penatnya terutama daerah pinggang dan lutut. Sekitar jam satu dinihari aku terbangun. Rasanya haus ingin minum, tapi galon air di kamarku sudah kosong, belum diganti, maka aku pun membawa tempat minumku ke ruang tengah untuk mengambil air. Aku menelusuri koridor, jam segini memang biasanya sudah sepi, semua sudah di kamar masing-masing, beberapa kamar sudah gelap, beberapa menyalakan lampu remang-remang seperti misalnya kamar Amel. Aku mendengar suara desahan di dalam sana ketika lewat di depannya. Ia pasti sedang bertempur dengan Pak Kasimun. Aku jadi penasaran dan mendekati kamar itu, Amel dan Sabrina bilang kalau mau lihat langsung saja, tidak perlu pakai ngintip-ngintipan. Maka sesuai kata mereka, aku pun perlahan membuka pintu kamar itu, tidak terkunci rupanya, kudorong sedikit pintunya untuk melihat ke dalam. Aku menelan ludah melihat adegan di atas ranjang dimana dua tubuh berlainan jenis saling bergumul. Tubuh bugil Amel tengah ditindih Pak Kasimun yang memompa batang kejantanannya dengan cepat di dalam vaginanya. Amel menengok ke arahku sedikit terkejut tetapi lalu dia tersenyum dan berkata,
“Belum bobo Ric? Yuk sini kalau mau ikutan!” ucapnya sambil kembali menikmati pompaan penis Pak Kasimun di liang kewanitaannya, “akhh…terus Pak…tusuk lebih dalem!” sekarang ia malah membuat ceracau seksi ketika tahu aku melihatnya, seperti disengaja untuk memancingku.
“Sip lah Non!! Uuhh!” desah Pak Kasimun yang lalu mempercepat pompaan penisnya di liang kewanitaan Amel, “Akhhh…memek Non benar-benar asoy deh. Ayo Den....ikutan aja biar rame!” ajak pria itu, ia nampak sangat bernafsu mengaduk-aduk vagina Amel, tangannya juga meremas payudara gadis itu. Kemudian bibir mereka berpagutan dengan panas.
Ada rasa cemburu melanda hatiku ketika aku melihat tubuh Amel digarap oleh penjaga kost itu, tetapi anehnya juga, aku juga terangsang dengan kejadian ini dan berharap mereka melakukannya lebih hot, padahal melihat Hany, Angel dan Sabrina dipakai oleh orang lain aku memang horny tapi sama sekali tidak ada rasa cemburu seperti ini. Baru saja hari pertama menjadi member orgy club sudah banyak pergumulan dalam diriku, apakah aku ini sudah jadi maniak? Kelainan? ataukah aku mulai menyukai Amel? Jika aku menyukainya, mengapa aku justru menikmati ketika ia digarap oleh orang lain bahkan semakin horny ketika Pak Kasimun mencabut batang penisnya dari liang vagina Amel lalu berejakulasi di wajah cantiknya? Amel sendiri juga tampaknya menikmatinya, ia menyeka ceceran sperma itu dengan jarinya dan menjilatinya tanpa ragu.
“Non Amel sukanya negak peju kaya gini Den!” sahut Pak Kasimun.
“Hehe...oke, lu orang enjoy aja! Gua mau bobo, cape nih” kataku sambil menutup kembali pintu kamarnya.
Aku berlalu tapi bukan dengan cemburu ataupun nafsu menggebu tetapi dengan tanda tanya besar di otakku mengenai ada apa dengan diriku terhadap Amel. Setelah mengambil air aku kembali ke kamarku dan melanjutkan tidurku.

By: Caligula

Musim Panas di Los Angeles - 3

  Ketika keluar dari kamar Jeanne, aku mencium wangi makanan. Sepertinya Jeanne membuat nasi goreng dan oseng-oseng ayam dan udang dengan sa...